Senin, 30 Desember 2019

Apakah Ini Saatnya Kembali Menjadi Manusia?

"Tuhan, saya ingin menjadi manusia kembali"

Dulu, saya mengukuhkan hati bahwa tak akan membukanya kembali untuk sementara waktu. Menyembuhkan luka, alasannya. Takut terjatuh dan terseok kembali, logikanya. Namun, seiring waktu diri ini menutup hati, sejalan itu pula hati ini mengeraskan dindingnya. Bahkan, menjadi kebas. Teramat kebas.

Hingga, pada satu waktu, ada jalan cerita yang tak pernah saya sangka akan benar - benar menjadi nyata. Skenario Tuhan memang terlalu ajaib. Ada saja hal yang memang harus terjadi dan terjadilah. Cukup dengan satu pertemuan, hati ini gentar. Goyah. Meragu.

Butuh berapa banyak lagi pengelakan untuk menetapkan bahwa sebenarnya yang telah terjadi bisa saja memang kebetulan? Atau memang Tuhan punya rencana-Nya? Saya tidak tahu. Saya benar-benar tidak tahu.

...

Saya yang mencoba membuka diri, lagi-lagi tak yakin. Ketakutan akan memiliki separuh rasa kembali, ketakutan akan segala penolakan, ketakutan akan kehilangan kembali menggelayuti. Saya benar-benar takut.

Satu lagi, keraguan bahwa memang perasaan ini benar adanya atau saya hanya butuh sebuah pelarian dari penatnya hidup? Saya pun benar-benar ragu.

...

Apa memang semua ini layak untuk dijalani?

Apa memang ini saatnya untuk kembali membuka diri?

Apa memang ini saatnya untuk melunakkan hati dan kembali menjadi manusia seutuhnya yang memiliki perasaan?

Pertanyaan tersebut terus menggerogoti pikiran ini. Tak ada habisnya. Tak ada jawabnya.

....

Apa memang saya harus memberi kesempatan? Untuk kebaikan diri ini?

Tuhan, kuatkan saya jika memang ini yang terbaik jalannya...
Read More

Sabtu, 30 Maret 2019

Menikah?

Terpicu untuk menulis tentang topik ini karena telah menyelesaikan webseries Space# berjudul "Kenapa Belum Nikah?". Bagus serialnya, rekomen untuk ditonton. Ternyata, banyak alasan orang dewasa untuk menunda pernikahan, ya.

Sejujurnya, memasuki usia 20-an, topik menikah begitu hangat diperbincangkan. Satu demi satu teman sekolah/kuliah sudah memasuki fase hidupnya yang baru. Ya, pernikahan. Lalu, bagaimana dengan saya sendiri? Ah, sederhananya, urusan diri sendiri saja masih kelabakan, bagaimana mengurusi dan masuk ke kehidupan orang lain?

...

Dulu (dan mungkin sekarang masih) merencanakan untuk menikah muda. Yaa kira-kira dibawah 25 tahun. Namun, tiba-tiba kenyataan begitu menohok diri ini dan membuat beberapa pikiran terbesit seperti, "Memangnya saya sudah siap?"; "Memangnya bekal buat fase hidup selanjutnya sudah mumpuni?"; oh satu lagi, "Memangnya sudah ada calonnya?". Pertanyaan terakhir sih yang paling menohok.

Ya, mau bagaimana lagi, ditampar kehidupan malah membuat saya skeptis. Apalagi tentang pernikahan. Masih mencari tahu dan belajar lagi. Saya hanya takut salah langkah; salah pilih; karena bagi saya pernikahan sesakral itu, sekali seumur hidup. Ya, istilahnya, masih memperbaiki diri. Semoga jodoh dan sekaligus suami saya nanti juga sedang mempersiapkan dan memperbaiki dirinya ya. *uhuk*

....

