Minggu, 31 Mei 2015

Sabtu, 30 Mei 2015

Random

Abis baca2 file di laptop... dan baca surat yg ga bakal nyampe ke penerimanya. Sedih bacanya. Surat yg pertama penuh harap. Surat yg selanjutnya nyesel. Hidup emang roller coaster ya. Kadang ngasih harapan kadang bikin down. Masalahnya sekarang... lagi di bawah. Lagi masa ngelupain tapi keingetan terus. Nyay.

Read More

Kamis, 28 Mei 2015

Penjara Tak Berwujud

Ada gadis yang meracau
Mempertanyakan hidup
Sebegitu tak adilnya
Sebegitu tak berpihak padanya
Ia benci
Benci

Terkurung di balik jeruji besi
Dihina
Tak dianggap

Dunia tak adil
Tak adil
Jeritnya

Pilu menyayat hati
Tapi tak ada yang mampu tuk selamatkannya
Hanya dialah yang mampu selamatkan
Batinnya dari keterkoyakan
Pikirannya yang dikendalikan
Manusia lain dengan segala cemoohnya

Kini ia terlepas dari jeruji besi
Menghirup udara segar
Lepas
Bebas

Secepat mungkin ia pergi
Sejauh mungkin ia pergi

Dari penjara tak berwujud

Read More

Alasan Sang Peri

Dahulu, seorang peri kecil diturunkan ke bumi. Sayapnya indah nmenawan. Terlihat lemah tapi sebenarnya tak begitu. Ada gejolak harap menggelora tuk tebarkan benih kebahagiaan di muka bumi.

Ia tak seorang diri, dua sosok insan mengasuhnya. Sepasang kekasih yang diikatkan janji suci. Mereka bahagia Tuhan telah menitipkan peri kecil tersebut. Menyulut gejolak harap pada sang peri semakin besar.  Menanam cinta dan kasih.

Kini, peri kecil tersebut telah dewasa. Sayapnya tak semanis dahulu. Senyumnya tak begitu merekah. Harapnya kebanyakan pupus. Gejolak harap tlah sirna. Ia tergerus kejamnya dunia. Benci telah terpatri dalam hatinya. Ia membenci dunia.

Tetapi, dua sosok insan tersebut selalu tersenyum dan bersabar. Tak kenal letih tuk menbuat sang peri untuk terus berjuang mengarungi samudra kehidupan. Mereka percaya bahwa sang peri memiliki kekuatan. Hanya saja, ia terlalu takut tuk menunjukkannya. Tertutupi rasa kecewanya pada dunia.

Oh ya, dua sosok insan itu seringkali sang peri sebut sebagai bapa dan mama. Sang peri selalu percaya bahwa sebutan tersebut memiliki kekuatan magis tersendiri yang melecutnya agar tetap bertahan. Ya, dia harus bertahan agar senyum mereka tetap merekah. Agar segala peluh dan tetes keringat mereka dapat terbayar walau hanya sedikit.

Sekalipun sang peri kehilangan alasan untuk tinggal di muka bumi, ia kan teringat dua sosok insan tersebut. Bapa dan mama adalah alasan perjuangan hidupnya.

Read More

Rabu, 27 Mei 2015

Melepas Rasa

Untuk yang sempat mengisi hati belakangan ini,

...

Ada yang terpendam
Menyesaki hati
Memenuhi pikiran
Suatu rahasia
Yang saya simpan rapat - rapat

Ada yang memaksa
Ego tuk miliki
Logika pun melarang
Biar semua berjarak
Biar tak ada yang jatuh
Apalagi hancur
Terpuruk

Ada yang berharap
Tapi tak ingin
Karena realita berbanding terbalik
Tak ingin dirinya terjungkir balik
Karena kejujuran yang menyakitkan

Ada yang merindu
Tak mampu sampaikan
Cukup Sang Pencipta sampaikan
Segala doa yang tercurah
Di malam kelam

Diam-diam
Diam-diam
Sudahlah sudah

Biar penghujung tahun melepas
Segala harap yang tercipta
Merelakan yang tersayang
Pergi tanpa mengetahui
Bahwa
Ada yang menaruh rasa padanya

...

