Dadah 2015.
Saya cuma mau bilang, " saya lelah menjadi orang baik. "
Dadah 2015.
Saya cuma mau bilang, " saya lelah menjadi orang baik. "
Siang ini, matahari begitu menyengat. Tak terasa jarum jam menunjukkan pukul 12. Di bawah langit terik ini, aku sedang bergumul dengan kerumunan orang di jalanan. Terlalu padat dan sesak. Tergesa-gesa melewati kerumunan tersebut karena waktu tak kunjung berhenti.
"Akhirnya, sampai di halte", pikirku. Kulirik jam di tangan, masih lama rupanya. Selama penantian bus, pandangan diedarkan pada sekitar. Ada yang sedang bercengkrama. Menyebrang jalan. Sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Kulayangkan pikiran ke masa dimana mimpi masih layak diperbincangkan. Masa dimana belajar pun masih dapat bercanda. Masa dimana aku dan kamu mengunjungi kampus kuning ini.
Mungkin hingga saat ini, kamu tak pernah menyadari sedikitpun apa yang kurasa. Mungkin hingga nanti kita berjumpa kembali, keadaannya tetap sama. Tak ada artinya aku. Biasa saja. Atau mungkin, kita tak akan pernah berjumpa lagi?
Aku rindu.
Pada mata sendu yg sekali menatapku.
Disini, aku masih tak kuasa membayangkan bahwa kamu tak dapat berjuang dalam ruang yang sama. Disini, aku masih berharap tiba-tiba saja kamu datang. Entah apa alasannya. Entah bagaimana caranya.
Disini, aku berharap ada satu waktu dimana kamu tahu pemilik doa yang selalu ditujukan padamu.
Aku.
...
Suara rem bus menyadarkanku. Hah, kupaksa langkah kaki berayun. Meninggalkan kenangan. Meninggalkan dirimu.
Teruntuk,
Lelaki di sebrang sana
Ada banyak rindu menantimu
Ada banyak doa tertuju padamu
Ada banyak kasih tercipta untukmu
Bila saja kau tahu,
Akulah salah seorangnya
Yang menitip rindu pada langit malam
Yang menitikkan air mata di balik bantal
Yang berselimut tapi sesungguhnya tak tidur
Kau tahu ?
Ada yang bercerita tentangmu
Namun aku hanya mampu tersenyum
Menguatkannya
Walau diriku runtuh
Kau tahu ?
Aku sempat tenggelam pada dalamnya matamu
Pada tulusnya senyummu
Kau tahu ?
Kini aku tenggelam dari mereka yang menantimu
Hilang dari pandanganmu
Tak bersisa wujudnya
....
Kau tahu ?
Hingga detik ini aku masih merindu padamu,
Lelaki di sebrang sana
Ketika waktu telah bergulir
Sempatkah kembali seperti sediakala?
Tentu tidak,
Karena waktu membunuh dengan sunyi
Karena waktu berlalu begitu cepat
Hingga putusan demi putusan diambil dengan tergesa-gesa
Kini,
Saya menyesal
Telah melewatkan dirimu
Hai.
Jadi, ceritanya mau nantangin diri sendiri.
Nantangin apa sih?
1. Tiap hari setidaknya nulis 1 post di blog
2. Workout sesuai yg ada di app hape
Ini nekat loh. Lagi UTS wkwkwk.
Sekali ini saja, saya ingin apatis
Menjalani apa yg saya inginkan
Apa yg saya sukai
Tak peduli apa kata orang
Saya hanya ingin terbebas
Dari tuntutan
Tanggung jawab
Saya egois?
Ya, katakan sajalah begitu
Karena, sekali ini saja saya tahu apa yg diinginkan
Katanya sih, cerita masa sekolah
...
Masa sekolah sudah berakhir ya. Masa dimana pagi buta datang ke sekolah dan tak tahu kapan pulangnya-ya, tak tahu karena tak tentu.
Dan, seburuk-buruknya masa yang dikira akan mudah dilupakan tetap saja meninggalkan sisi manis. Apalagi tentang cerita hati.
...
Sekolah, masa dimana emosi fluktuatif dan labil -hingga sekarang pun begitu. Saya masih ingat zaman sd ketika pertama kali menyukai seseorang, rasanya lucu. Berlanjut ke masa putih biru, ah ini terlalu memalukan. Masa dimana emosi benar-benar labil tapi setidaknya saya mampu bertahan menaruh rasa pada seseorang hingga kurang lebih 5 tahun. Berlanjut masa putih abu. Datar tapi tak selamanya. Hingga di penghujung tahun kembali jatuh, sayangnya bukan dia yg sebenar-benarnya tepat.
Harus diakui hati ini sempat berpindah-pindah, tidak tetap. Tapi, setidaknya banyak pelajaran yg mendewasakan. Yang membuat lebih paham dalam mengendalikan emosi juga belajar ikhlas untuk merelakan yang tidak dapat dimiliki, karena memang belum waktunya bukan?
Terimakasih untuk mereka yang sempat menjadi lakon utama di hati. Yang sempat membuat saya tersenyum seharian hanya karena bertemu atau bertegur sapa. Yang sempat membuat air mata berjatuhan dan berujung pada racauan di postingan blog. Terimakasih telah mengajarkan saya bahwa tak semua hal akan berpihak pada kita. Bahwa banyak hal rumit yang sulit dipahami, perasaan.
Cerita hati di sekolah tak akan dilupakan, kan? Saya memang selalu meninggalkan dengan rasa pahit tapi bahagia karena sempat menyimpan rasa itu.
....
Selamat menjadi pelayar hebat, dia dan dia.
Kangen sama sosok ini. Jaraknya semakin dijauhkan dan waktu untuk bersua semakin singkat.
Sosok yang menjadi alasan saya untuk selalu bangun dan tersenyum. Sosok yang saya tak mampu berkeluh kesah di depannya karena perjuangannya lebih berat dan sekalipun ia tak pernah mengeluh. Sosok yang selalu meyakinkan saya bahwa hidup tak seburuk yang dipikirkan, bahwa semua akan baik-baik saja.
Saya rindu bapak.
Jadi, gini. Ada yang lagi kangen jadi anak sekolahan padahal dulu sering ngeluh bgt pengen langsung kuliah. Eh ternyata ga segampang itu buat bener2 siap jadi seorang mahanya siswa. Masih merasa jadi siswa.
Jadi, ya saya kangen sama candaan dulu. Masih bisa lenyeh-lenyeh. Presentasi masih bisa sambil bercanda. Nunggu bel istirahat. Nunggu bel pulang. Nonton film di kelas. Tidur di musola. Jajan di kantin. Dan lain-lainnya. Iya saya kangen.
Dulu, kalau ga betah di sekolah ya tinggal pulang ke rumah. Main sama ade. Berantem lah. Pagi2 dengerin teriakan mama buat bangun tidur. Tiap malem ada obrolan ringan sambil nonton. Iya saya kangen.
Intinya, masih adaptasi kan na?
Butuh proses kan?
Emang ga bakal secepat itu buat nyaman sama fase ini karena semuanya terlalu berbeda. Tetiba harus mandiri dan menjadi dewasa saat masih merasa seperti anak kecil.
Ya, balik lagi sih ada kaki untuk bertopang setidaknya saya masih dapat berpijak. Ada tangan yang mampu membangunkan tubuh setidaknya saya tidak terlalu lama terpuruk. Walaupun rasanya sulit buat nemuin pundak untuk bersandar di fase ini. Dan juga masih belum nemuin rumah ke berapanya untuk kembali.
Bisa kok ya.
....
"Berpura-puralah hingga kamu lupa bahwa kamu sedang berpura-pura."
Mau post random. Masih inget kejadian sabtu kemarin. Awkward bgt. Sampe sekarang gamau ketemu lagi. Tapi, sialnya seharian sabtu kemarin malab ketemu terus. Rasanya..... pengen pake kresek aja seharian itu :"
....
Udah selesai deh na. Yha. Baper.
Ga ada yang lebih pahit dari penyesalan karena ga pernah nyoba, karena ngambil keputusan yg salah untuk masa depan lo
.....
Masih belum bisa kerasan di tempat ini. Masih belum bisa janjiin masa depan yg diinginkan.
"Cause I never thought living a life without passion would be a nightmare."
