Rabu, 31 Desember 2014

Untuk siapapun yang kelak menjadi imam saya, untuk siapapun yang memang ditakdirkan untuk saya, untuk siapapun yang nanti menjaga saya.


Adakah nanti kamu mengatakan hal ini ?

"Izinkan saya meniti surga bersamamu."

Karena jawaban saya tentu akan mengizinkanmu


"izinkan saya meniti surga bersamamu" dikutip dari film Assalamualaikum Beijing









Read More

Penghujung 2014

....

Di luar, terdengar suara petasan, candaan anak - anak dan terompet. Sedang saya disini duduk manis dan merutuki orang - orang yang mengganggu pendengaran saya dengan petasannya. Hm, bukan kesukaan saya untuk menghabiskan malam pergantian tahun dengan bersenang - senang. Saya lebih suka mencurahkan apa yang telah saya lakukan di tahun yang akan saya tinggalkan. Tidak. Saya tidak ingin berbangga diri ataupun sok alim. Saya merasa lebih nyaman dan tenang untuk sekedar lebih memahami diri saya selama setahun ke belakang.

2014  bukanlah tahun yang mudah bagi saya. Kelas 11 semester 2, saya harus berkutat dengan semua yang berbau ekstrakurikuler. Kelas 12 semester 1, saya harus visioner mengejar mimpi saya. Siklus SMA tak pernah tidak sulit, bung. Tapi, bukan itu yang membuat semuanya terasa sulit. Di pertengah semester 5 saya merasakan gejolak pikiran yang tiada henti mengenai masa depan saya dan apa yang telah saya berikan untuk orang yang paling saya sayangi, kedua orang tua saya. Gejolak itu semakin tidak terkendali. Saya semakin apatis. Mencoba tidak peduli dengan keadaan. Saya benci diri saya. Saya benci dengan semua orang di lingkungan saya terkecuali keluarga. Dan, saya benci dengan bangunan abu itu,

Pergejolakan yang terjadi telah merubah pribadi saya hingga akhirnya saya menemui bulan di penghunjung tahun, Bulan Desember. Tepat di hari ini saya merasakan sesuatu yang berbeda. Saya merasa awan gelap yang menyelimuti pikiran saya telah sirna. Digantikan dengan hangatnya sebuah sinar yang membakar semangat saya untuk menjadi lebih baik dan memperbaiki semuanya. Tidak ada kata terlambat. bukan?

Kini, saya hanya ingin berdoa untuk diberikan segala yang terbaik di tahun berikutnya. Memberikan kabar bahagia untuk orang yang paling ingin saya bahagiakan. 

...

Dan, untuk pertama kalinya saya melewati malam di tanggal kelahiran saya dengan rasa berbeda. Dengan rasa lega. Sudah 17 tahun menjejaki dunia. Mungkin, banyak yang belum dicapai tapi banyak pula yang akan dicapai. Dan saya tidak ingin menjadi pribadi yang dulu. Saya percaya bahwa apa yang saya pikirkan belum tentu benar.

Read More

Selasa, 25 November 2014

Rabu, 12 November 2014

Hujan, Kemarau. Ini Kisah Saya.

Musim penghujan kembali. Saya masih disini. Menanti suatu rasa yang nyata.

Musim kemarau berganti. Keringnya masih tertinggal. Gersangnya tersisakan.

Air hujan membasahi. Tapi tak bisa menghapus jejak yang tertinggal.

Hujan kemarau silih berganti. Kaki saya masih berpijak.

Hujan menghapus gersang. Kemarau menyerap air.

Apalah daya hujan kemarau tak mampu menggapai angan saya.

Menggapainya pun tak bisa. Menghilangkannya apalagi.

Hujan dan kemarau, ini tentang kisah saya.

Kisah tanpa ujung.

Tanpa akhir atau permulaan.

Hujan dan Kemarau,

Adakah daya kalian mampu menyinggungkan dua kisah yang berbeda?