Bilamana beberapa tahun ke depan kita berjumpa, mungkin kita telah terpaut pada hati yang lain.
Selamat tinggal.
Read More

Lembar Baru

Dan, masa sekolah pun telah berakhir.

...

Sudah resmi menjadi alumni, nih. Artinya, masa SMA saya sudah selesai. Tak ada yang spesial selama 3 tahun ke belakang karena jujur saya anti-sosial sekali di masa ini. Teman pun ya hanya sebatas teman kelas atau ekskul. Tida kurang atau lebih. Saya tak begitu menikmati masa ini. Mengapa? Memang pada dasarnya masa SMA adalah masa terindah bagi seseorang. Dimana mereka mebentuk momen - momen manis yang langka ditemukan pada jenjang kehidupan selanjutnya. Tapi, saya terlalu larut dalam pikiran sendiri. Terlalu banyak pikiran negatif menghampiri hingga saya terlalu lelah untuk mengenal orang - orang. Mungkin, saya tidak menemukan zona nyaman dalam masa ini. Manusia mencari zona nyaman, bukan?

Setidaknya banyak kekurangan yang saya temukan di masa ini. Saya pun jadi bisa intropeksi diri. Memperbaiki kesalahan agar tidak kembali terulang di masa selanjutnya. Tidak, saya tidak ingin intropeksi diri hanya sebagai teori belaka. Saya benar-benar ingin merubah diri menjadi lebih baik semacam lebih optimis, percaya diri, dan aktif karena saya lelah menjadi diri saya yang sekarang.

Selamat datang masa baru. Semoga segala harap dapat terwujud. Semoga lembar baru menjadikan pribadi baru yang lebih baik bagi saya. Walau dunia SMA sangatlah abu - abu, tetapi saya berterimakasih karena tanpa masa ini saya tak akan bisa memahami diri saya. Saya tak akan mampu memecut diri untuk menjadi lebih baik. Terimakasih :)

Semoga 5 tahun ke depan saya telah menjadi pribadi yang lebih baik lagi yang orang kira saya tak akan mampu menjadi seperti itu. Tidak sering cengengesan. Mampu membawa diri pada keadaan.

Selamat berjumpa lagi di masa depan, teman SMA :)
Read More

Jumat, 22 Mei 2015

"Rasa sakit itu bukan saat kali pertama hati terluka. Tapi, ketika ada yang kembali membuka luka lama tersebut."

-hasnanabilaa

Read More

Kamis, 21 Mei 2015

Harapnya

Hujan
Datang
Temani langkah kakiku
Bergemericik
Menggema

Basah kuyup
Tak mengapa
Hujan telah menjadi teman
Di kala mata berkaca-kaca
Membendung perih yang mengisi
Meneteskan letih yang menyiksa

Airnya jatuh ke bumi
Bercampur tetes air mata
Yang tersamarkan

Ada harap dalam tetes itu
Meresap ke tanah
Berharap kan tumbuh
Berbuah kemudian dipetik

Tapi tidak
Tidak

Harap ini kosong belaka
Tiada makna
Tiada arti

Sang empunya telah melepas pergi harapnya
Bersamaan dengan orang yang diharapnya

Merelakan harapnya jatuh ke tanah
Mati
Terkubur
Hilang

Read More

Senin, 18 Mei 2015

Numb. Numb. Numb. Numb. Numb. Numb. Numb. Numb. Numb .numb. numb. Numb. Numb. Numb. Numb .numb. numb. Numb. Numb. Numb.


Udah ga peduli. Cape gini terus. Cape jatoh.

Read More

Minggu, 17 Mei 2015

"Ada kalanya logika harus merajai perasaan supaya menjadi tameng bagi hati. Biar tak terluka. Biar saja semua mengalir."

"Mungkin masing2 harus berjuang tanpa ada yang menemani."

"Sepertinya saya harus berhenti dabln meninggalkan masa lalu."

- tertanda, yang sedang lelah batinnya

Read More

Jumat, 15 Mei 2015

Merindu

Merindu.
Saya merindu.
Pada seorang yang bisa jadi tak merindu.
Pada saya.
Yang sedang menerka.
Tentang siapa yang mengisi ruang hatinya.