Teruntuk
Yang berlari lebih cepat
Yang tidur lebih larut
Yang menjadi lebih peka
Yang menjadi garda terdepan
Yang keluhnya tak pernah tersirat
Saya malu
Karena
Berlari pun tak mau
Tidur pun ingin selalu di awal
Egoisme selalu menguasai
Selalu berusaha menjadi yang dilindungi
Keluhnya tak pernah usai
Lagi-lagi,
Saya malu
...
08.36, kereta menuju kota hujan
Teruntuk yg bertemu dalam mimpi,
Apa kabar?
Mungkin jarak yg tercipta hanya meninggalkan beban di pundakku saja. Tidak bagimu.
Mungkin perpisahan hanya menyakitiku saja. Tidak bagimu.
Mungkin pertemuan menjadi hal yang paling dinanti. Tidak bagimu.
Biarlah. Semoga jarak mampu menjaraki perasaanku. Hingga tak berujung. Tak terlihat tampaknya.
Suara kereta melengking keras
Mencipta rindu pada satu kota
Menatap kepergiannya tuk menitip rindu
Pada orang-orang tersayang
Sekali ini, kereta mengiris hati
Meninggalkan pilu dan rindu
Kepergiannya angkuh
Seakan berkata,
"Aku bisa pulang."
Dan, disini aku hanya mampu membalas.
"Bawa diriku. Aku (juga) ingin pulang."
Sekangen ini, has?
...
Se-bener-benernya jatuh, has?
...
Se-pengennya ngulang semuanya?
...
Diruntuhin lagi.
...
" ya kalo mau ngobatin hati yang luka kenapa mesti dengan cari hati yang baru? Siapa yang tahu kalau akhirnya bakal luka lagi?"
Telusuri kota
Temukan memori di tiap sudutnya
Tawa canda tersirat jelas
Seakan terekam manis
Tangis duka tak luput
Dari setiap memori
Hijau
Mendung
Ah, nyaman
Saya,
Yang dulu ingin hengkang
Yang dulu ingin lupa
Yang dulu ingin hilang
Dari kota ini
Kini,
Akan melangkah pergi
Hanya sementara
Tapi.....
Mulai ditinggalkan oleh mereka yang menjadi lakon utama dari panggung hidup
Sepi menyelimuti
Rindu menggigit hati
Secepat ini?
Tak lagi sama
Berbeda
Bukan saya yang harus pergi
Tapi mereka
Saya yang dulu benci
Hanya melangkah sedikit
Bukan saya yang meninggalkan
Tapi mereka
Entahlah,
Tak lagi sama
Tanpa mereka
Sama Rina, temen duduk berangkat yeaay! |
Nyebrang pulau dulu. Haa mukanya udah lelah wkwk |
Sama sebagian anak kelas yippiee! |
Cewek-cewek ipa 7 |
masih pagi masih fresh! |
perahunya ga dateng-dateng mending foto dulu deh... |
Kaki Kotor Squad |
Gelap
Tak ada pegangan
Tak ada harapan
Hilang
Tak berdaya
Ditelan langit malam
Hanyut terbawa ombak
Digerus kehidupan
Mati hatinya
Buta matanya
Tak mampu melihat putih dan hitam
Tuli telinganya
Nasihat hanya sekadar angin lalu
...
Mencari pulau impian
Apa daya kapal telah karam
Mati
Mati
Mati
Mati
Terhina
Mati
Terpuruk
Hidup
Merana
Hidup
Sia-sia
...
Saya,
Debu yang berlalu tanpa diketahui hadirnya
Biar saya berjalan sendiri
Biar saya arungi samudra sendiri
Biar saya jelajahi hutan sendiri
Biar saya menembus angkasa sendiri
Jika memang harus begitu
Jika memang dengan begitu
Saya temukan tempat yang terbaik tuk habiskan sisa hidup
Saya temukan pulau nan indah
Saya temukan air tenjur nan damai
Saya temukan planet tak terjamah
Jika akhirnya saya bisa mengukir sejarah terhebat di dunia
.....ketika lu sadar apa yang ditangisin, dikhawatirin, diharapin semuanya sia-sia.
...
Bukan apa ding tapi siapa
Haha.
Pait.
Hai, kenalkan saya seorang pemendam. Oh bukan, bukan pemendam harta. Bukan pula seorang pemendam ilmu. Saya, pemendam rasa.
Bukan hal yang mudah menjadi manusia jenis ini. Melontarkan dan menunjukkan apa yg dirasakan sangatlah sulit. Rasanya seperti mengangkat beban berkilo-kilo. Berat.
Tak ada niatan apapun hingga saya menjadi pemendam rasa. Saya hanya tak tahu mengapa semua hal sulit diungkapkan kepada orang lain. Seakan tak ada siapapun yang dapat dipercaya kecuali diri sendiri.
Saya bukannya berdiam diri dan tak berusaha mengubahnya. Tetapi, beberapa pengalaman pahit telah menghapus kata percaya dalam kamus hidup. Jadilah saya menyendiri. Memendam semua sendiri.
Siapapun yg terdampar di postingan ini, bisakah anda memberi saran bagaimana agar saya tak selalu memendam? Bagaimana agar saya dapat percaya pada orang lain. Bagaimana agar hidup saya bisa terasa baik-baik saja?
....
Saya lelah.
Selalu ya didekatkan sama yg ingin dijauhi. Dijauhkan sama yg telah banyak secara tak langsung membuka pikiran saya
Masih merinding sama jurusan itu di universitas itu.....
Ya Allah, ga boleh kufur nikmat na.
Kelam
Hilang arah
Biar saya pergi
Meninggalkan semua
Sayangnya, kamu yg terlebih dahulu melangkah
Hilang ditelan waktu
Gausah ngarep
Gausah ngarep
Gausah ngarep
Gausah ngarep
Gausah ngarep
Gausah ngarep
...
Ntar jatoh lagi
Rapuh kan
Siapa lagi yang bisa dipercaya selain diri sendiri?
Kalo sama diri sendiri aja ga percaya gimana bisa buat orang lai percaya sama diri kita?
- lagi nyemangatin diri sendiri biar bisa percaya
Waktu dan jarak adalah penyebab spasi antara kita.
...
Saya tak tahu bagaimana kabarmu sekarang.
Lebih tak tahu lagi bagaimana perasaanmu sekarang.
Saya hanya seseorang yg sedang jatuh hati pada lelaki yg saya tak tahu keberadaannya.
Saya tak pernah berusaha mencari tahu.
Saya tak ingin kamu terganggu.
Biarlah, semua mengalir begitu saja.
Saya masih takut untuk mengetahui kenyataan.
Mungkin, perasaanmu bagai kotak pandora yg tak perlu saya ketahui isinya.
Karena saya sendiri sedang berusaha menata hati
Saya hanya tak ingi ada perdebatan siapa yang salah atau siapa yg melukai.
Sudahlah.
Bilamana nantinya benar-benar berpisah, saya rela.
Sudah tak banyak harap lagi.
Saya tak mau bergantung padamu.
Biar kita tumbuh dewasa di jalan masing-masing, tanpa saya tahu apa isi hatimu.
Menjadi dewasa ya.
...
Saya cuma gamau jadi orang dewasa yg nyesel.
Nyesel sama pekerjaan yg dipunya.
Nyesel sama keputusan yg diambil.
Nyesek sama kesempatan yg disia-siain.
Dewasa nanti, saya cuma pengen tersenyum bangga dan bilang, " saya cinta pekerjaan saya."
Dewasa nanti, saya pengen bahagia sama orang yang tersayang.
Dewasa nanti, saya mau jadi alasan orang-orang tersenyum.
Sesederhana itu kok.
Mimpi itu apa?
....
Saya ingin menceritakan sedikit perjalanan saya menuju sebuah mimpi. Tidak, tidak hanya sebuah tapi beberapa. Mimpi yang berganti-ganti. Mimpi yg tak selalu pasti wujudnya.
Dulu, cita-cita saya menjadi dokter. Lebih tepatnya dokter anak. Saya ingin punya rumah sakit. Saya pernah membangun mimpi tersebut dengan ayah. Beliau bilang akan membuat sebuah rumah sakit untuk saya. Mulai dari perbincangan itu, semangat saya semakin bergejolak.
Mimpi itu semakin menggebu-gebu sampai kelas 12 semester 1. Dengan tekad yg pasti, saya tuliskan di papan tulis bismillah ca. Dokter anak. Tapi, semuanya berubah saat semester 2 datang. Perdebatan tak hentinya terjadi. Pikiran saya tak tahu lagi arahnya. Hingga ada satu waktu dimana saya merasa tak punya mimpi. Saat itu, saya benar-benar muak dengan keadaan. Saya merasa letih. Tak peduli dengan semuanya. Saat belajar di kelas, pikiran mengembara tak tentu arah. Saat mengerjakan tugas, hanya dilakukan setengah hati. Hari-hari terasa kusam, hanya air mata yg menemani. Ah, saya hilang harap.
