Rabu, 28 Oktober 2015

Sedikit Rahasia

Ssssttt ada yang berbisik
Hendak berbagi rahasia
Tentang dirinya
Tentang kisahnya

....

Manusia, jelas raganya tapi abstrak perasaannya. Bagaimana tidak ? Setiap kata selalu ada maknanya. Setiap makna kadang berlawanan dengan katanya. Membingungkan ? Memang.

Saya juga manusia. Penuh misteri. Penuh rahasia. Bertopeng.

Orang yang duduk di sebelah saat perjalanan pulang di kereta juga manusia.

Teman saya manusia.

Keluarga saya manusia.

Mereka berbicara? Ya. Mereka berekspresi ? Ya.

Tapi, apakah nyata? Atau hanya pulasan wajah saja atau topeng yang biasa dikenakannya? Hal itu....saya tidak tahu.

Maka, saya ingin berbagi rahasia tentang topeng yang selama ini dikenakan.


......

Berbalut perasaan tidak enak serta tak ingin menyusahkan orang lain. Kata "tidak apa-apa" selalu menjadi refleks tersendiri. Mengiyakan semuanya seakan menjadi kewajiban. Pada akhirnya, terkapar dengan sendirinya. Terlunta mencari solusi dari "masalah" yang dibuat sendiri.

Saya terlalu polos jika dibandingkan boneka di atas lemari. Terlalu idealis dibanding pemikiran para penggerak nasionalis. Terlalu putih dibanding sayap merpati. Terlalu bodoh menghadapi tipu muslihat dunia.

Senyum yang dulu sempat tersungging manis pun hanya sekadar ekspresi bahwa saya baik-baik saja. Selalu menolak bantuan orang lain. Berusaha berdiri sendiri. Mengejar stereotype "anak baik". Dan, kebiasaan-kebiasaan ini menumbuhkan saya. Seorang manusia bertopeng yang tak jelas jati dirinya.

Pahitnya, apa yang diharapkan memang tak selamanya terwujud. Berusaha mandiri dibilang sok bisa. Berusaha berbaik hati tapi diabaikan. Berusaha mengenal baik tapi diabaikan. Berusaha menjadi yang terbaik tapi selalu jatuh.

Kini, kenyataan tersebut melunturkan topeng yang selama ini bertengger manis. Senyumnya pudar. Apatis. Menyerahkan segalanya pada orang lain. Tak ingin peduli.

Ternyata, bertopeng maupun tidak sama saja. Menyusahkan. Dibenci dunia. Membenci dunia.

....

Jadi,  ini sedikit rahasia.
Jangan bilang siapa-siapa.
Barangkali kita bertemu nanti,
mungkin kau bisa menerka apakah saya sedang bertopeng atau tidak.

Selamat Malam.
Read More

Sabtu, 24 Oktober 2015

Meninggalkan Dirimu

Siang ini, matahari begitu menyengat. Tak terasa jarum jam menunjukkan pukul 12. Di bawah langit terik ini, aku sedang bergumul dengan kerumunan orang di jalanan. Terlalu padat dan sesak. Tergesa-gesa melewati kerumunan tersebut karena waktu tak kunjung berhenti.

"Akhirnya, sampai di halte", pikirku. Kulirik jam di tangan, masih lama rupanya. Selama penantian bus, pandangan diedarkan pada sekitar. Ada yang sedang bercengkrama. Menyebrang jalan. Sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Kulayangkan pikiran ke masa dimana mimpi masih layak diperbincangkan. Masa dimana belajar pun masih dapat bercanda. Masa dimana aku dan kamu mengunjungi kampus kuning ini.

Mungkin hingga saat ini, kamu tak pernah menyadari sedikitpun apa yang kurasa. Mungkin hingga nanti kita berjumpa kembali, keadaannya tetap sama. Tak ada artinya aku. Biasa saja. Atau mungkin, kita tak akan pernah berjumpa lagi?

Aku rindu.

Pada mata sendu yg sekali menatapku.

Disini, aku masih tak kuasa membayangkan bahwa kamu tak dapat berjuang dalam ruang yang sama. Disini, aku masih berharap tiba-tiba saja kamu datang. Entah apa alasannya. Entah bagaimana caranya.

Disini, aku berharap ada satu waktu dimana kamu tahu pemilik doa yang selalu ditujukan padamu.

Aku.

...

Suara rem bus menyadarkanku. Hah, kupaksa langkah kaki berayun. Meninggalkan kenangan. Meninggalkan dirimu.

Read More

Selasa, 20 Oktober 2015

"Dan saya mati karena hal yang dijalani bukan yang ingin diperjuangkan."

Read More

Karena ketika saya bersama keluarga, topeng yang dikenakan pun luntur.

Sekali pun, hanya segelintir orang -yang bukan keluarga- yang mampu melihat wajah asli saya.