Merindu.
Ingin hati berkata.
Ingin hati bersua.
Ingin hati berbincang.
Apa daya tak kuasa.
Takut.
Takut.
Takut.

Merindu.
Bagi sebagian orang adalah hal yang wajar.
Sebagiannya lagi tersiksa.

Merindu.
Membuncah.
Menyesakkan.

Read More

Lantunan Musik Malam Hari

Sunyi. Hanya detik jarum jam menemani serta lantunan musik mengalun. Andai telinga mampu dengarkan kata hati mungkin malam ini sangat ramai dengan keluh kesah banyak orang sebelum tidur. Hati saya pun begitu, sedang menjeritkan perasaan yang terpendam tak berujung.

Sudah berapa lama? Menunggu tanpa menunjukkan. Diam seribu bahasa. Menantinya membuka pintu hati yang bisa jadi sarang laba-laba sudah memenuhinya. Letih tuk menerka. Letih tuk berharap.

Siklusnya selalu sama. Menanti kemudian jatuh. Terluka tuk kesekian kalinya karena rasa hanya mampu dipendam. Hanya mampu memercikkan api pengharapan, tiada kata atau pertanda.

Saya tak tahu.
Saya bingung.

Malam ini sangatlah ramai. Hati saya sedang menjerit tuk mencoba lepas dari segala hal. Segala kenangan. Segala memori.

Mengapa? Karena setiap hal kecilnya selalu mengingatkan saya padanya.

....

dan playlist pun memutar lagu tentang perasaan saya.

Hah, semesta kembali berkonspirasi. Paling mengerti bagaimana mewujudkan abstraksi rasa ini. Sayang, si empunya perasaan ini tak sekalipun mampu mewujudkannya.

Lantunan lagu ini seakan membawa saya pada kilasan memori yang untungnya semakin pudar. Terasa manis namun pahit. Manis tuk dikenang. Pahit tuk disadari.

Segala praduga pun bermunculan. Cukup. Cukup. Cukup. Tak ada lagi. Tak akan ada lagi.

Sudahilah semua perkara ini. Saya muak. Lagu ini semakin membunuh saya secara perlahan. Membuai kemudian menampar.

....

Semuanya memang belum jelas. Hanya saja saya tak ingin berharap lebih karena jatuh yang kesekian kalinya mungkin saja membuat mati rasa.

Read More

Kamis, 14 Mei 2015

Selasa, 12 Mei 2015

Pergi, Pergi, Pergi

Sekian lama terkungkung rantai pengharapan
Menjerit, memberontak pun tak kuasa
Berlari hanya membuang peluh
Menguras emosi dan tenaga
Saya lelah

Semesta berkonspirasi 
Membuat situasi rumit
Takdir menyudutkan 
Memojokkan pada sudut mati
Saya menyerah

Saya ingin pergi, tak diizinkan
Saya ingin menghindar, tak diizinkan
Saya ingin menghilang, tak diizinkan
Saya ingin rasa ini mati, ditolak mentah - mentah

Lalu bagaimana?

Tolong pergi
Saya memohon

Jangan datang lagi
Jangan kembali lagi
Jangan meninggalkan apapun

Cukup luka ini saja yang menjadi kenangan
Cukup air mata ini yang menjelaskan
Tentang rasa terpendam yang telah mati
Yang telah berontak 
Yang telah letih
Untuk terus berharap dunia memihaknya

Jadi,
pergilah
pergilah
pergilah

Dan, jangan kembali.



Read More

Senin, 11 Mei 2015

Lagi - Lagi Kamu

Gelap, kelam, dingin                                         Seketika itu pula cahaya menerangi
Tak terlihat apapun                                            Ah, cahaya lilin
Tak terdengar apapun                                        Siapa?
                                                                           Sesosok bayangan tegap menghampiri
Dimana?                                                             Sekilas terlihat wajahnya
Dimana?                                                             Ah, kamu. Lagi - lagi kamu.
Dimana?                                                
                                                                           Kesadaranku sudah tak kuasa
Bruk, jatuh tersungkur                                       Aku pun tak sadarkan diri
Perih menggigiti kaki                                        Pikiran terakhirku hanyalah,                               
Kerikil tajam mengoyak kulit                           "Mengapa lagi-lagi kamu yang datang?"
Sakit.