Akhirnya, saya memutar haluan. Beberapa jurusan sempat terlintas. Teknik dan psikologi. Tapi semuanya kembali buyar. Hitungan bukan keahlian saya. Membaca kepribadian orang sudah jadi makanan sehari-hari dan saya sudah cukup letih untuk peka dengan manusia lain. Dan, jatuhlah pilihan saya ke jurusan kesehatan masyarakat. Sempat ragu. Tapi, saya sudah jatuh hati dengan rumpun kesehatan. Setelah browsing sana-sini, saya semakin mantap. Belum lagi saya sempat ngubek-ngubek lemari dan nemu hasil tes psikologi kelas 10. Social service. Ya, saya baru ingat bahwa apa yg membuat saya bermimpi menjadi dokter adalah saat saya turun tangan ke masyarakat. Walau tak jadi dokter, in shaa Allah saya akan tetap turun ke masyarakat sebagai agen pencegah. Bismillah.
Dan setelah berserah diri untuk apapun hasilnya di 9 mei nanti, semuanya pun terjawab. Saya, mahasiswi ilmu kesehatan masyarakat universitas indonesia. Saya bersyukur Allah memberikan jawaban atas segala tanya setahun ke belakang. Mungkin ini memang jalan yg terbaik. Manusia hanya bisa berencana, tetapi penentu sepenuhnya hanyalah Allah, bukan?
Doakan saya bisa memperjuangkan kesehatan masyarakat indonesia, ya :)
...
Penulis.
Saya sudah terlanjur jatuh hati dengan akasara. Tapi, jujur saya sangat amat tidak bisa dengan tata bahasa. Otak saya benar-benar kosong. Harusnya saya mulai belajar. Hah.
Sastra di mata saya, hanya terlihat seninya. Saat rangkaian kata mampu menghipnotis manusia untuk turut serta dalam cerita. Saat rangkaian kata begitu menyentuh hati. Saat rangkaian kata seakan memahami kita dalam diam.
Tapi, mimpi adalah mimpi. Seringkali berganti. Tiba-tiba ingin jadi editor walau tata bahasa pun tidak bisa. Saya suka sedikit kesal kalau ada typo dan semacamnya di sebuah cerita. Kesal karena menggangu suasana saat membaca. Saya bukan seseorang yg ulung dalam sastra kok hanya berdasarkan kenyamanan saat membaca. Hehe.
Doain ya entah editor atau penulis, semoga bisa punya kerjaan di bidang tulis-menulis :)
Oh ya, semoga taman baca/book gallery/kafe bukunya kesampaian. Aamiin.
...
Mimpi itu ya semacam pecutan buat hidup lu. Supaya ada yg bikin hidup lu tuh berarah. Ada targetnya. Tau yg pengen lu capai. Entah itu kesampean atau engga. Entah itu gonta-ganti atau tetep. Intinya, jangan lelah buat bermimpi. Hidup butuh cahaya dan mimpi menyumbang banyak cahaya untuk hidup.
Selamat bermimpi dan berjuang, kawan.
"Ternyata, ego ini terlalu besar. Emosi ini terlanjur menguasai. Bukan karena godaan setan, tapi saya sendiri yang masih tak mampu menguasai diri."
-hari ketiga di bulan Ramadhan
Sst, seseorang sedang melambaikan tangan padamu.
Oh, dia berjalan ke arahmu.
Lihatlah! Dia tersenyum padamu.
Begitu menawan. Mempesona.
Lalu sekarang apa?
Dia memintamu pergi bersamanya!
...
Gubrak!
Hanya mimpi.
Lagi-lagi.
Mimpi kesekian kalinya.
Sore itu, saya sedang berjalan menyusuri keramaian kota. Di jalan setapak ini, terdengar bunyi klakson tak henti-hentinya. Semilir angin menemani. Dedaunan kering beterbangan seakan mengiringi langkah saya.
Sejujurnya, saya setengah sadar. Berjalan tak tentu arah. Berkhayal entah kemana. Seketika khayalan pun buyar. Seseorang menepuk pundak saya. Dia, yang menepuk saya.
"Hai."
"Hai. Menuju perjalanan pulang?"
"Oh ya."
Sebegitu terkejutnya saya hingga seluruh kata seakan luruh dihembus angin sore.
"Kalau begitu saya juga. Angin sore ini berhembus terlalu kencang. Tak enak rasanya berjalan sendirian hanya dengan semilir angin memuakkan ini."
Saya hanya mampu tersenyum mendengar keluh kesahnya. Ah, saya tersihir magisnya.
"Bilang saja kau mau menemaniku pulang. Haha. Silakan berbincang dengan saya, mungkin mampu mengusir angin yang memuakkan itu."
Akhirnya dan pada akhirnya saya dapat mengikuti alur percakapan ini.
"Kau memang teman paling pengertian."
Hah. Teman. Ya memang sebatas itu hubungan kita.
...
Perbincangan pun berlanjut hingga akhirnyaa saya tersadar bahwa khayal tetaplah khayal. Sekalipun dirinya datang menghampiri, bukan berarti untuk mengetuk pintu hati. Ia hanya mencari kehangatan dari seseorang yg disebutnya teman. Teman yg pengertian.
Tak lebih.
Tak akan pernah lebih.
"Siapa disana?"
"Ini aku. Seseorang yang akan menghangatkan hatimu yang beku."
...
"Persetan. Semua kata-katamu bualan. Angin besar kan segera datang. Meniup hangatnya dirimu di hatiku."
...
"Sebegitu tak percayanya dirimu pada manusia lain? Walaupun ada niatan tulus pada dirinya?"
"Anda tahu? Dahulu, saya adalah keluguan tetapi dunia merubahnya. Kini, saya bergantung pada sebuah kecurigaan. Menyeleksi setiap manusia yang mungkin akan meruntuhkan pertahanannya. Jika anda benar-benar tulus, setidaknya bangunlah kepercayaan pada hati saya."
Malam ini saya ingin berandai-andai tentang hal yang telah terjadi. Tentang hal yang saya ingin tahu bagaimana jadinya bila saya mengambil keputusan lain.
...
Seandainya, saya tak bertemu dengannya apakah akan seperti ini jadinya?
Seandainya, saya tak memberi celah sedikitpun di hati apakah akan seperti ini jadinya?
Seandainya, saya tak pernah berhubungan dengannya apakah akab seperti ini jadinya?
Seandainya, saya tak jadi pergi apakah akan seperti ini jadinya?
Seandainya, saya tak membiarkannya datang apakah akan seperti ini jadinya?
Seandainya, saya tak terlalu memikirkannya apakah akan seperti ini jadinya?
...
Seandainya, saya bisa mewujudkannya secara nyata mungkin tak perlu ada kalimat "seandainya semua tak terjadi."
Datang lagi dan saya semakin tidak bisa menafsirkannya dengan jelas
Aneh emang. Disaat lu ngehindar seseorang malah dideketin. Disaat lu ngarep seseorang malah dijauhin. Kan suka lucu.
"jangan pernah memaksa seseorang untuk melupakan sesuatu karena memori akan selalu menyeruak ketika dipaksa untuk hilang."
...
Langit malam begitu gelap
Tiada bintang bertaburan
Hanya bulan yg setia menemani
Di kala semua insan terlelap
Ada yang masih terjaga
Memandang kelamnya langit
Menanti seseorang yg tak kunjung datang
Gadis itu menyesap kopinya
Raut wajahnya lelah
Menekan segala emosi
Agar tidak meluap
Memaksa harap tak kembali tumbuh
Mencoba hapus memori tentang seseorang
...
Lelaki itu
Telah mengukir manis memori di otaknya
Tak bisa dihapus
Permanen
Bila waktunya tepat, memori itu indah
Bila waktunya salah, memori itu memuakkan
Melambungkan harap
Kemudian menghempaskannya
Hingga jatuh
Hancur berkeping - keping
Tak berwujud
...