Read More

Senin, 19 Oktober 2015

-

Teruntuk yang sedang berjuang lebih hingga lupa bahwa malam telah larut,

Semangat dan semangat

..

Walau proses seringkali tak dipandang, tapi yakinlah peluh dan letihnya lebih  bermakna dibanding sekadar status keberhasilannya.

Sekali lagi,
Semangat UTS perdananya,
2015

Read More

Minggu, 18 Oktober 2015

Dengarkan Cerita Ini

Bila esok nanti masih ada perjumpaan,
Sanggupkah saya berdiri tegak menghadapi kenyataan?

...

Sudah berapa lama melewatkan malam tanpa serangkai tulisan? Saya yakin sudah cukup lama. Sayangnya, tak cukup lama untuk menghapus kenangan yang seharusnya tak usah diingat kembali. Tak cukup lama untuk dapat berpindah hati.

Pernah menyesal akan sesuatu yang pernah terjadi? Akan hal yang tak pernah diduga bahkan direncanakan?
Saya pernah.

Apa yang terjadi memang bukan sebuah kebetulan, katanya. Takdir memang menggariskannya seperti itu, katanya. Agar manusia mampu mengambil pelajaran, katanya. Tapi, bagaimana bila yang tersisa hanya luka dan air mata? Bagaimana bila kenangan itu terasa menyiksa? Hingga letih untuk sekadar melupakannya.

...

Masih terpatri di pikiran, ketika hati telah kuasa untuk melupakan apa yang dikata orang manusiawi. Kala itu, saya sudah cukup tegar dan mati rasa jika harus dikatakan. Apatis akan romantisme yang berada di sekitar. Tak peduli bila harus berkeliaran sendiri, sementara orang-orang mengatakan anti sosial banget. Dunia saya ya milik saya. Tak usahlah dibagi dengan orang lain yang tak cukup mengerti bahagia dalam kesendirian.

Hingga akhirnya pertemuan itu menyeruak dalam garis hidup. Tak kuasa dicegah. Dikira tak akan memberi dampak apapun. Satu waktu, saya sadar bahwa pertahanan hati telah runtuh. Hancur-lebur. Satu waktu itu, tetes air mata mengalir. Jatuh tak tertahankan.

Sayangnya, saya terlambat untuk menyadarinya. Ketika tersadar, ketika itu pula mata yang sendu itu memudar. Hilang. Pudar.

Jelas tersirat bahwa perempuan di hadapannya bukanlah siapa-siapa. Bukan satu yang menjadi alasannya bertahan. Bukan alasan di balik perjuangannya.

Bukan.

Bukan.

Bukan.

Bodohnya, perempuan itu masih berharap keajaiban datang dari langit. Bodohnya, langit pun acuh untuk sekadar mendengar jeritnya. Bodohnya, dia kembali jatuh pada orang yang salah.

Bodohnya, perempuan itu adalah saya.


Read More

Sabtu, 17 Oktober 2015

Lelaki di Sebrang Sana

Teruntuk,
Lelaki di sebrang sana

Ada banyak rindu menantimu
Ada banyak doa tertuju padamu
Ada banyak kasih tercipta untukmu

Bila saja kau tahu,
Akulah salah seorangnya

Yang menitip rindu pada langit malam
Yang menitikkan air mata di balik bantal
Yang berselimut tapi sesungguhnya tak tidur

Kau tahu ?
Ada yang bercerita tentangmu
Namun aku hanya mampu tersenyum
Menguatkannya
Walau diriku runtuh

Kau tahu ?
Aku sempat tenggelam pada dalamnya matamu
Pada tulusnya senyummu

Kau tahu ?
Kini aku tenggelam dari mereka yang menantimu
Hilang dari pandanganmu
Tak bersisa wujudnya

....

Kau tahu ?
Hingga detik ini aku masih merindu padamu,
Lelaki di sebrang sana

Read More

Ketika waktu telah bergulir
Sempatkah kembali seperti sediakala?

Tentu tidak,
Karena waktu membunuh dengan sunyi
Karena waktu berlalu begitu cepat
Hingga putusan demi putusan diambil dengan tergesa-gesa

Kini,
Saya menyesal

Telah melewatkan dirimu

Read More

Me challenge myself

Hai.
Jadi, ceritanya mau nantangin diri sendiri.
Nantangin apa sih?

1. Tiap hari setidaknya nulis 1 post di blog
2. Workout sesuai yg ada di app hape

Ini nekat loh. Lagi UTS wkwkwk.

Read More

Jumat, 16 Oktober 2015

Workshop Jurnalistik AYEY

Malam,

Hari ini sangat sangat sangat tidak wacana. Setelah mendapat kabar dari teman tentang workshop jurnalistik, saya berhasil mendarat di fasilkom dengan mulus. Awalnya, banyak hambatan gitu deh gegara perut ga bisa berkompromi terus tapi akhirnya mah dipaksa hehe.