Tolong, siapapun.
Tidak, suaraku habis.

Tetes air mata kini membasahi

Seseorang tolonglah.



Read More

Rabu, 06 Mei 2015

"Jika ada yang bertanya fase hidup apa yang telah saya jalani, saya akan menjawab...
"Bayi, anak-anak, (hampir) dewasa." 
Mengapa tak ada fase remaja dalam hidup saya?
Karena memang begitulah adanya.
Fase remaja terlalu kelam hingga tak terlihat wujudnya."
Read More

Jangan Hakimi Seorang Anti-Sosial.

  Hidup seringkali disangkut-pautkan dengan keadaan sosial. Tentu saja karena manusia membutuhkan manusia lainnya untuk bertahan hidup. Tapi, adakalanya kita menemukan seseorang membenci kehidupan sosial dan menjauhkan dirinya bahkan mengasingkan diri. Tidak, dia bukan tidak normal. Pasti ada alasannya. Jadi, jangan hakimi seorang anti-sosial.

  Pernahkah sesekali merenungi keadaan diri sendiri? Pernahkah sesekali menanyakan, "Apakah saya bahagia dengan keadaan sosial yang melingkupi diri?" atau "Apakah saya bahagia dengan hidup saya ?". Saya seringkali merenungi hal tersebut dan acapkali menjawab tidak. Oh, saya bukan seorang yang tidak bersyukur. Bukan pula seorang pembangkang atau munafik. Saya hanya merasa masih banyak ruang dalam diri yang memberontak ingin hilang dari kehidupan sosial. Ah, saya seorang anti-sosial.

 Maka berdasarkan kesimpulan itulah saya ingin menjelaskan mengapa seseorang bisa begitu anti-sosial berdasarkan apa yang saya rasakan. Subjektif memang tapi setiap manusia punya latar belakang masing2 atas yang mereka lakukan, bukan?

 Seorang anti-sosial tidak pernah menginginkan hidup jauh dari pergaulan. Dia mungkin membenci dirinya yang tidak bisa masuk atau tidak merasa nyaman dalam pergaulan yang ada sehingga dia merasa lebih baik menjauhkan diri. Seorang anti-sosial mungkin memiliki masa lalu yang kelam dimana ia sering mendapatkan penolakan dari orang lain atau dia seringkali merasa tidak  dianggap dalam sebuah lingkup. Rasa sakit hati yang ditahannya pun tidak terbendung sehingga ia memilih untuk menjauhkan diri. Lebih tepatnya, untuk menjaga hatinya. Seorang anti-sosial mungkin seringkali merasa tidak berguna atas apa yang ia lakukan. Ia merasa selalu disalahkan oleh siapapun. Maka, ia pun menjauhkan diri.

 Sebenarnya, menjadi anti-sosial itu sangat sederhana. Berbagai penolakan, cemoohan atau perasaan sering disalahkan telah mencuci otaknya untuk segera menjauhkan diri dari manusia lain. Tidak mau bergaul pun menjadi akibatnya. Jadi, jangan hakimi seorang anti-sosial.

 Seringkali orang-orang mencemooh seorang anti-sosial atau sekadar mengatakan dirinya sombong karena tak mau bergaul sedikit pun. Kalian tidak tahu apa yang telah dilaluinya. Tidak tahu apa yang dirasakannya. Tidak tahu bagaimana kehidupan sosial telah memojokknya hingga ia terjatuh pada palung kehidupan yang paling kelam. Menjadi seorang anti-sosial adalah pilihan hidup yang diambilnya sebagai jalan pemberontakan. Berontak pada manusia yang mencemoohnya, menolaknya, menyalahkannya. Jadi, jangan hakimi seorang anti-sosial.

....

Sudahkah anda mengerti mengapa di bagian dunia ini ada makhluk yang selama ini anda anggap aneh? Yang selama ini menjauhkan diri dari pergaulan? Sudahkah anda memahami?


Read More

Selasa, 05 Mei 2015

Bingung.
Mulai darimana.

Ya gamau "terlambat" lagi sih. 

Udah itu aja.