Satu lagi, hal yang membuat saya seperti tertahan untuk memasuki jenjang itu. Trauma. Menjadi seorang introvert yang benar-benar pemendam itu sangat membuat lelah terutama dalam hal percintaan. Diam-diam menyimpan rasa, diam-diam mengalah, diam-diam sakit hatinya, diam-diam merelakan, diam-diam melepaska. Saya ga pernah tau gimana caranya mengekspresikan perasaan. Yasudah, dijalani saja lah, kalo jodoh ga kemana, kan, pikir saya. Ujungnya, yang tertoreh hanya luka. Jadinya...... saya mulai gabisa percaya kalo cinta itu benar adanya. Kenapa? People come and go. Selain itu, memiliki perasaan di dunia orang dewasa itu ga semudah cinta monyetnya anak smp/sma. Yang bucin. Yang gausah mikirin lain2nya. Yang... ah terlalu banyak. Saya belajar kalau pernikahan itu mengikatkan 2 keluarga, bukan 2 orang saja. Oleh karena itu, pertimbangannya begitu banyak dan lagi-lagi hal ini membuat saya semakin pemilih dan malah jadi tertutup. hah, ada apa sih sama diri saya.

...

Intinya, sih tulisan ini cuman untuk mencurahkan apa pernikahn bagi saya. Apa yang saya rasain. Saya juga mau berkeluarga, punya tempat buat curhat; berbagi suka duka. Tapi, masih belum yakin juga untuk membuka hati; membuka diri ke orang lain. Saya..... masih takut jatuh hati.
Read More

Selasa, 26 Maret 2019

Sejenak

Andai saat itu masih ada kesempatan untuk membuka hati, diri ini akan lebih peka. Lebih mendengarkan. Lebih merasakan.

Sayang seribu sayang, kenangan tinggallah kenangan. Jalan hidup kita sudah tak berselisihan. Saya hanya menyesal tak mendengarkanmu.

Biar waktu yang menyembuhkan. semoga.
Read More

Senin, 30 Desember 2019

Apakah Ini Saatnya Kembali Menjadi Manusia?

"Tuhan, saya ingin menjadi manusia kembali"

Dulu, saya mengukuhkan hati bahwa tak akan membukanya kembali untuk sementara waktu. Menyembuhkan luka, alasannya. Takut terjatuh dan terseok kembali, logikanya. Namun, seiring waktu diri ini menutup hati, sejalan itu pula hati ini mengeraskan dindingnya. Bahkan, menjadi kebas. Teramat kebas.

Hingga, pada satu waktu, ada jalan cerita yang tak pernah saya sangka akan benar - benar menjadi nyata. Skenario Tuhan memang terlalu ajaib. Ada saja hal yang memang harus terjadi dan terjadilah. Cukup dengan satu pertemuan, hati ini gentar. Goyah. Meragu.

Butuh berapa banyak lagi pengelakan untuk menetapkan bahwa sebenarnya yang telah terjadi bisa saja memang kebetulan? Atau memang Tuhan punya rencana-Nya? Saya tidak tahu. Saya benar-benar tidak tahu.

...

Saya yang mencoba membuka diri, lagi-lagi tak yakin. Ketakutan akan memiliki separuh rasa kembali, ketakutan akan segala penolakan, ketakutan akan kehilangan kembali menggelayuti. Saya benar-benar takut.

Satu lagi, keraguan bahwa memang perasaan ini benar adanya atau saya hanya butuh sebuah pelarian dari penatnya hidup? Saya pun benar-benar ragu.

...

Apa memang semua ini layak untuk dijalani?

Apa memang ini saatnya untuk kembali membuka diri?

Apa memang ini saatnya untuk melunakkan hati dan kembali menjadi manusia seutuhnya yang memiliki perasaan?

Pertanyaan tersebut terus menggerogoti pikiran ini. Tak ada habisnya. Tak ada jawabnya.

....

Apa memang saya harus memberi kesempatan? Untuk kebaikan diri ini?