Saya bukan orang yang suka ikutan workshop, sekalipun liat posternya di social media hanya sekadar "ih pengen ikut" tapi gajadi. Maklum, waktu itu masih jadi siswa yang punya keterbatasan waktu dan izin. Setelah jadi mahasiswa, satu mimpi udah terwujud; ikut workshop penulis favorit, sendiri, dan kenalan sama stranger. Gatau sih, soalnya selalu ngira bakal cuma ngayal doang kayak gini atau cuma ada di novel aja yang tokohnya jalan2 sendiri kenalan sama stranger terus nontonin idolanya. Hah, ternyata skenario hidup saya bisa seperti ini :)

Rada kesel juga karena telat dan gadapet konsumsi LAH. Terus dapet ilmunya asa sedikit :( Tapi gapapa tetap senang kok bikin semangat buat nulis lagi, Buat mecut lagi.

Btw, pematerinya siapa sih sampe seneng banget ?

Siapa yha.

.
.
.

Kurniawan Gunadi.
Tau ga? wkwk. Ya, awalnya saya asik fudulin tumblr temen terus ternyata banyak kayak re-blog (saya gatau istilahnya apa) tumblrnya Mas Gun. Yaudah saya baca aja. Waktu itu, saya emang lagi seneng-senengnya baca tulisan semacam prosa yang bijak gitu. Ternyata first impressionnya "lah gue banget". Setelah scroll berkali-kali, akhirnya cuma bisa bilang "ini orang bisa baca pikiran gue bukan sih." Dan, berlanjut seterusnya di tengah hectic masa kelas 12 yang banyak ups and downs nya saya selalu coba buka tumblr Mas Gun. Apalagi, waktu kelas 12 ditambah baperin doi. Eh, tulisannya Mas Gun banyak yg sesuai gitu. Jadi baper. Pas workshop juga tadi dibikin inget doi. Eh maap salah fokus,

Sebenarnya, emang agak tabu sih untuk tahu siap di balik layar tulisan favorit kita. Takut malah jadi subjektif gitu. Tapi, setelah saya workshop dan baca tumblr Mas Gun di kereta ternyata ya tetap gitu cuma jadi kayak  menelaah lebih dalam gitu soalnya udh tau tips and trick dia nulisnya gimana hehe.

Dan, saya baru ngerasain namanya ketemu idola langsung sambil ngegumam "ooh orangnya begini toh". Iya, Mas Gun orangnya keliatan nyantai dan humoris. Bahasan waktu workshopnya ga pake bahasa yang berat dan kadang diselingin joke. Murah senyum pula. Bijaknya juga kepancar gitu -apa karena efek suka baca tulisannya? hehe

Intinya sih, hari ini seneneg. Ternyata emang hidup tuh tentang mencari pengalaman dan menambah ilmu. Ya, bener-bener berharap sama masa kuliah karena waktu sekolah banyak hal yang gabisa dicapai. Semoga to-do-listnya makin banyak centangnya !


Oh ya, mau nyeritain cerita di balik foto ini. Akhirnya, bisa kesampean foto walaupun harus nunggu antrian ttd buku. Nyesel juga ga minta ttd nya -_- Hamdallah, bisa minta foto bareng walaupun setengah maksa. Maafin ya, Mas Gun :p










P.S. : Jadi, baper gitu waktu Mas Gun bilang ada orang yang mau support tulisan dia dan baik banget (ga gini sih bilangnya tapi intinya gitu). Jadi inget sama yang bilang "Has kenapa gama dipublish sih blognya? Ntar gue yang promosiin deh." Hm.
Read More

Kamis, 15 Oktober 2015

Sekali Ini Saja

Sekali ini saja, saya ingin apatis
Menjalani apa yg saya inginkan
Apa yg saya sukai
Tak peduli apa kata orang
Saya hanya ingin terbebas
Dari tuntutan
Tanggung jawab

Saya egois?
Ya, katakan sajalah begitu

Karena, sekali ini saja saya tahu apa yg diinginkan

Read More

Rabu, 14 Oktober 2015

"Lalu, salah bila saya ingin mengulang satu kenangan saja? Salah bila terlalu berharap?"

Read More

Dikira liat2 masa lalu bakal biasa aja. Ternyata, jadi ngarep. Salah lagi.

.
.
.
.



Kuliah udh ga pernah baper.

Read More

Minggu, 11 Oktober 2015

Cerita Hati Masa Sekolah

Katanya sih, cerita masa sekolah

...

Masa sekolah sudah berakhir ya. Masa dimana pagi buta datang ke sekolah dan tak tahu kapan pulangnya-ya, tak tahu karena tak tentu.

Dan, seburuk-buruknya masa yang dikira akan mudah dilupakan tetap saja meninggalkan sisi manis. Apalagi tentang cerita hati.

...