Read More

Minggu, 31 Mei 2015

Senang bisa mengenal dirimu.

:)

Sabtu, 30 Mei 2015

Random

Abis baca2 file di laptop... dan baca surat yg ga bakal nyampe ke penerimanya. Sedih bacanya. Surat yg pertama penuh harap. Surat yg selanjutnya nyesel. Hidup emang roller coaster ya. Kadang ngasih harapan kadang bikin down. Masalahnya sekarang... lagi di bawah. Lagi masa ngelupain tapi keingetan terus. Nyay.

Kamis, 28 Mei 2015

Penjara Tak Berwujud

Ada gadis yang meracau
Mempertanyakan hidup
Sebegitu tak adilnya
Sebegitu tak berpihak padanya
Ia benci
Benci

Terkurung di balik jeruji besi
Dihina
Tak dianggap

Dunia tak adil
Tak adil
Jeritnya

Pilu menyayat hati
Tapi tak ada yang mampu tuk selamatkannya
Hanya dialah yang mampu selamatkan
Batinnya dari keterkoyakan
Pikirannya yang dikendalikan
Manusia lain dengan segala cemoohnya

Kini ia terlepas dari jeruji besi
Menghirup udara segar
Lepas
Bebas

Secepat mungkin ia pergi
Sejauh mungkin ia pergi

Dari penjara tak berwujud

Alasan Sang Peri

Dahulu, seorang peri kecil diturunkan ke bumi. Sayapnya indah nmenawan. Terlihat lemah tapi sebenarnya tak begitu. Ada gejolak harap menggelora tuk tebarkan benih kebahagiaan di muka bumi.

Ia tak seorang diri, dua sosok insan mengasuhnya. Sepasang kekasih yang diikatkan janji suci. Mereka bahagia Tuhan telah menitipkan peri kecil tersebut. Menyulut gejolak harap pada sang peri semakin besar.  Menanam cinta dan kasih.

Kini, peri kecil tersebut telah dewasa. Sayapnya tak semanis dahulu. Senyumnya tak begitu merekah. Harapnya kebanyakan pupus. Gejolak harap tlah sirna. Ia tergerus kejamnya dunia. Benci telah terpatri dalam hatinya. Ia membenci dunia.

Tetapi, dua sosok insan tersebut selalu tersenyum dan bersabar. Tak kenal letih tuk menbuat sang peri untuk terus berjuang mengarungi samudra kehidupan. Mereka percaya bahwa sang peri memiliki kekuatan. Hanya saja, ia terlalu takut tuk menunjukkannya. Tertutupi rasa kecewanya pada dunia.

Oh ya, dua sosok insan itu seringkali sang peri sebut sebagai bapa dan mama. Sang peri selalu percaya bahwa sebutan tersebut memiliki kekuatan magis tersendiri yang melecutnya agar tetap bertahan. Ya, dia harus bertahan agar senyum mereka tetap merekah. Agar segala peluh dan tetes keringat mereka dapat terbayar walau hanya sedikit.

Sekalipun sang peri kehilangan alasan untuk tinggal di muka bumi, ia kan teringat dua sosok insan tersebut. Bapa dan mama adalah alasan perjuangan hidupnya.

Rabu, 27 Mei 2015

Melepas Rasa

Untuk yang sempat mengisi hati belakangan ini,

...

Ada yang terpendam
Menyesaki hati
Memenuhi pikiran
Suatu rahasia
Yang saya simpan rapat - rapat

Ada yang memaksa
Ego tuk miliki
Logika pun melarang
Biar semua berjarak
Biar tak ada yang jatuh
Apalagi hancur
Terpuruk

Ada yang berharap
Tapi tak ingin
Karena realita berbanding terbalik
Tak ingin dirinya terjungkir balik
Karena kejujuran yang menyakitkan

Ada yang merindu
Tak mampu sampaikan
Cukup Sang Pencipta sampaikan
Segala doa yang tercurah
Di malam kelam

Diam-diam
Diam-diam
Sudahlah sudah

Biar penghujung tahun melepas
Segala harap yang tercipta
Merelakan yang tersayang
Pergi tanpa mengetahui
Bahwa
Ada yang menaruh rasa padanya

...