Tuhan, kuatkan saya jika memang ini yang terbaik jalannya...

Sabtu, 30 Maret 2019

Menikah?

Terpicu untuk menulis tentang topik ini karena telah menyelesaikan webseries Space# berjudul "Kenapa Belum Nikah?". Bagus serialnya, rekomen untuk ditonton. Ternyata, banyak alasan orang dewasa untuk menunda pernikahan, ya.

Sejujurnya, memasuki usia 20-an, topik menikah begitu hangat diperbincangkan. Satu demi satu teman sekolah/kuliah sudah memasuki fase hidupnya yang baru. Ya, pernikahan. Lalu, bagaimana dengan saya sendiri? Ah, sederhananya, urusan diri sendiri saja masih kelabakan, bagaimana mengurusi dan masuk ke kehidupan orang lain?

...

Dulu (dan mungkin sekarang masih) merencanakan untuk menikah muda. Yaa kira-kira dibawah 25 tahun. Namun, tiba-tiba kenyataan begitu menohok diri ini dan membuat beberapa pikiran terbesit seperti, "Memangnya saya sudah siap?"; "Memangnya bekal buat fase hidup selanjutnya sudah mumpuni?"; oh satu lagi, "Memangnya sudah ada calonnya?". Pertanyaan terakhir sih yang paling menohok.

Ya, mau bagaimana lagi, ditampar kehidupan malah membuat saya skeptis. Apalagi tentang pernikahan. Masih mencari tahu dan belajar lagi. Saya hanya takut salah langkah; salah pilih; karena bagi saya pernikahan sesakral itu, sekali seumur hidup. Ya, istilahnya, masih memperbaiki diri. Semoga jodoh dan sekaligus suami saya nanti juga sedang mempersiapkan dan memperbaiki dirinya ya. *uhuk*

....

Satu lagi, hal yang membuat saya seperti tertahan untuk memasuki jenjang itu. Trauma. Menjadi seorang introvert yang benar-benar pemendam itu sangat membuat lelah terutama dalam hal percintaan. Diam-diam menyimpan rasa, diam-diam mengalah, diam-diam sakit hatinya, diam-diam merelakan, diam-diam melepaska. Saya ga pernah tau gimana caranya mengekspresikan perasaan. Yasudah, dijalani saja lah, kalo jodoh ga kemana, kan, pikir saya. Ujungnya, yang tertoreh hanya luka. Jadinya...... saya mulai gabisa percaya kalo cinta itu benar adanya. Kenapa? People come and go. Selain itu, memiliki perasaan di dunia orang dewasa itu ga semudah cinta monyetnya anak smp/sma. Yang bucin. Yang gausah mikirin lain2nya. Yang... ah terlalu banyak. Saya belajar kalau pernikahan itu mengikatkan 2 keluarga, bukan 2 orang saja. Oleh karena itu, pertimbangannya begitu banyak dan lagi-lagi hal ini membuat saya semakin pemilih dan malah jadi tertutup. hah, ada apa sih sama diri saya.

...

Intinya, sih tulisan ini cuman untuk mencurahkan apa pernikahn bagi saya. Apa yang saya rasain. Saya juga mau berkeluarga, punya tempat buat curhat; berbagi suka duka. Tapi, masih belum yakin juga untuk membuka hati; membuka diri ke orang lain. Saya..... masih takut jatuh hati.

Selasa, 26 Maret 2019

Sejenak

Andai saat itu masih ada kesempatan untuk membuka hati, diri ini akan lebih peka. Lebih mendengarkan. Lebih merasakan.

Sayang seribu sayang, kenangan tinggallah kenangan. Jalan hidup kita sudah tak berselisihan. Saya hanya menyesal tak mendengarkanmu.

Biar waktu yang menyembuhkan. semoga.
Diberdayakan oleh Blogger.

Blogger templates

Followers