Sekolah, masa dimana emosi fluktuatif dan labil -hingga sekarang pun begitu. Saya masih ingat zaman sd ketika pertama kali menyukai seseorang, rasanya lucu. Berlanjut ke masa putih biru, ah ini terlalu memalukan. Masa dimana emosi benar-benar labil tapi setidaknya saya mampu bertahan menaruh rasa pada seseorang hingga kurang lebih 5 tahun. Berlanjut masa putih abu. Datar tapi tak selamanya. Hingga di penghujung tahun kembali jatuh, sayangnya bukan dia yg sebenar-benarnya tepat.

Harus diakui hati ini sempat berpindah-pindah, tidak tetap. Tapi, setidaknya banyak pelajaran yg mendewasakan. Yang membuat lebih paham dalam mengendalikan emosi juga belajar ikhlas untuk merelakan yang tidak dapat dimiliki, karena memang belum waktunya bukan?

Terimakasih untuk mereka yang sempat menjadi lakon utama di hati. Yang sempat membuat saya tersenyum seharian hanya karena bertemu atau bertegur sapa. Yang sempat membuat air mata berjatuhan dan berujung pada racauan di postingan blog. Terimakasih telah mengajarkan saya bahwa tak semua hal akan berpihak pada kita. Bahwa banyak hal rumit yang sulit dipahami, perasaan.

Cerita hati di sekolah tak akan dilupakan, kan? Saya memang selalu meninggalkan dengan rasa pahit tapi bahagia karena sempat menyimpan rasa itu.

....

Selamat menjadi pelayar hebat, dia dan dia.

Read More

Selasa, 06 Oktober 2015

Kangen sama sosok ini. Jaraknya semakin dijauhkan dan waktu untuk bersua semakin singkat.

Sosok yang menjadi alasan saya untuk selalu bangun dan tersenyum. Sosok yang saya tak mampu berkeluh kesah di depannya karena perjuangannya lebih berat dan sekalipun ia tak pernah mengeluh. Sosok yang selalu meyakinkan saya bahwa hidup tak seburuk yang dipikirkan, bahwa semua akan baik-baik saja.

Saya rindu bapak.

Read More

Lagi Baper

Jadi, gini. Ada yang lagi kangen jadi anak sekolahan padahal dulu sering ngeluh bgt pengen langsung kuliah. Eh ternyata ga segampang itu buat bener2 siap jadi seorang mahanya siswa. Masih merasa jadi siswa.

Jadi, ya saya kangen sama candaan dulu. Masih bisa lenyeh-lenyeh. Presentasi masih bisa sambil bercanda. Nunggu bel istirahat. Nunggu bel pulang. Nonton film di kelas. Tidur di musola. Jajan di kantin. Dan lain-lainnya. Iya saya kangen.

Dulu, kalau ga betah di sekolah ya tinggal pulang ke rumah. Main sama ade. Berantem lah. Pagi2 dengerin teriakan mama buat bangun tidur. Tiap malem ada obrolan ringan sambil nonton. Iya saya kangen.

Intinya, masih adaptasi kan na?
Butuh proses kan?
Emang ga bakal secepat itu buat nyaman sama fase ini karena semuanya terlalu berbeda. Tetiba harus mandiri dan menjadi dewasa saat masih merasa seperti anak kecil.

Ya, balik lagi sih ada kaki untuk bertopang setidaknya saya masih dapat berpijak. Ada tangan yang mampu membangunkan tubuh setidaknya saya tidak terlalu lama terpuruk. Walaupun rasanya sulit buat nemuin pundak untuk bersandar di fase ini. Dan juga masih belum nemuin rumah ke berapanya untuk kembali.

Bisa kok ya.

....

"Berpura-puralah hingga kamu lupa bahwa kamu sedang berpura-pura."

Read More

Minggu, 04 Oktober 2015

Mau post random. Masih inget kejadian sabtu kemarin. Awkward bgt. Sampe sekarang gamau ketemu lagi. Tapi, sialnya seharian sabtu kemarin malab ketemu terus. Rasanya..... pengen pake kresek aja seharian itu :"








....

Udah selesai deh na. Yha. Baper.

Read More

Ga ada yang lebih pahit dari penyesalan karena ga pernah nyoba, karena ngambil keputusan yg salah untuk masa depan lo





















.....

Masih belum bisa kerasan di tempat ini. Masih belum bisa janjiin masa depan yg diinginkan.

Read More

Kamis, 01 Oktober 2015

"Cause I never thought living a life without passion would be a nightmare."

Read More

Saya Malu

Teruntuk
Yang berlari lebih cepat
Yang tidur lebih larut
Yang menjadi lebih peka
Yang menjadi garda terdepan
Yang keluhnya tak pernah tersirat

Saya malu

Karena
Berlari pun tak mau
Tidur pun ingin selalu di awal
Egoisme selalu menguasai
Selalu berusaha menjadi yang dilindungi
Keluhnya tak pernah usai

Lagi-lagi,
Saya malu

...