Bilamana beberapa tahun ke depan kita berjumpa, mungkin kita telah terpaut pada hati yang lain.
Selamat tinggal.

Lembar Baru

Dan, masa sekolah pun telah berakhir.

...

Sudah resmi menjadi alumni, nih. Artinya, masa SMA saya sudah selesai. Tak ada yang spesial selama 3 tahun ke belakang karena jujur saya anti-sosial sekali di masa ini. Teman pun ya hanya sebatas teman kelas atau ekskul. Tida kurang atau lebih. Saya tak begitu menikmati masa ini. Mengapa? Memang pada dasarnya masa SMA adalah masa terindah bagi seseorang. Dimana mereka mebentuk momen - momen manis yang langka ditemukan pada jenjang kehidupan selanjutnya. Tapi, saya terlalu larut dalam pikiran sendiri. Terlalu banyak pikiran negatif menghampiri hingga saya terlalu lelah untuk mengenal orang - orang. Mungkin, saya tidak menemukan zona nyaman dalam masa ini. Manusia mencari zona nyaman, bukan?

Setidaknya banyak kekurangan yang saya temukan di masa ini. Saya pun jadi bisa intropeksi diri. Memperbaiki kesalahan agar tidak kembali terulang di masa selanjutnya. Tidak, saya tidak ingin intropeksi diri hanya sebagai teori belaka. Saya benar-benar ingin merubah diri menjadi lebih baik semacam lebih optimis, percaya diri, dan aktif karena saya lelah menjadi diri saya yang sekarang.

Selamat datang masa baru. Semoga segala harap dapat terwujud. Semoga lembar baru menjadikan pribadi baru yang lebih baik bagi saya. Walau dunia SMA sangatlah abu - abu, tetapi saya berterimakasih karena tanpa masa ini saya tak akan bisa memahami diri saya. Saya tak akan mampu memecut diri untuk menjadi lebih baik. Terimakasih :)

Semoga 5 tahun ke depan saya telah menjadi pribadi yang lebih baik lagi yang orang kira saya tak akan mampu menjadi seperti itu. Tidak sering cengengesan. Mampu membawa diri pada keadaan.

Selamat berjumpa lagi di masa depan, teman SMA :)

Jumat, 22 Mei 2015

"Rasa sakit itu bukan saat kali pertama hati terluka. Tapi, ketika ada yang kembali membuka luka lama tersebut."

-hasnanabilaa

Kamis, 21 Mei 2015

Harapnya

Hujan
Datang
Temani langkah kakiku
Bergemericik
Menggema

Basah kuyup
Tak mengapa
Hujan telah menjadi teman
Di kala mata berkaca-kaca
Membendung perih yang mengisi
Meneteskan letih yang menyiksa

Airnya jatuh ke bumi
Bercampur tetes air mata
Yang tersamarkan

Ada harap dalam tetes itu
Meresap ke tanah
Berharap kan tumbuh
Berbuah kemudian dipetik

Tapi tidak
Tidak

Harap ini kosong belaka
Tiada makna
Tiada arti

Sang empunya telah melepas pergi harapnya
Bersamaan dengan orang yang diharapnya

Merelakan harapnya jatuh ke tanah
Mati
Terkubur
Hilang

Senin, 18 Mei 2015

Numb. Numb. Numb. Numb. Numb. Numb. Numb. Numb. Numb .numb. numb. Numb. Numb. Numb. Numb .numb. numb. Numb. Numb. Numb.


Udah ga peduli. Cape gini terus. Cape jatoh.

Minggu, 17 Mei 2015

"Ada kalanya logika harus merajai perasaan supaya menjadi tameng bagi hati. Biar tak terluka. Biar saja semua mengalir."

"Mungkin masing2 harus berjuang tanpa ada yang menemani."

"Sepertinya saya harus berhenti dabln meninggalkan masa lalu."

- tertanda, yang sedang lelah batinnya

Hidup mah kudu pindah, has.

Jumat, 15 Mei 2015

Merindu

Merindu.
Saya merindu.
Pada seorang yang bisa jadi tak merindu.
Pada saya.
Yang sedang menerka.
Tentang siapa yang mengisi ruang hatinya.