Setetes air pun jatuh
Disusul tetes berikutnya
Bukan, bukan air hujan
Tapi air mata
Yang tak mampu lagi dibendung
Yang sudah memaksa untuk mengalir deras
Tanpa ampun
Gadis itu terisak
Memecah keheningan malam
Angin berhembus dari jendela
Seakan mencoba menghapus air matanya
Tak bisa
Sekalipun tak akan bisa
Sama seperti gadis itu
Yang tak akan bisa melupakan semua memori tentangnya
Ia hilang harap
Cinta yang dinantinya tak akan pernah datang
Karena semua memori manis ini
Hanya buaian belaka
Saya tak ulung merangkai kata. Saya tak mampu membagikan suatu makna. Saya terdampar disini karena ada yg ingin diceritakan. Juga karena saya tak ingin merasa sendiri
Suatu hari, ada seorang gadis sedang berjalan di taman, menikmati indahnya bunga di musim semi. Gadis itu memiliki wajah yang menarik, senyumnya menawan, juga matanya begitu berbinar. Ketika sedang berjalan, dia terjatuh di hamparan rerumputan. Kakinya terluka. Seketika itu datanglah seorang lelaki menghampirinya. Memapah langkah gadis yang tertatih. Lelaki itu mengobati lukanya. Tak sengaja sang gadis menatap wajah lelaki tersebut. Tampan, pikirnya. Tiba-tiba, pipi gadis itu memanas. Selesai mengobati, lelaki itu menatap sang gadis. "Ada apa ? Pipimu merah sekali, sebegitu panas kah cuaca hari ini?" Tanya sang lelaki.
"Oh tidak, mengapa jantungku berdegup kencang dan mulut ini mengatup begitu rapat?" Rutuk sang gadis. "Tak apa. hmm terimakasih kau telah menolongku.. mohon maaf aku harus... segera pergi." Jawab sang gadis, terbata. "Oh ya sama-sama. Hati-hati di jalan." Ucap sang lelaki.
Begitu singkatnya dua insan ini bertemu. Mereka berpisah seakan tak mungkin bertemu lagi. Padahal Tuhan memiliki skenario tak terduga yang akan menyisakan suatu rasa dan kenangan. Gadis itu akan jatuh untuk pertama kalinya. Lelaki itu akan menjatuhkan untuk pertama kalinya.
Ada yang dulu disakiti kini menyakiti. Ada yang dulu selalu bahagia kini dirundung pilu. Ada suatu ikatan yang kan mengikat mereka. Ada takdir yang mempertemukan mereka.
.....
Cerita ini fiktif belaka, saya tak pernah mengalaminya. Mungkin cerita ini tidak menyisakan makna sedikit pun. Tapi, saya hanya ingin membagikan suatu makna bahwa setiap pertemuan bukan hanya sebuah kevetulan bisa jadi itu adalah rentetan skenario hidup yg diperuntukkan padamu. Jika kamu bertemu seseorang, kamu tak tahu apa yang akan kamu rasakan padanya, bukan? Tiba-tiba saja kita dipaksa untuk bertemunya lagi dalam jangka waktu yang lama. Kadang menyisakan bahagia. Kadang menyisakan penyesalan. Saya hanya ingin mengatakan bahwa setiap seseorang yang pernah singgah di hidupmu terutama hatimu akan memberikan suatu pelajaran entah itu kau sadari atau tidak.
Sesingkat apapun awal pertemuan itu bisa jadi ada pertemuan-pertemuan selanjutnya yang mengejutkan.
Selamat malam.
Senang bisa mengenal dirimu.
:)
Abis baca2 file di laptop... dan baca surat yg ga bakal nyampe ke penerimanya. Sedih bacanya. Surat yg pertama penuh harap. Surat yg selanjutnya nyesel. Hidup emang roller coaster ya. Kadang ngasih harapan kadang bikin down. Masalahnya sekarang... lagi di bawah. Lagi masa ngelupain tapi keingetan terus. Nyay.
Ada gadis yang meracau
Mempertanyakan hidup
Sebegitu tak adilnya
Sebegitu tak berpihak padanya
Ia benci
Benci
Terkurung di balik jeruji besi
Dihina
Tak dianggap
Dunia tak adil
Tak adil
Jeritnya
Pilu menyayat hati
Tapi tak ada yang mampu tuk selamatkannya
Hanya dialah yang mampu selamatkan
Batinnya dari keterkoyakan
Pikirannya yang dikendalikan
Manusia lain dengan segala cemoohnya
Kini ia terlepas dari jeruji besi
Menghirup udara segar
Lepas
Bebas
Secepat mungkin ia pergi
Sejauh mungkin ia pergi
Dari penjara tak berwujud
Dahulu, seorang peri kecil diturunkan ke bumi. Sayapnya indah nmenawan. Terlihat lemah tapi sebenarnya tak begitu. Ada gejolak harap menggelora tuk tebarkan benih kebahagiaan di muka bumi.
Ia tak seorang diri, dua sosok insan mengasuhnya. Sepasang kekasih yang diikatkan janji suci. Mereka bahagia Tuhan telah menitipkan peri kecil tersebut. Menyulut gejolak harap pada sang peri semakin besar. Menanam cinta dan kasih.
Kini, peri kecil tersebut telah dewasa. Sayapnya tak semanis dahulu. Senyumnya tak begitu merekah. Harapnya kebanyakan pupus. Gejolak harap tlah sirna. Ia tergerus kejamnya dunia. Benci telah terpatri dalam hatinya. Ia membenci dunia.
Tetapi, dua sosok insan tersebut selalu tersenyum dan bersabar. Tak kenal letih tuk menbuat sang peri untuk terus berjuang mengarungi samudra kehidupan. Mereka percaya bahwa sang peri memiliki kekuatan. Hanya saja, ia terlalu takut tuk menunjukkannya. Tertutupi rasa kecewanya pada dunia.
Oh ya, dua sosok insan itu seringkali sang peri sebut sebagai bapa dan mama. Sang peri selalu percaya bahwa sebutan tersebut memiliki kekuatan magis tersendiri yang melecutnya agar tetap bertahan. Ya, dia harus bertahan agar senyum mereka tetap merekah. Agar segala peluh dan tetes keringat mereka dapat terbayar walau hanya sedikit.
Sekalipun sang peri kehilangan alasan untuk tinggal di muka bumi, ia kan teringat dua sosok insan tersebut. Bapa dan mama adalah alasan perjuangan hidupnya.
"Rasa sakit itu bukan saat kali pertama hati terluka. Tapi, ketika ada yang kembali membuka luka lama tersebut."
-hasnanabilaa
Hujan
Datang
Temani langkah kakiku
Bergemericik
Menggema
Basah kuyup
Tak mengapa
Hujan telah menjadi teman
Di kala mata berkaca-kaca
Membendung perih yang mengisi
Meneteskan letih yang menyiksa
Airnya jatuh ke bumi
Bercampur tetes air mata
Yang tersamarkan
Ada harap dalam tetes itu
Meresap ke tanah
Berharap kan tumbuh
Berbuah kemudian dipetik
Tapi tidak
Tidak
Harap ini kosong belaka
Tiada makna
Tiada arti
Sang empunya telah melepas pergi harapnya
Bersamaan dengan orang yang diharapnya
Merelakan harapnya jatuh ke tanah
Mati
Terkubur
Hilang
Numb. Numb. Numb. Numb. Numb. Numb. Numb. Numb. Numb .numb. numb. Numb. Numb. Numb. Numb .numb. numb. Numb. Numb. Numb.
Udah ga peduli. Cape gini terus. Cape jatoh.
"Ada kalanya logika harus merajai perasaan supaya menjadi tameng bagi hati. Biar tak terluka. Biar saja semua mengalir."
"Mungkin masing2 harus berjuang tanpa ada yang menemani."
"Sepertinya saya harus berhenti dabln meninggalkan masa lalu."
- tertanda, yang sedang lelah batinnya
Hidup mah kudu pindah, has.
Merindu.
Saya merindu.
Pada seorang yang bisa jadi tak merindu.
Pada saya.
Yang sedang menerka.
Tentang siapa yang mengisi ruang hatinya.
Merindu.
Ingin hati berkata.
Ingin hati bersua.
Ingin hati berbincang.
Apa daya tak kuasa.
Takut.
Takut.
Takut.
Merindu.
Bagi sebagian orang adalah hal yang wajar.
Sebagiannya lagi tersiksa.
Merindu.
Membuncah.
Menyesakkan.
Sunyi. Hanya detik jarum jam menemani serta lantunan musik mengalun. Andai telinga mampu dengarkan kata hati mungkin malam ini sangat ramai dengan keluh kesah banyak orang sebelum tidur. Hati saya pun begitu, sedang menjeritkan perasaan yang terpendam tak berujung.