08.36, kereta menuju kota hujan

Read More

Rabu, 28 Oktober 2015

Sedikit Rahasia

Ssssttt ada yang berbisik
Hendak berbagi rahasia
Tentang dirinya
Tentang kisahnya

....

Manusia, jelas raganya tapi abstrak perasaannya. Bagaimana tidak ? Setiap kata selalu ada maknanya. Setiap makna kadang berlawanan dengan katanya. Membingungkan ? Memang.

Saya juga manusia. Penuh misteri. Penuh rahasia. Bertopeng.

Orang yang duduk di sebelah saat perjalanan pulang di kereta juga manusia.

Teman saya manusia.

Keluarga saya manusia.

Mereka berbicara? Ya. Mereka berekspresi ? Ya.

Tapi, apakah nyata? Atau hanya pulasan wajah saja atau topeng yang biasa dikenakannya? Hal itu....saya tidak tahu.

Maka, saya ingin berbagi rahasia tentang topeng yang selama ini dikenakan.


......

Berbalut perasaan tidak enak serta tak ingin menyusahkan orang lain. Kata "tidak apa-apa" selalu menjadi refleks tersendiri. Mengiyakan semuanya seakan menjadi kewajiban. Pada akhirnya, terkapar dengan sendirinya. Terlunta mencari solusi dari "masalah" yang dibuat sendiri.

Saya terlalu polos jika dibandingkan boneka di atas lemari. Terlalu idealis dibanding pemikiran para penggerak nasionalis. Terlalu putih dibanding sayap merpati. Terlalu bodoh menghadapi tipu muslihat dunia.

Senyum yang dulu sempat tersungging manis pun hanya sekadar ekspresi bahwa saya baik-baik saja. Selalu menolak bantuan orang lain. Berusaha berdiri sendiri. Mengejar stereotype "anak baik". Dan, kebiasaan-kebiasaan ini menumbuhkan saya. Seorang manusia bertopeng yang tak jelas jati dirinya.

Pahitnya, apa yang diharapkan memang tak selamanya terwujud. Berusaha mandiri dibilang sok bisa. Berusaha berbaik hati tapi diabaikan. Berusaha mengenal baik tapi diabaikan. Berusaha menjadi yang terbaik tapi selalu jatuh.

Kini, kenyataan tersebut melunturkan topeng yang selama ini bertengger manis. Senyumnya pudar. Apatis. Menyerahkan segalanya pada orang lain. Tak ingin peduli.

Ternyata, bertopeng maupun tidak sama saja. Menyusahkan. Dibenci dunia. Membenci dunia.

....

Jadi,  ini sedikit rahasia.
Jangan bilang siapa-siapa.
Barangkali kita bertemu nanti,
mungkin kau bisa menerka apakah saya sedang bertopeng atau tidak.

Selamat Malam.

Sabtu, 24 Oktober 2015

Meninggalkan Dirimu

Siang ini, matahari begitu menyengat. Tak terasa jarum jam menunjukkan pukul 12. Di bawah langit terik ini, aku sedang bergumul dengan kerumunan orang di jalanan. Terlalu padat dan sesak. Tergesa-gesa melewati kerumunan tersebut karena waktu tak kunjung berhenti.

"Akhirnya, sampai di halte", pikirku. Kulirik jam di tangan, masih lama rupanya. Selama penantian bus, pandangan diedarkan pada sekitar. Ada yang sedang bercengkrama. Menyebrang jalan. Sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Kulayangkan pikiran ke masa dimana mimpi masih layak diperbincangkan. Masa dimana belajar pun masih dapat bercanda. Masa dimana aku dan kamu mengunjungi kampus kuning ini.

Mungkin hingga saat ini, kamu tak pernah menyadari sedikitpun apa yang kurasa. Mungkin hingga nanti kita berjumpa kembali, keadaannya tetap sama. Tak ada artinya aku. Biasa saja. Atau mungkin, kita tak akan pernah berjumpa lagi?

Aku rindu.

Pada mata sendu yg sekali menatapku.

Disini, aku masih tak kuasa membayangkan bahwa kamu tak dapat berjuang dalam ruang yang sama. Disini, aku masih berharap tiba-tiba saja kamu datang. Entah apa alasannya. Entah bagaimana caranya.

Disini, aku berharap ada satu waktu dimana kamu tahu pemilik doa yang selalu ditujukan padamu.

Aku.

...

Suara rem bus menyadarkanku. Hah, kupaksa langkah kaki berayun. Meninggalkan kenangan. Meninggalkan dirimu.

Selasa, 20 Oktober 2015

"Dan saya mati karena hal yang dijalani bukan yang ingin diperjuangkan."

Karena ketika saya bersama keluarga, topeng yang dikenakan pun luntur.

Sekali pun, hanya segelintir orang -yang bukan keluarga- yang mampu melihat wajah asli saya.