Merindu.
Ingin hati berkata.
Ingin hati bersua.
Ingin hati berbincang.
Apa daya tak kuasa.
Takut.
Takut.
Takut.

Merindu.
Bagi sebagian orang adalah hal yang wajar.
Sebagiannya lagi tersiksa.

Merindu.
Membuncah.
Menyesakkan.

Lantunan Musik Malam Hari

Sunyi. Hanya detik jarum jam menemani serta lantunan musik mengalun. Andai telinga mampu dengarkan kata hati mungkin malam ini sangat ramai dengan keluh kesah banyak orang sebelum tidur. Hati saya pun begitu, sedang menjeritkan perasaan yang terpendam tak berujung.

Sudah berapa lama? Menunggu tanpa menunjukkan. Diam seribu bahasa. Menantinya membuka pintu hati yang bisa jadi sarang laba-laba sudah memenuhinya. Letih tuk menerka. Letih tuk berharap.

Siklusnya selalu sama. Menanti kemudian jatuh. Terluka tuk kesekian kalinya karena rasa hanya mampu dipendam. Hanya mampu memercikkan api pengharapan, tiada kata atau pertanda.

Saya tak tahu.
Saya bingung.

Malam ini sangatlah ramai. Hati saya sedang menjerit tuk mencoba lepas dari segala hal. Segala kenangan. Segala memori.

Mengapa? Karena setiap hal kecilnya selalu mengingatkan saya padanya.

....

dan playlist pun memutar lagu tentang perasaan saya.

Hah, semesta kembali berkonspirasi. Paling mengerti bagaimana mewujudkan abstraksi rasa ini. Sayang, si empunya perasaan ini tak sekalipun mampu mewujudkannya.

Lantunan lagu ini seakan membawa saya pada kilasan memori yang untungnya semakin pudar. Terasa manis namun pahit. Manis tuk dikenang. Pahit tuk disadari.

Segala praduga pun bermunculan. Cukup. Cukup. Cukup. Tak ada lagi. Tak akan ada lagi.

Sudahilah semua perkara ini. Saya muak. Lagu ini semakin membunuh saya secara perlahan. Membuai kemudian menampar.

....

Semuanya memang belum jelas. Hanya saja saya tak ingin berharap lebih karena jatuh yang kesekian kalinya mungkin saja membuat mati rasa.

Kamis, 14 Mei 2015

Takut plis. Takut banget.

Selasa, 12 Mei 2015

Pergi, Pergi, Pergi

Sekian lama terkungkung rantai pengharapan
Menjerit, memberontak pun tak kuasa
Berlari hanya membuang peluh
Menguras emosi dan tenaga
Saya lelah

Semesta berkonspirasi 
Membuat situasi rumit
Takdir menyudutkan 
Memojokkan pada sudut mati
Saya menyerah

Saya ingin pergi, tak diizinkan
Saya ingin menghindar, tak diizinkan
Saya ingin menghilang, tak diizinkan
Saya ingin rasa ini mati, ditolak mentah - mentah

Lalu bagaimana?

Tolong pergi
Saya memohon

Jangan datang lagi
Jangan kembali lagi
Jangan meninggalkan apapun

Cukup luka ini saja yang menjadi kenangan
Cukup air mata ini yang menjelaskan
Tentang rasa terpendam yang telah mati
Yang telah berontak 
Yang telah letih
Untuk terus berharap dunia memihaknya

Jadi,
pergilah
pergilah
pergilah

Dan, jangan kembali.



Senin, 11 Mei 2015

Lagi - Lagi Kamu

Gelap, kelam, dingin                                         Seketika itu pula cahaya menerangi
Tak terlihat apapun                                            Ah, cahaya lilin
Tak terdengar apapun                                        Siapa?
                                                                           Sesosok bayangan tegap menghampiri
Dimana?                                                             Sekilas terlihat wajahnya
Dimana?                                                             Ah, kamu. Lagi - lagi kamu.
Dimana?                                                
                                                                           Kesadaranku sudah tak kuasa
Bruk, jatuh tersungkur                                       Aku pun tak sadarkan diri
Perih menggigiti kaki                                        Pikiran terakhirku hanyalah,                               
Kerikil tajam mengoyak kulit                           "Mengapa lagi-lagi kamu yang datang?"
Sakit.