Sudah berapa lama? Menunggu tanpa menunjukkan. Diam seribu bahasa. Menantinya membuka pintu hati yang bisa jadi sarang laba-laba sudah memenuhinya. Letih tuk menerka. Letih tuk berharap.
Siklusnya selalu sama. Menanti kemudian jatuh. Terluka tuk kesekian kalinya karena rasa hanya mampu dipendam. Hanya mampu memercikkan api pengharapan, tiada kata atau pertanda.
Saya tak tahu.
Saya bingung.
Malam ini sangatlah ramai. Hati saya sedang menjerit tuk mencoba lepas dari segala hal. Segala kenangan. Segala memori.
Mengapa? Karena setiap hal kecilnya selalu mengingatkan saya padanya.
....
dan playlist pun memutar lagu tentang perasaan saya.
Hah, semesta kembali berkonspirasi. Paling mengerti bagaimana mewujudkan abstraksi rasa ini. Sayang, si empunya perasaan ini tak sekalipun mampu mewujudkannya.
Lantunan lagu ini seakan membawa saya pada kilasan memori yang untungnya semakin pudar. Terasa manis namun pahit. Manis tuk dikenang. Pahit tuk disadari.
Segala praduga pun bermunculan. Cukup. Cukup. Cukup. Tak ada lagi. Tak akan ada lagi.
Sudahilah semua perkara ini. Saya muak. Lagu ini semakin membunuh saya secara perlahan. Membuai kemudian menampar.
....
Semuanya memang belum jelas. Hanya saja saya tak ingin berharap lebih karena jatuh yang kesekian kalinya mungkin saja membuat mati rasa.
Takut plis. Takut banget.
Siang ini, matahari begitu menyengat. Tak terasa jarum jam menunjukkan pukul 12. Di bawah langit terik ini, aku sedang bergumul dengan kerumunan orang di jalanan. Terlalu padat dan sesak. Tergesa-gesa melewati kerumunan tersebut karena waktu tak kunjung berhenti.
"Akhirnya, sampai di halte", pikirku. Kulirik jam di tangan, masih lama rupanya. Selama penantian bus, pandangan diedarkan pada sekitar. Ada yang sedang bercengkrama. Menyebrang jalan. Sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Kulayangkan pikiran ke masa dimana mimpi masih layak diperbincangkan. Masa dimana belajar pun masih dapat bercanda. Masa dimana aku dan kamu mengunjungi kampus kuning ini.
Mungkin hingga saat ini, kamu tak pernah menyadari sedikitpun apa yang kurasa. Mungkin hingga nanti kita berjumpa kembali, keadaannya tetap sama. Tak ada artinya aku. Biasa saja. Atau mungkin, kita tak akan pernah berjumpa lagi?
Aku rindu.
Pada mata sendu yg sekali menatapku.
Disini, aku masih tak kuasa membayangkan bahwa kamu tak dapat berjuang dalam ruang yang sama. Disini, aku masih berharap tiba-tiba saja kamu datang. Entah apa alasannya. Entah bagaimana caranya.
Disini, aku berharap ada satu waktu dimana kamu tahu pemilik doa yang selalu ditujukan padamu.
Aku.
...
Suara rem bus menyadarkanku. Hah, kupaksa langkah kaki berayun. Meninggalkan kenangan. Meninggalkan dirimu.
Teruntuk yang sedang berjuang lebih hingga lupa bahwa malam telah larut,
Semangat dan semangat
..
Walau proses seringkali tak dipandang, tapi yakinlah peluh dan letihnya lebih bermakna dibanding sekadar status keberhasilannya.
Sekali lagi,
Semangat UTS perdananya,
2015
Teruntuk,
Lelaki di sebrang sana
Ada banyak rindu menantimu
Ada banyak doa tertuju padamu
Ada banyak kasih tercipta untukmu
Bila saja kau tahu,
Akulah salah seorangnya
Yang menitip rindu pada langit malam
Yang menitikkan air mata di balik bantal
Yang berselimut tapi sesungguhnya tak tidur
Kau tahu ?
Ada yang bercerita tentangmu
Namun aku hanya mampu tersenyum
Menguatkannya
Walau diriku runtuh
Kau tahu ?
Aku sempat tenggelam pada dalamnya matamu
Pada tulusnya senyummu
Kau tahu ?
Kini aku tenggelam dari mereka yang menantimu
Hilang dari pandanganmu
Tak bersisa wujudnya
....
Kau tahu ?
Hingga detik ini aku masih merindu padamu,
Lelaki di sebrang sana
Hai.
Jadi, ceritanya mau nantangin diri sendiri.
Nantangin apa sih?
1. Tiap hari setidaknya nulis 1 post di blog
2. Workout sesuai yg ada di app hape
Ini nekat loh. Lagi UTS wkwkwk.
Sekali ini saja, saya ingin apatis
Menjalani apa yg saya inginkan
Apa yg saya sukai
Tak peduli apa kata orang
Saya hanya ingin terbebas
Dari tuntutan
Tanggung jawab
Saya egois?
Ya, katakan sajalah begitu
Karena, sekali ini saja saya tahu apa yg diinginkan
Katanya sih, cerita masa sekolah
...
Masa sekolah sudah berakhir ya. Masa dimana pagi buta datang ke sekolah dan tak tahu kapan pulangnya-ya, tak tahu karena tak tentu.
Dan, seburuk-buruknya masa yang dikira akan mudah dilupakan tetap saja meninggalkan sisi manis. Apalagi tentang cerita hati.
...
Sekolah, masa dimana emosi fluktuatif dan labil -hingga sekarang pun begitu. Saya masih ingat zaman sd ketika pertama kali menyukai seseorang, rasanya lucu. Berlanjut ke masa putih biru, ah ini terlalu memalukan. Masa dimana emosi benar-benar labil tapi setidaknya saya mampu bertahan menaruh rasa pada seseorang hingga kurang lebih 5 tahun. Berlanjut masa putih abu. Datar tapi tak selamanya. Hingga di penghujung tahun kembali jatuh, sayangnya bukan dia yg sebenar-benarnya tepat.
Harus diakui hati ini sempat berpindah-pindah, tidak tetap. Tapi, setidaknya banyak pelajaran yg mendewasakan. Yang membuat lebih paham dalam mengendalikan emosi juga belajar ikhlas untuk merelakan yang tidak dapat dimiliki, karena memang belum waktunya bukan?
Terimakasih untuk mereka yang sempat menjadi lakon utama di hati. Yang sempat membuat saya tersenyum seharian hanya karena bertemu atau bertegur sapa. Yang sempat membuat air mata berjatuhan dan berujung pada racauan di postingan blog. Terimakasih telah mengajarkan saya bahwa tak semua hal akan berpihak pada kita. Bahwa banyak hal rumit yang sulit dipahami, perasaan.
Cerita hati di sekolah tak akan dilupakan, kan? Saya memang selalu meninggalkan dengan rasa pahit tapi bahagia karena sempat menyimpan rasa itu.
....
Selamat menjadi pelayar hebat, dia dan dia.
Kangen sama sosok ini. Jaraknya semakin dijauhkan dan waktu untuk bersua semakin singkat.
Sosok yang menjadi alasan saya untuk selalu bangun dan tersenyum. Sosok yang saya tak mampu berkeluh kesah di depannya karena perjuangannya lebih berat dan sekalipun ia tak pernah mengeluh. Sosok yang selalu meyakinkan saya bahwa hidup tak seburuk yang dipikirkan, bahwa semua akan baik-baik saja.
Saya rindu bapak.
Jadi, gini. Ada yang lagi kangen jadi anak sekolahan padahal dulu sering ngeluh bgt pengen langsung kuliah. Eh ternyata ga segampang itu buat bener2 siap jadi seorang mahanya siswa. Masih merasa jadi siswa.
Jadi, ya saya kangen sama candaan dulu. Masih bisa lenyeh-lenyeh. Presentasi masih bisa sambil bercanda. Nunggu bel istirahat. Nunggu bel pulang. Nonton film di kelas. Tidur di musola. Jajan di kantin. Dan lain-lainnya. Iya saya kangen.
Dulu, kalau ga betah di sekolah ya tinggal pulang ke rumah. Main sama ade. Berantem lah. Pagi2 dengerin teriakan mama buat bangun tidur. Tiap malem ada obrolan ringan sambil nonton. Iya saya kangen.
Intinya, masih adaptasi kan na?
Butuh proses kan?