Senin, 19 Oktober 2015

-

Teruntuk yang sedang berjuang lebih hingga lupa bahwa malam telah larut,

Semangat dan semangat

..

Walau proses seringkali tak dipandang, tapi yakinlah peluh dan letihnya lebih  bermakna dibanding sekadar status keberhasilannya.

Sekali lagi,
Semangat UTS perdananya,
2015

Minggu, 18 Oktober 2015

Dengarkan Cerita Ini

Bila esok nanti masih ada perjumpaan,
Sanggupkah saya berdiri tegak menghadapi kenyataan?

...

Sudah berapa lama melewatkan malam tanpa serangkai tulisan? Saya yakin sudah cukup lama. Sayangnya, tak cukup lama untuk menghapus kenangan yang seharusnya tak usah diingat kembali. Tak cukup lama untuk dapat berpindah hati.

Pernah menyesal akan sesuatu yang pernah terjadi? Akan hal yang tak pernah diduga bahkan direncanakan?
Saya pernah.

Apa yang terjadi memang bukan sebuah kebetulan, katanya. Takdir memang menggariskannya seperti itu, katanya. Agar manusia mampu mengambil pelajaran, katanya. Tapi, bagaimana bila yang tersisa hanya luka dan air mata? Bagaimana bila kenangan itu terasa menyiksa? Hingga letih untuk sekadar melupakannya.

...

Masih terpatri di pikiran, ketika hati telah kuasa untuk melupakan apa yang dikata orang manusiawi. Kala itu, saya sudah cukup tegar dan mati rasa jika harus dikatakan. Apatis akan romantisme yang berada di sekitar. Tak peduli bila harus berkeliaran sendiri, sementara orang-orang mengatakan anti sosial banget. Dunia saya ya milik saya. Tak usahlah dibagi dengan orang lain yang tak cukup mengerti bahagia dalam kesendirian.

Hingga akhirnya pertemuan itu menyeruak dalam garis hidup. Tak kuasa dicegah. Dikira tak akan memberi dampak apapun. Satu waktu, saya sadar bahwa pertahanan hati telah runtuh. Hancur-lebur. Satu waktu itu, tetes air mata mengalir. Jatuh tak tertahankan.

Sayangnya, saya terlambat untuk menyadarinya. Ketika tersadar, ketika itu pula mata yang sendu itu memudar. Hilang. Pudar.

Jelas tersirat bahwa perempuan di hadapannya bukanlah siapa-siapa. Bukan satu yang menjadi alasannya bertahan. Bukan alasan di balik perjuangannya.

Bukan.

Bukan.

Bukan.

Bodohnya, perempuan itu masih berharap keajaiban datang dari langit. Bodohnya, langit pun acuh untuk sekadar mendengar jeritnya. Bodohnya, dia kembali jatuh pada orang yang salah.

Bodohnya, perempuan itu adalah saya.


Sabtu, 17 Oktober 2015

Lelaki di Sebrang Sana

Teruntuk,
Lelaki di sebrang sana

Ada banyak rindu menantimu
Ada banyak doa tertuju padamu
Ada banyak kasih tercipta untukmu

Bila saja kau tahu,
Akulah salah seorangnya

Yang menitip rindu pada langit malam
Yang menitikkan air mata di balik bantal
Yang berselimut tapi sesungguhnya tak tidur

Kau tahu ?
Ada yang bercerita tentangmu
Namun aku hanya mampu tersenyum
Menguatkannya
Walau diriku runtuh

Kau tahu ?
Aku sempat tenggelam pada dalamnya matamu
Pada tulusnya senyummu

Kau tahu ?
Kini aku tenggelam dari mereka yang menantimu
Hilang dari pandanganmu
Tak bersisa wujudnya

....

Kau tahu ?
Hingga detik ini aku masih merindu padamu,
Lelaki di sebrang sana

Ketika waktu telah bergulir
Sempatkah kembali seperti sediakala?

Tentu tidak,
Karena waktu membunuh dengan sunyi
Karena waktu berlalu begitu cepat
Hingga putusan demi putusan diambil dengan tergesa-gesa

Kini,
Saya menyesal

Telah melewatkan dirimu

Me challenge myself

Hai.
Jadi, ceritanya mau nantangin diri sendiri.
Nantangin apa sih?

1. Tiap hari setidaknya nulis 1 post di blog
2. Workout sesuai yg ada di app hape

Ini nekat loh. Lagi UTS wkwkwk.

Jumat, 16 Oktober 2015

Workshop Jurnalistik AYEY

Malam,

Hari ini sangat sangat sangat tidak wacana. Setelah mendapat kabar dari teman tentang workshop jurnalistik, saya berhasil mendarat di fasilkom dengan mulus. Awalnya, banyak hambatan gitu deh gegara perut ga bisa berkompromi terus tapi akhirnya mah dipaksa hehe.