Tolong, siapapun.
Tidak, suaraku habis.

Tetes air mata kini membasahi

Seseorang tolonglah.



Rabu, 06 Mei 2015

"Jika ada yang bertanya fase hidup apa yang telah saya jalani, saya akan menjawab...
"Bayi, anak-anak, (hampir) dewasa." 
Mengapa tak ada fase remaja dalam hidup saya?
Karena memang begitulah adanya.
Fase remaja terlalu kelam hingga tak terlihat wujudnya."

Jangan Hakimi Seorang Anti-Sosial.

  Hidup seringkali disangkut-pautkan dengan keadaan sosial. Tentu saja karena manusia membutuhkan manusia lainnya untuk bertahan hidup. Tapi, adakalanya kita menemukan seseorang membenci kehidupan sosial dan menjauhkan dirinya bahkan mengasingkan diri. Tidak, dia bukan tidak normal. Pasti ada alasannya. Jadi, jangan hakimi seorang anti-sosial.

  Pernahkah sesekali merenungi keadaan diri sendiri? Pernahkah sesekali menanyakan, "Apakah saya bahagia dengan keadaan sosial yang melingkupi diri?" atau "Apakah saya bahagia dengan hidup saya ?". Saya seringkali merenungi hal tersebut dan acapkali menjawab tidak. Oh, saya bukan seorang yang tidak bersyukur. Bukan pula seorang pembangkang atau munafik. Saya hanya merasa masih banyak ruang dalam diri yang memberontak ingin hilang dari kehidupan sosial. Ah, saya seorang anti-sosial.

 Maka berdasarkan kesimpulan itulah saya ingin menjelaskan mengapa seseorang bisa begitu anti-sosial berdasarkan apa yang saya rasakan. Subjektif memang tapi setiap manusia punya latar belakang masing2 atas yang mereka lakukan, bukan?

 Seorang anti-sosial tidak pernah menginginkan hidup jauh dari pergaulan. Dia mungkin membenci dirinya yang tidak bisa masuk atau tidak merasa nyaman dalam pergaulan yang ada sehingga dia merasa lebih baik menjauhkan diri. Seorang anti-sosial mungkin memiliki masa lalu yang kelam dimana ia sering mendapatkan penolakan dari orang lain atau dia seringkali merasa tidak  dianggap dalam sebuah lingkup. Rasa sakit hati yang ditahannya pun tidak terbendung sehingga ia memilih untuk menjauhkan diri. Lebih tepatnya, untuk menjaga hatinya. Seorang anti-sosial mungkin seringkali merasa tidak berguna atas apa yang ia lakukan. Ia merasa selalu disalahkan oleh siapapun. Maka, ia pun menjauhkan diri.

 Sebenarnya, menjadi anti-sosial itu sangat sederhana. Berbagai penolakan, cemoohan atau perasaan sering disalahkan telah mencuci otaknya untuk segera menjauhkan diri dari manusia lain. Tidak mau bergaul pun menjadi akibatnya. Jadi, jangan hakimi seorang anti-sosial.

 Seringkali orang-orang mencemooh seorang anti-sosial atau sekadar mengatakan dirinya sombong karena tak mau bergaul sedikit pun. Kalian tidak tahu apa yang telah dilaluinya. Tidak tahu apa yang dirasakannya. Tidak tahu bagaimana kehidupan sosial telah memojokknya hingga ia terjatuh pada palung kehidupan yang paling kelam. Menjadi seorang anti-sosial adalah pilihan hidup yang diambilnya sebagai jalan pemberontakan. Berontak pada manusia yang mencemoohnya, menolaknya, menyalahkannya. Jadi, jangan hakimi seorang anti-sosial.

....

Sudahkah anda mengerti mengapa di bagian dunia ini ada makhluk yang selama ini anda anggap aneh? Yang selama ini menjauhkan diri dari pergaulan? Sudahkah anda memahami?


Selasa, 05 Mei 2015

Bingung.
Mulai darimana.

Ya gamau "terlambat" lagi sih. 

Udah itu aja.





Diberdayakan oleh Blogger.

Blogger templates

Followers