Adakah suatu saat nanti kisah ini bukan sekedar abstraksi belaka?

Hujan,

Mampukah kau menghapus memori ini ? Menghanyutkannya dengan tumpahan airmu yang begitu deras?

Kemarau,

Mampukah kau menggugurkan segala harapan saya layaknya daun yang berguguran ?

Ah, hujan dan kemarau pun hanya terdiam.

Bisu.

Tak ada kuasa.

Karena, memang saya tak tahu diri mempertanyakan jalan saya pada kalian.

Hujan dan Kemarau,

Adakah nanti saya melewatkan kalian dengan harapan saya yang sudah tergapai ?

-------


Harus berapa musim lagi saya menanti disini.

Read More

Minggu, 02 November 2014

Saya rasa orang - orang sama saja seperti ombak. Datang menerpa saya dengan tiba - tiba.
Setelah membasahi, pergi meninggalkan saya.
Read More

Sabtu, 25 Oktober 2014

Gadis Itu Sendiri

Tentang gadis yang menikmati kesendiriannya...


Gadis ini berjalan seorang diri
Menapaki jalan yang ramai
Berdesakan dengan pejalan kaki lainnya
Kadang terbawa oleh arus manusia
Kadang tersandung berusaha mempertahankan keseimbangannya

Gadis ini sendiri
Menelusuri jalan setapak
Ramainya jalanan tak membuatnya canggung
Sendiri sudah menjadi kesehariannya

Dia bukan seorang anti sosial
Hanya menikmati waktu dimana ia sendiri
Dimana desir angin pun bisa menjadi sebuah lantunan nada
Dimana terik matahari tidak terasa menyengat
Karena kesendirian membuatnya larut dalam pikiran

Banyak orang mempertanyakan kesendiriannya
Gadis ini hanya bereaksi dengan kikuk
Karena dia tidak merasa salah atas keadaannya
Justru, dia merasa benar.

Memangnya sendiri itu nista?

Sekali lagi, gadis ini tidak memandang sendiri sebagai tabu.
Dia menikmatinya.
Lalu untuk apa peduli dengan perkataan orang?

Gadis ini sendiri.
Tanpa merasa sepi.

Gadis ini sendiri.
Karena punya alasan kuat yang selama ini menjadi benteng kokohnya.

Alasannya sederhana,
"Untuk apa di keramaian tapi tersiksa?"

Read More

Jumat, 24 Oktober 2014

"Karena hati ini bukan untuk dijadikan tempat transit sejenak. Bukan untuk ditinggalkan layaknya ampas. Hati ini untuk bersandar tanpa ada batasan waktu yang mampu pudarkan sebuah rasa.

...Dan, saya hanya memberi ruang pada dia yang tak mengenal batasan waktu."





Selamat Malam.
Read More

Musim untuk sebuah kerelaan

      Tentang musim yang saya dambakan...

     Ini bukan musim yang indah dengan warna - warni bunga bermekaran. Bukan pula musim yang dinanti karena terika mataharinya. Atau tetang musim dengan hamparan salju yang luas. Ini musim yang mungkin kebanyakan orang menganggapnya suram. Musim yang menggugurkan daun. Musim yang memberi kehangatan.


   Saya selalu berkhayal entah suatu saat atau dimanapun nantinya. Saya berjalan di trotoar dengan pemandangan pohon yang meranggas. Melihat jatuhnya dedaunan mengiringi langkah saya. Daun - daun yang berwarna coklat berserakan dimana-mana. Disusul dengan kekesalan para penyapu jalan. Tapi, entah kenapa saya akan menikmati dedaunan yang jatuh itu. Seakan dedaunan itu adalah sebuah hiburan istimewa.


   Seharusnya, kalian bisa terka musim apa ini. Saya pikir musim ini tentang kehangatan. Warna cokelat yang seringkali mendominasi seakan membius saya masuk pada sebuah lingkar kehangatan. Kehangatan yang memeluk saya hingga saya lupa akan penat yang menggigit pikiran saya. Hah, tapi ini hanya sebuah khayalan. Karena satu detik pun saya tak pernah melewati musim ini.