Emang ga bakal secepat itu buat nyaman sama fase ini karena semuanya terlalu berbeda. Tetiba harus mandiri dan menjadi dewasa saat masih merasa seperti anak kecil.
Ya, balik lagi sih ada kaki untuk bertopang setidaknya saya masih dapat berpijak. Ada tangan yang mampu membangunkan tubuh setidaknya saya tidak terlalu lama terpuruk. Walaupun rasanya sulit buat nemuin pundak untuk bersandar di fase ini. Dan juga masih belum nemuin rumah ke berapanya untuk kembali.
Bisa kok ya.
....
"Berpura-puralah hingga kamu lupa bahwa kamu sedang berpura-pura."
Teruntuk
Yang berlari lebih cepat
Yang tidur lebih larut
Yang menjadi lebih peka
Yang menjadi garda terdepan
Yang keluhnya tak pernah tersirat
Saya malu
Karena
Berlari pun tak mau
Tidur pun ingin selalu di awal
Egoisme selalu menguasai
Selalu berusaha menjadi yang dilindungi
Keluhnya tak pernah usai
Lagi-lagi,
Saya malu
...
08.36, kereta menuju kota hujan
Teruntuk yg bertemu dalam mimpi,
Apa kabar?
Mungkin jarak yg tercipta hanya meninggalkan beban di pundakku saja. Tidak bagimu.
Mungkin perpisahan hanya menyakitiku saja. Tidak bagimu.
Mungkin pertemuan menjadi hal yang paling dinanti. Tidak bagimu.
Biarlah. Semoga jarak mampu menjaraki perasaanku. Hingga tak berujung. Tak terlihat tampaknya.
Suara kereta melengking keras
Mencipta rindu pada satu kota
Menatap kepergiannya tuk menitip rindu
Pada orang-orang tersayang
Sekali ini, kereta mengiris hati
Meninggalkan pilu dan rindu
Kepergiannya angkuh
Seakan berkata,
"Aku bisa pulang."
Dan, disini aku hanya mampu membalas.
"Bawa diriku. Aku (juga) ingin pulang."
Telusuri kota
Temukan memori di tiap sudutnya
Tawa canda tersirat jelas
Seakan terekam manis
Tangis duka tak luput
Dari setiap memori
Hijau
Mendung
Ah, nyaman
Saya,
Yang dulu ingin hengkang
Yang dulu ingin lupa
Yang dulu ingin hilang
Dari kota ini
Kini,
Akan melangkah pergi
Hanya sementara
Tapi.....
Mulai ditinggalkan oleh mereka yang menjadi lakon utama dari panggung hidup
Sepi menyelimuti
Rindu menggigit hati
Secepat ini?
Tak lagi sama
Berbeda
Bukan saya yang harus pergi
Tapi mereka
Saya yang dulu benci
Hanya melangkah sedikit
Bukan saya yang meninggalkan
Tapi mereka
Entahlah,
Tak lagi sama
Tanpa mereka
Sama Rina, temen duduk berangkat yeaay! |
Nyebrang pulau dulu. Haa mukanya udah lelah wkwk |
Sama sebagian anak kelas yippiee! |
Cewek-cewek ipa 7 |
masih pagi masih fresh! |
perahunya ga dateng-dateng mending foto dulu deh... |
Kaki Kotor Squad |
Mati
Terhina
Mati
Terpuruk
Hidup
Merana
Hidup
Sia-sia
...
Saya,
Debu yang berlalu tanpa diketahui hadirnya
Tertusuk
Beribu kali
Terjatuh
Berjuta kali
Tertampar
Berkali-kali
Hingga mati rasanya
...
Luka tertinggal menyisakan cerita
Sakit terasa mengecap pahit
Tapi
Saya tetap bangun
Saya tetap mencari
Hingga saya kembali hidup seutuhnya
Biar saya berjalan sendiri
Biar saya arungi samudra sendiri
Biar saya jelajahi hutan sendiri
Biar saya menembus angkasa sendiri
Jika memang harus begitu
Jika memang dengan begitu
Saya temukan tempat yang terbaik tuk habiskan sisa hidup
Saya temukan pulau nan indah
Saya temukan air tenjur nan damai
Saya temukan planet tak terjamah
Jika akhirnya saya bisa mengukir sejarah terhebat di dunia
Hai, kenalkan saya seorang pemendam. Oh bukan, bukan pemendam harta. Bukan pula seorang pemendam ilmu. Saya, pemendam rasa.
Bukan hal yang mudah menjadi manusia jenis ini. Melontarkan dan menunjukkan apa yg dirasakan sangatlah sulit. Rasanya seperti mengangkat beban berkilo-kilo. Berat.
Tak ada niatan apapun hingga saya menjadi pemendam rasa. Saya hanya tak tahu mengapa semua hal sulit diungkapkan kepada orang lain. Seakan tak ada siapapun yang dapat dipercaya kecuali diri sendiri.
Saya bukannya berdiam diri dan tak berusaha mengubahnya. Tetapi, beberapa pengalaman pahit telah menghapus kata percaya dalam kamus hidup. Jadilah saya menyendiri. Memendam semua sendiri.
Siapapun yg terdampar di postingan ini, bisakah anda memberi saran bagaimana agar saya tak selalu memendam? Bagaimana agar saya dapat percaya pada orang lain. Bagaimana agar hidup saya bisa terasa baik-baik saja?
....
Saya lelah.
Kelam
Hilang arah
Biar saya pergi
Meninggalkan semua
Sayangnya, kamu yg terlebih dahulu melangkah
Hilang ditelan waktu
Baru kerasa sedihnya. Bentar lagi pisah ya. Ah, semoga "keep in touch" bukan cuma sekadar basa-basi. Semoga masih bisa selalu ada walaupun tak benar2 ada. Good luck, guys.
Cizinya bersambung. Azeg.
Waktu dan jarak adalah penyebab spasi antara kita.
...
Saya tak tahu bagaimana kabarmu sekarang.
Lebih tak tahu lagi bagaimana perasaanmu sekarang.
Saya hanya seseorang yg sedang jatuh hati pada lelaki yg saya tak tahu keberadaannya.
Saya tak pernah berusaha mencari tahu.
Saya tak ingin kamu terganggu.
Biarlah, semua mengalir begitu saja.
Saya masih takut untuk mengetahui kenyataan.
Mungkin, perasaanmu bagai kotak pandora yg tak perlu saya ketahui isinya.
Karena saya sendiri sedang berusaha menata hati
Saya hanya tak ingi ada perdebatan siapa yang salah atau siapa yg melukai.
Sudahlah.
Bilamana nantinya benar-benar berpisah, saya rela.
Sudah tak banyak harap lagi.
Saya tak mau bergantung padamu.
Biar kita tumbuh dewasa di jalan masing-masing, tanpa saya tahu apa isi hatimu.
Menjadi dewasa ya.
...
Saya cuma gamau jadi orang dewasa yg nyesel.
Nyesel sama pekerjaan yg dipunya.
Nyesel sama keputusan yg diambil.
Nyesek sama kesempatan yg disia-siain.
Dewasa nanti, saya cuma pengen tersenyum bangga dan bilang, " saya cinta pekerjaan saya."
Dewasa nanti, saya pengen bahagia sama orang yang tersayang.
Dewasa nanti, saya mau jadi alasan orang-orang tersenyum.
Sesederhana itu kok.
Mimpi itu apa?
....
Saya ingin menceritakan sedikit perjalanan saya menuju sebuah mimpi. Tidak, tidak hanya sebuah tapi beberapa. Mimpi yang berganti-ganti. Mimpi yg tak selalu pasti wujudnya.
Dulu, cita-cita saya menjadi dokter. Lebih tepatnya dokter anak. Saya ingin punya rumah sakit. Saya pernah membangun mimpi tersebut dengan ayah. Beliau bilang akan membuat sebuah rumah sakit untuk saya. Mulai dari perbincangan itu, semangat saya semakin bergejolak.
Mimpi itu semakin menggebu-gebu sampai kelas 12 semester 1. Dengan tekad yg pasti, saya tuliskan di papan tulis bismillah ca. Dokter anak. Tapi, semuanya berubah saat semester 2 datang. Perdebatan tak hentinya terjadi. Pikiran saya tak tahu lagi arahnya. Hingga ada satu waktu dimana saya merasa tak punya mimpi. Saat itu, saya benar-benar muak dengan keadaan. Saya merasa letih. Tak peduli dengan semuanya. Saat belajar di kelas, pikiran mengembara tak tentu arah. Saat mengerjakan tugas, hanya dilakukan setengah hati. Hari-hari terasa kusam, hanya air mata yg menemani. Ah, saya hilang harap.
