Jumat, 15 Mei 2015

Lantunan Musik Malam Hari

Sunyi. Hanya detik jarum jam menemani serta lantunan musik mengalun. Andai telinga mampu dengarkan kata hati mungkin malam ini sangat ramai dengan keluh kesah banyak orang sebelum tidur. Hati saya pun begitu, sedang menjeritkan perasaan yang terpendam tak berujung.

Sudah berapa lama? Menunggu tanpa menunjukkan. Diam seribu bahasa. Menantinya membuka pintu hati yang bisa jadi sarang laba-laba sudah memenuhinya. Letih tuk menerka. Letih tuk berharap.

Siklusnya selalu sama. Menanti kemudian jatuh. Terluka tuk kesekian kalinya karena rasa hanya mampu dipendam. Hanya mampu memercikkan api pengharapan, tiada kata atau pertanda.

Saya tak tahu.
Saya bingung.

Malam ini sangatlah ramai. Hati saya sedang menjerit tuk mencoba lepas dari segala hal. Segala kenangan. Segala memori.

Mengapa? Karena setiap hal kecilnya selalu mengingatkan saya padanya.

....

dan playlist pun memutar lagu tentang perasaan saya.

Hah, semesta kembali berkonspirasi. Paling mengerti bagaimana mewujudkan abstraksi rasa ini. Sayang, si empunya perasaan ini tak sekalipun mampu mewujudkannya.

Lantunan lagu ini seakan membawa saya pada kilasan memori yang untungnya semakin pudar. Terasa manis namun pahit. Manis tuk dikenang. Pahit tuk disadari.

Segala praduga pun bermunculan. Cukup. Cukup. Cukup. Tak ada lagi. Tak akan ada lagi.

Sudahilah semua perkara ini. Saya muak. Lagu ini semakin membunuh saya secara perlahan. Membuai kemudian menampar.

....

Semuanya memang belum jelas. Hanya saja saya tak ingin berharap lebih karena jatuh yang kesekian kalinya mungkin saja membuat mati rasa.

0 comments:

Posting Komentar

Jumat, 15 Mei 2015

Lantunan Musik Malam Hari

Sunyi. Hanya detik jarum jam menemani serta lantunan musik mengalun. Andai telinga mampu dengarkan kata hati mungkin malam ini sangat ramai dengan keluh kesah banyak orang sebelum tidur. Hati saya pun begitu, sedang menjeritkan perasaan yang terpendam tak berujung.

Sudah berapa lama? Menunggu tanpa menunjukkan. Diam seribu bahasa. Menantinya membuka pintu hati yang bisa jadi sarang laba-laba sudah memenuhinya. Letih tuk menerka. Letih tuk berharap.

Siklusnya selalu sama. Menanti kemudian jatuh. Terluka tuk kesekian kalinya karena rasa hanya mampu dipendam. Hanya mampu memercikkan api pengharapan, tiada kata atau pertanda.

Saya tak tahu.
Saya bingung.

Malam ini sangatlah ramai. Hati saya sedang menjerit tuk mencoba lepas dari segala hal. Segala kenangan. Segala memori.

Mengapa? Karena setiap hal kecilnya selalu mengingatkan saya padanya.

....

dan playlist pun memutar lagu tentang perasaan saya.

Hah, semesta kembali berkonspirasi. Paling mengerti bagaimana mewujudkan abstraksi rasa ini. Sayang, si empunya perasaan ini tak sekalipun mampu mewujudkannya.

Lantunan lagu ini seakan membawa saya pada kilasan memori yang untungnya semakin pudar. Terasa manis namun pahit. Manis tuk dikenang. Pahit tuk disadari.

Segala praduga pun bermunculan. Cukup. Cukup. Cukup. Tak ada lagi. Tak akan ada lagi.

Sudahilah semua perkara ini. Saya muak. Lagu ini semakin membunuh saya secara perlahan. Membuai kemudian menampar.

....

Semuanya memang belum jelas. Hanya saja saya tak ingin berharap lebih karena jatuh yang kesekian kalinya mungkin saja membuat mati rasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Blogger templates

Followers