Saya bukan orang yang suka ikutan workshop, sekalipun liat posternya di social media hanya sekadar "ih pengen ikut" tapi gajadi. Maklum, waktu itu masih jadi siswa yang punya keterbatasan waktu dan izin. Setelah jadi mahasiswa, satu mimpi udah terwujud; ikut workshop penulis favorit, sendiri, dan kenalan sama stranger. Gatau sih, soalnya selalu ngira bakal cuma ngayal doang kayak gini atau cuma ada di novel aja yang tokohnya jalan2 sendiri kenalan sama stranger terus nontonin idolanya. Hah, ternyata skenario hidup saya bisa seperti ini :)

Rada kesel juga karena telat dan gadapet konsumsi LAH. Terus dapet ilmunya asa sedikit :( Tapi gapapa tetap senang kok bikin semangat buat nulis lagi, Buat mecut lagi.

Btw, pematerinya siapa sih sampe seneng banget ?

Siapa yha.

.
.
.

Kurniawan Gunadi.
Tau ga? wkwk. Ya, awalnya saya asik fudulin tumblr temen terus ternyata banyak kayak re-blog (saya gatau istilahnya apa) tumblrnya Mas Gun. Yaudah saya baca aja. Waktu itu, saya emang lagi seneng-senengnya baca tulisan semacam prosa yang bijak gitu. Ternyata first impressionnya "lah gue banget". Setelah scroll berkali-kali, akhirnya cuma bisa bilang "ini orang bisa baca pikiran gue bukan sih." Dan, berlanjut seterusnya di tengah hectic masa kelas 12 yang banyak ups and downs nya saya selalu coba buka tumblr Mas Gun. Apalagi, waktu kelas 12 ditambah baperin doi. Eh, tulisannya Mas Gun banyak yg sesuai gitu. Jadi baper. Pas workshop juga tadi dibikin inget doi. Eh maap salah fokus,

Sebenarnya, emang agak tabu sih untuk tahu siap di balik layar tulisan favorit kita. Takut malah jadi subjektif gitu. Tapi, setelah saya workshop dan baca tumblr Mas Gun di kereta ternyata ya tetap gitu cuma jadi kayak  menelaah lebih dalam gitu soalnya udh tau tips and trick dia nulisnya gimana hehe.

Dan, saya baru ngerasain namanya ketemu idola langsung sambil ngegumam "ooh orangnya begini toh". Iya, Mas Gun orangnya keliatan nyantai dan humoris. Bahasan waktu workshopnya ga pake bahasa yang berat dan kadang diselingin joke. Murah senyum pula. Bijaknya juga kepancar gitu -apa karena efek suka baca tulisannya? hehe

Intinya sih, hari ini seneneg. Ternyata emang hidup tuh tentang mencari pengalaman dan menambah ilmu. Ya, bener-bener berharap sama masa kuliah karena waktu sekolah banyak hal yang gabisa dicapai. Semoga to-do-listnya makin banyak centangnya !


Oh ya, mau nyeritain cerita di balik foto ini. Akhirnya, bisa kesampean foto walaupun harus nunggu antrian ttd buku. Nyesel juga ga minta ttd nya -_- Hamdallah, bisa minta foto bareng walaupun setengah maksa. Maafin ya, Mas Gun :p










P.S. : Jadi, baper gitu waktu Mas Gun bilang ada orang yang mau support tulisan dia dan baik banget (ga gini sih bilangnya tapi intinya gitu). Jadi inget sama yang bilang "Has kenapa gama dipublish sih blognya? Ntar gue yang promosiin deh." Hm.

Kamis, 15 Oktober 2015

Sekali Ini Saja

Sekali ini saja, saya ingin apatis
Menjalani apa yg saya inginkan
Apa yg saya sukai
Tak peduli apa kata orang
Saya hanya ingin terbebas
Dari tuntutan
Tanggung jawab

Saya egois?
Ya, katakan sajalah begitu

Karena, sekali ini saja saya tahu apa yg diinginkan

Rabu, 14 Oktober 2015

"Lalu, salah bila saya ingin mengulang satu kenangan saja? Salah bila terlalu berharap?"

Dikira liat2 masa lalu bakal biasa aja. Ternyata, jadi ngarep. Salah lagi.

.
.
.
.



Kuliah udh ga pernah baper.

Minggu, 11 Oktober 2015

Cerita Hati Masa Sekolah

Katanya sih, cerita masa sekolah

...

Masa sekolah sudah berakhir ya. Masa dimana pagi buta datang ke sekolah dan tak tahu kapan pulangnya-ya, tak tahu karena tak tentu.

Dan, seburuk-buruknya masa yang dikira akan mudah dilupakan tetap saja meninggalkan sisi manis. Apalagi tentang cerita hati.

...