Akhirnya, saya memutar haluan. Beberapa jurusan sempat terlintas. Teknik dan psikologi. Tapi semuanya kembali buyar. Hitungan bukan keahlian saya. Membaca kepribadian orang sudah jadi makanan sehari-hari dan saya sudah cukup letih untuk peka dengan manusia lain. Dan, jatuhlah pilihan saya ke jurusan kesehatan masyarakat. Sempat ragu. Tapi, saya sudah jatuh hati dengan rumpun kesehatan. Setelah browsing sana-sini, saya semakin mantap. Belum lagi saya sempat ngubek-ngubek lemari dan nemu hasil tes psikologi kelas 10. Social service. Ya, saya baru ingat bahwa apa yg membuat saya bermimpi menjadi dokter adalah saat saya turun tangan ke masyarakat. Walau tak jadi dokter, in shaa Allah saya akan tetap turun ke masyarakat sebagai agen pencegah. Bismillah.
Dan setelah berserah diri untuk apapun hasilnya di 9 mei nanti, semuanya pun terjawab. Saya, mahasiswi ilmu kesehatan masyarakat universitas indonesia. Saya bersyukur Allah memberikan jawaban atas segala tanya setahun ke belakang. Mungkin ini memang jalan yg terbaik. Manusia hanya bisa berencana, tetapi penentu sepenuhnya hanyalah Allah, bukan?
Doakan saya bisa memperjuangkan kesehatan masyarakat indonesia, ya :)
...
Penulis.
Saya sudah terlanjur jatuh hati dengan akasara. Tapi, jujur saya sangat amat tidak bisa dengan tata bahasa. Otak saya benar-benar kosong. Harusnya saya mulai belajar. Hah.
Sastra di mata saya, hanya terlihat seninya. Saat rangkaian kata mampu menghipnotis manusia untuk turut serta dalam cerita. Saat rangkaian kata begitu menyentuh hati. Saat rangkaian kata seakan memahami kita dalam diam.
Tapi, mimpi adalah mimpi. Seringkali berganti. Tiba-tiba ingin jadi editor walau tata bahasa pun tidak bisa. Saya suka sedikit kesal kalau ada typo dan semacamnya di sebuah cerita. Kesal karena menggangu suasana saat membaca. Saya bukan seseorang yg ulung dalam sastra kok hanya berdasarkan kenyamanan saat membaca. Hehe.
Doain ya entah editor atau penulis, semoga bisa punya kerjaan di bidang tulis-menulis :)
Oh ya, semoga taman baca/book gallery/kafe bukunya kesampaian. Aamiin.
...
Mimpi itu ya semacam pecutan buat hidup lu. Supaya ada yg bikin hidup lu tuh berarah. Ada targetnya. Tau yg pengen lu capai. Entah itu kesampean atau engga. Entah itu gonta-ganti atau tetep. Intinya, jangan lelah buat bermimpi. Hidup butuh cahaya dan mimpi menyumbang banyak cahaya untuk hidup.
Selamat bermimpi dan berjuang, kawan.
Sst, seseorang sedang melambaikan tangan padamu.
Oh, dia berjalan ke arahmu.
Lihatlah! Dia tersenyum padamu.
Begitu menawan. Mempesona.
Lalu sekarang apa?
Dia memintamu pergi bersamanya!
...
Gubrak!
Hanya mimpi.
Lagi-lagi.
Mimpi kesekian kalinya.
Sore itu, saya sedang berjalan menyusuri keramaian kota. Di jalan setapak ini, terdengar bunyi klakson tak henti-hentinya. Semilir angin menemani. Dedaunan kering beterbangan seakan mengiringi langkah saya.
Sejujurnya, saya setengah sadar. Berjalan tak tentu arah. Berkhayal entah kemana. Seketika khayalan pun buyar. Seseorang menepuk pundak saya. Dia, yang menepuk saya.
"Hai."
"Hai. Menuju perjalanan pulang?"
"Oh ya."
Sebegitu terkejutnya saya hingga seluruh kata seakan luruh dihembus angin sore.
"Kalau begitu saya juga. Angin sore ini berhembus terlalu kencang. Tak enak rasanya berjalan sendirian hanya dengan semilir angin memuakkan ini."
Saya hanya mampu tersenyum mendengar keluh kesahnya. Ah, saya tersihir magisnya.
"Bilang saja kau mau menemaniku pulang. Haha. Silakan berbincang dengan saya, mungkin mampu mengusir angin yang memuakkan itu."
Akhirnya dan pada akhirnya saya dapat mengikuti alur percakapan ini.
"Kau memang teman paling pengertian."
Hah. Teman. Ya memang sebatas itu hubungan kita.
...
Perbincangan pun berlanjut hingga akhirnyaa saya tersadar bahwa khayal tetaplah khayal. Sekalipun dirinya datang menghampiri, bukan berarti untuk mengetuk pintu hati. Ia hanya mencari kehangatan dari seseorang yg disebutnya teman. Teman yg pengertian.
Tak lebih.
Tak akan pernah lebih.
"Siapa disana?"
"Ini aku. Seseorang yang akan menghangatkan hatimu yang beku."
...
"Persetan. Semua kata-katamu bualan. Angin besar kan segera datang. Meniup hangatnya dirimu di hatiku."
...
"Sebegitu tak percayanya dirimu pada manusia lain? Walaupun ada niatan tulus pada dirinya?"
"Anda tahu? Dahulu, saya adalah keluguan tetapi dunia merubahnya. Kini, saya bergantung pada sebuah kecurigaan. Menyeleksi setiap manusia yang mungkin akan meruntuhkan pertahanannya. Jika anda benar-benar tulus, setidaknya bangunlah kepercayaan pada hati saya."
Malam ini saya ingin berandai-andai tentang hal yang telah terjadi. Tentang hal yang saya ingin tahu bagaimana jadinya bila saya mengambil keputusan lain.
...
Seandainya, saya tak bertemu dengannya apakah akan seperti ini jadinya?
Seandainya, saya tak memberi celah sedikitpun di hati apakah akan seperti ini jadinya?
Seandainya, saya tak pernah berhubungan dengannya apakah akab seperti ini jadinya?
Seandainya, saya tak jadi pergi apakah akan seperti ini jadinya?
Seandainya, saya tak membiarkannya datang apakah akan seperti ini jadinya?
Seandainya, saya tak terlalu memikirkannya apakah akan seperti ini jadinya?
...
Seandainya, saya bisa mewujudkannya secara nyata mungkin tak perlu ada kalimat "seandainya semua tak terjadi."
"jangan pernah memaksa seseorang untuk melupakan sesuatu karena memori akan selalu menyeruak ketika dipaksa untuk hilang."
...
Langit malam begitu gelap
Tiada bintang bertaburan
Hanya bulan yg setia menemani
Di kala semua insan terlelap
Ada yang masih terjaga
Memandang kelamnya langit
Menanti seseorang yg tak kunjung datang
Gadis itu menyesap kopinya
Raut wajahnya lelah
Menekan segala emosi
Agar tidak meluap
Memaksa harap tak kembali tumbuh
Mencoba hapus memori tentang seseorang
...
Lelaki itu
Telah mengukir manis memori di otaknya
Tak bisa dihapus
Permanen
Bila waktunya tepat, memori itu indah
Bila waktunya salah, memori itu memuakkan
Melambungkan harap
Kemudian menghempaskannya
Hingga jatuh
Hancur berkeping - keping
Tak berwujud
...
Setetes air pun jatuh
Disusul tetes berikutnya
Bukan, bukan air hujan
Tapi air mata
Yang tak mampu lagi dibendung
Yang sudah memaksa untuk mengalir deras
Tanpa ampun
Gadis itu terisak
Memecah keheningan malam
Angin berhembus dari jendela
Seakan mencoba menghapus air matanya
Tak bisa
Sekalipun tak akan bisa
Sama seperti gadis itu
Yang tak akan bisa melupakan semua memori tentangnya
Ia hilang harap
Cinta yang dinantinya tak akan pernah datang
Karena semua memori manis ini
Hanya buaian belaka
Suatu hari, ada seorang gadis sedang berjalan di taman, menikmati indahnya bunga di musim semi. Gadis itu memiliki wajah yang menarik, senyumnya menawan, juga matanya begitu berbinar. Ketika sedang berjalan, dia terjatuh di hamparan rerumputan. Kakinya terluka. Seketika itu datanglah seorang lelaki menghampirinya. Memapah langkah gadis yang tertatih. Lelaki itu mengobati lukanya. Tak sengaja sang gadis menatap wajah lelaki tersebut. Tampan, pikirnya. Tiba-tiba, pipi gadis itu memanas. Selesai mengobati, lelaki itu menatap sang gadis. "Ada apa ? Pipimu merah sekali, sebegitu panas kah cuaca hari ini?" Tanya sang lelaki.