Sekolah, masa dimana emosi fluktuatif dan labil -hingga sekarang pun begitu. Saya masih ingat zaman sd ketika pertama kali menyukai seseorang, rasanya lucu. Berlanjut ke masa putih biru, ah ini terlalu memalukan. Masa dimana emosi benar-benar labil tapi setidaknya saya mampu bertahan menaruh rasa pada seseorang hingga kurang lebih 5 tahun. Berlanjut masa putih abu. Datar tapi tak selamanya. Hingga di penghujung tahun kembali jatuh, sayangnya bukan dia yg sebenar-benarnya tepat.

Harus diakui hati ini sempat berpindah-pindah, tidak tetap. Tapi, setidaknya banyak pelajaran yg mendewasakan. Yang membuat lebih paham dalam mengendalikan emosi juga belajar ikhlas untuk merelakan yang tidak dapat dimiliki, karena memang belum waktunya bukan?

Terimakasih untuk mereka yang sempat menjadi lakon utama di hati. Yang sempat membuat saya tersenyum seharian hanya karena bertemu atau bertegur sapa. Yang sempat membuat air mata berjatuhan dan berujung pada racauan di postingan blog. Terimakasih telah mengajarkan saya bahwa tak semua hal akan berpihak pada kita. Bahwa banyak hal rumit yang sulit dipahami, perasaan.

Cerita hati di sekolah tak akan dilupakan, kan? Saya memang selalu meninggalkan dengan rasa pahit tapi bahagia karena sempat menyimpan rasa itu.

....

Selamat menjadi pelayar hebat, dia dan dia.

Selasa, 06 Oktober 2015

Kangen sama sosok ini. Jaraknya semakin dijauhkan dan waktu untuk bersua semakin singkat.

Sosok yang menjadi alasan saya untuk selalu bangun dan tersenyum. Sosok yang saya tak mampu berkeluh kesah di depannya karena perjuangannya lebih berat dan sekalipun ia tak pernah mengeluh. Sosok yang selalu meyakinkan saya bahwa hidup tak seburuk yang dipikirkan, bahwa semua akan baik-baik saja.

Saya rindu bapak.

Lagi Baper

Jadi, gini. Ada yang lagi kangen jadi anak sekolahan padahal dulu sering ngeluh bgt pengen langsung kuliah. Eh ternyata ga segampang itu buat bener2 siap jadi seorang mahanya siswa. Masih merasa jadi siswa.

Jadi, ya saya kangen sama candaan dulu. Masih bisa lenyeh-lenyeh. Presentasi masih bisa sambil bercanda. Nunggu bel istirahat. Nunggu bel pulang. Nonton film di kelas. Tidur di musola. Jajan di kantin. Dan lain-lainnya. Iya saya kangen.

Dulu, kalau ga betah di sekolah ya tinggal pulang ke rumah. Main sama ade. Berantem lah. Pagi2 dengerin teriakan mama buat bangun tidur. Tiap malem ada obrolan ringan sambil nonton. Iya saya kangen.

Intinya, masih adaptasi kan na?
Butuh proses kan?
Emang ga bakal secepat itu buat nyaman sama fase ini karena semuanya terlalu berbeda. Tetiba harus mandiri dan menjadi dewasa saat masih merasa seperti anak kecil.

Ya, balik lagi sih ada kaki untuk bertopang setidaknya saya masih dapat berpijak. Ada tangan yang mampu membangunkan tubuh setidaknya saya tidak terlalu lama terpuruk. Walaupun rasanya sulit buat nemuin pundak untuk bersandar di fase ini. Dan juga masih belum nemuin rumah ke berapanya untuk kembali.

Bisa kok ya.

....

"Berpura-puralah hingga kamu lupa bahwa kamu sedang berpura-pura."

Minggu, 04 Oktober 2015

Mau post random. Masih inget kejadian sabtu kemarin. Awkward bgt. Sampe sekarang gamau ketemu lagi. Tapi, sialnya seharian sabtu kemarin malab ketemu terus. Rasanya..... pengen pake kresek aja seharian itu :"








....

Udah selesai deh na. Yha. Baper.

Ga ada yang lebih pahit dari penyesalan karena ga pernah nyoba, karena ngambil keputusan yg salah untuk masa depan lo





















.....

Masih belum bisa kerasan di tempat ini. Masih belum bisa janjiin masa depan yg diinginkan.

Kamis, 01 Oktober 2015

"Cause I never thought living a life without passion would be a nightmare."

Saya Malu

Teruntuk
Yang berlari lebih cepat
Yang tidur lebih larut
Yang menjadi lebih peka
Yang menjadi garda terdepan
Yang keluhnya tak pernah tersirat

Saya malu

Karena
Berlari pun tak mau
Tidur pun ingin selalu di awal
Egoisme selalu menguasai
Selalu berusaha menjadi yang dilindungi
Keluhnya tak pernah usai

Lagi-lagi,
Saya malu

...

08.36, kereta menuju kota hujan

Diberdayakan oleh Blogger.

Blogger templates

Followers