"Oh tidak, mengapa jantungku berdegup kencang dan mulut ini mengatup begitu rapat?" Rutuk sang gadis. "Tak apa. hmm terimakasih kau telah menolongku.. mohon maaf aku harus... segera pergi." Jawab sang gadis, terbata. "Oh ya sama-sama. Hati-hati di jalan." Ucap sang lelaki.
Begitu singkatnya dua insan ini bertemu. Mereka berpisah seakan tak mungkin bertemu lagi. Padahal Tuhan memiliki skenario tak terduga yang akan menyisakan suatu rasa dan kenangan. Gadis itu akan jatuh untuk pertama kalinya. Lelaki itu akan menjatuhkan untuk pertama kalinya.
Ada yang dulu disakiti kini menyakiti. Ada yang dulu selalu bahagia kini dirundung pilu. Ada suatu ikatan yang kan mengikat mereka. Ada takdir yang mempertemukan mereka.
.....
Cerita ini fiktif belaka, saya tak pernah mengalaminya. Mungkin cerita ini tidak menyisakan makna sedikit pun. Tapi, saya hanya ingin membagikan suatu makna bahwa setiap pertemuan bukan hanya sebuah kevetulan bisa jadi itu adalah rentetan skenario hidup yg diperuntukkan padamu. Jika kamu bertemu seseorang, kamu tak tahu apa yang akan kamu rasakan padanya, bukan? Tiba-tiba saja kita dipaksa untuk bertemunya lagi dalam jangka waktu yang lama. Kadang menyisakan bahagia. Kadang menyisakan penyesalan. Saya hanya ingin mengatakan bahwa setiap seseorang yang pernah singgah di hidupmu terutama hatimu akan memberikan suatu pelajaran entah itu kau sadari atau tidak.
Sesingkat apapun awal pertemuan itu bisa jadi ada pertemuan-pertemuan selanjutnya yang mengejutkan.
Selamat malam.
Abis baca2 file di laptop... dan baca surat yg ga bakal nyampe ke penerimanya. Sedih bacanya. Surat yg pertama penuh harap. Surat yg selanjutnya nyesel. Hidup emang roller coaster ya. Kadang ngasih harapan kadang bikin down. Masalahnya sekarang... lagi di bawah. Lagi masa ngelupain tapi keingetan terus. Nyay.
Ada gadis yang meracau
Mempertanyakan hidup
Sebegitu tak adilnya
Sebegitu tak berpihak padanya
Ia benci
Benci
Terkurung di balik jeruji besi
Dihina
Tak dianggap
Dunia tak adil
Tak adil
Jeritnya
Pilu menyayat hati
Tapi tak ada yang mampu tuk selamatkannya
Hanya dialah yang mampu selamatkan
Batinnya dari keterkoyakan
Pikirannya yang dikendalikan
Manusia lain dengan segala cemoohnya
Kini ia terlepas dari jeruji besi
Menghirup udara segar
Lepas
Bebas
Secepat mungkin ia pergi
Sejauh mungkin ia pergi
Dari penjara tak berwujud
Dahulu, seorang peri kecil diturunkan ke bumi. Sayapnya indah nmenawan. Terlihat lemah tapi sebenarnya tak begitu. Ada gejolak harap menggelora tuk tebarkan benih kebahagiaan di muka bumi.
Ia tak seorang diri, dua sosok insan mengasuhnya. Sepasang kekasih yang diikatkan janji suci. Mereka bahagia Tuhan telah menitipkan peri kecil tersebut. Menyulut gejolak harap pada sang peri semakin besar. Menanam cinta dan kasih.
Kini, peri kecil tersebut telah dewasa. Sayapnya tak semanis dahulu. Senyumnya tak begitu merekah. Harapnya kebanyakan pupus. Gejolak harap tlah sirna. Ia tergerus kejamnya dunia. Benci telah terpatri dalam hatinya. Ia membenci dunia.
Tetapi, dua sosok insan tersebut selalu tersenyum dan bersabar. Tak kenal letih tuk menbuat sang peri untuk terus berjuang mengarungi samudra kehidupan. Mereka percaya bahwa sang peri memiliki kekuatan. Hanya saja, ia terlalu takut tuk menunjukkannya. Tertutupi rasa kecewanya pada dunia.
Oh ya, dua sosok insan itu seringkali sang peri sebut sebagai bapa dan mama. Sang peri selalu percaya bahwa sebutan tersebut memiliki kekuatan magis tersendiri yang melecutnya agar tetap bertahan. Ya, dia harus bertahan agar senyum mereka tetap merekah. Agar segala peluh dan tetes keringat mereka dapat terbayar walau hanya sedikit.
Sekalipun sang peri kehilangan alasan untuk tinggal di muka bumi, ia kan teringat dua sosok insan tersebut. Bapa dan mama adalah alasan perjuangan hidupnya.
Hujan
Datang
Temani langkah kakiku
Bergemericik
Menggema
Basah kuyup
Tak mengapa
Hujan telah menjadi teman
Di kala mata berkaca-kaca
Membendung perih yang mengisi
Meneteskan letih yang menyiksa
Airnya jatuh ke bumi
Bercampur tetes air mata
Yang tersamarkan
Ada harap dalam tetes itu
Meresap ke tanah
Berharap kan tumbuh
Berbuah kemudian dipetik
Tapi tidak
Tidak
Harap ini kosong belaka
Tiada makna
Tiada arti
Sang empunya telah melepas pergi harapnya
Bersamaan dengan orang yang diharapnya
Merelakan harapnya jatuh ke tanah
Mati
Terkubur
Hilang
Merindu.
Saya merindu.
Pada seorang yang bisa jadi tak merindu.
Pada saya.
Yang sedang menerka.
Tentang siapa yang mengisi ruang hatinya.
Merindu.
Ingin hati berkata.
Ingin hati bersua.
Ingin hati berbincang.
Apa daya tak kuasa.
Takut.
Takut.
Takut.
Merindu.
Bagi sebagian orang adalah hal yang wajar.
Sebagiannya lagi tersiksa.
Merindu.
Membuncah.
Menyesakkan.
Sunyi. Hanya detik jarum jam menemani serta lantunan musik mengalun. Andai telinga mampu dengarkan kata hati mungkin malam ini sangat ramai dengan keluh kesah banyak orang sebelum tidur. Hati saya pun begitu, sedang menjeritkan perasaan yang terpendam tak berujung.
Sudah berapa lama? Menunggu tanpa menunjukkan. Diam seribu bahasa. Menantinya membuka pintu hati yang bisa jadi sarang laba-laba sudah memenuhinya. Letih tuk menerka. Letih tuk berharap.
Siklusnya selalu sama. Menanti kemudian jatuh. Terluka tuk kesekian kalinya karena rasa hanya mampu dipendam. Hanya mampu memercikkan api pengharapan, tiada kata atau pertanda.
Saya tak tahu.
Saya bingung.
Malam ini sangatlah ramai. Hati saya sedang menjerit tuk mencoba lepas dari segala hal. Segala kenangan. Segala memori.
Mengapa? Karena setiap hal kecilnya selalu mengingatkan saya padanya.
....
dan playlist pun memutar lagu tentang perasaan saya.
Hah, semesta kembali berkonspirasi. Paling mengerti bagaimana mewujudkan abstraksi rasa ini. Sayang, si empunya perasaan ini tak sekalipun mampu mewujudkannya.
Lantunan lagu ini seakan membawa saya pada kilasan memori yang untungnya semakin pudar. Terasa manis namun pahit. Manis tuk dikenang. Pahit tuk disadari.
Segala praduga pun bermunculan. Cukup. Cukup. Cukup. Tak ada lagi. Tak akan ada lagi.
Sudahilah semua perkara ini. Saya muak. Lagu ini semakin membunuh saya secara perlahan. Membuai kemudian menampar.
....
Semuanya memang belum jelas. Hanya saja saya tak ingin berharap lebih karena jatuh yang kesekian kalinya mungkin saja membuat mati rasa.