  Tapi, musim ini seakan memberi saya pelajaran tentang kerelaan dedaunan yang rela jatuh  digugurkan pepohonan. Demi kelangsungan pohon, daun - daun itu rela jatuh dari tempatnya selama ini. Saya teringat dengan sebuah buku karya Tere-Liye. Daun yang jatuh tidak pernah membenci angin. Begitu juga dengan khayalan saya tentang kerendahan hati daun untuk digugurkan demi peranggasan pohon untuk dapat bertahan hidup.

  Dunia terlalu luas untuk dijelajahi tapi tidak untuk memetik ilmu. Musim pun mengajarkan kepada kita tentang kerendah-hatian. Begitupula manusia. Andaikata, manusia memiliki kerelaan seperti dedaunan itu.

...

Tak perlu lah saya sebut musim apa itu. Definisinya hanya cukup digambarkan dengan cokelat, hangat, kerelaan.


Read More

Minggu, 12 Oktober 2014

Teruntuk sosok yang masih saya cari dan mudah-mudahan hadir dalam hidup saya,



"Selamat berjuang untuk membangun mimpi."







Selamat Malam.
Read More

Untuk 2 orang yang paling saya sayangi,


Saya sudah 16 tahun lebih di bumi ini.
Sudah banyak yang saya jalani dengan mereka.
Sudah banyak pula pengorbanan mereka untuk saya.
Dan, banyak pula doa dan harapan mereka untuk saya.

Waktu seakan berjalan cepat.
Hingga saya tersentak ketika saya menoleh ke belakang.
Banyak hal yang telah berubah.
Begitu pun mereka.

Garis - garis di raut mukanya mulai terlihat.
Seakan menunjukkan betapa banyak hal yang telah mereka alami.
Tenaga mereka juga tak seperti dulu lagi.
Dan uban mulai menghiasi rambut salah seorangnya.

Dan...
Aku pun merenung.
Sidah berapa banyak harapan mereka yang pupus karena saya?
Sudah berapa banyak air mata yang mereka teteskan karena saya?
Sudah berapa tetes keringat yang mereka korbankan demi saya?
...

Sudah berapa banyak saya memberi untuk mereka ?

...

Teruntuk mama dan bapak,
Tetaplah menjadi orang terhebat yang ada dalam hidup teteh.
Terimakasih atas ketegaran dan pengorbanan yang telah diberikan.
Terimakasih atas doa - doa yang telah dipanjatkan untuk kebahagian teteh.

..,

Mah, Pak, anakmu ini memohon maaf dan akan selalu meminta untuk diiringi setiap langkahnya dalam doa mama dan bapak.

...

dan terakhir tetapi tidak akan menjadi yang benar - benar terakhir,
doakan anakmu untuk mewujudkan harapan terbesarmu,


....................................
Read More

Menjelajah. Mengembara.

   Mengembara bertemu orang baru.
.
.
.

   Hari ini biasa saja. Hanya, dipaksa atau dituntut untuk mengikuti psikotest yang agak susah buat tubuh kembali memulai aktivitas. Hari ini ya normal - normal saja. Sampai akhirnya, saya di angkutan publik itu lagi.

  Entah kenapa setiap saya di sana saya selalu berpikir untuk meng-eksplor suatu tempat baru. Bertemu orang - orang baru. Berkenalan dengan budaya baru. Bukan, ini bukan tentang travelling. Saya hanya ingin berkenalan dengan orang baru. Mengenal dunia dengan lingkup yang lebih luas.

  Mengembara terlihat seperti kata yang menggambarkan bahwa saya ingin berpergian jauh. Sangat jauh. Tapi, lagi-lagi tidak seperti itu. Saya tidak tahu apa sebabnya. Mungkin karena saya sudah berada di titik paling maksimal dimana kejenuhan saya semakin menjadi - menjadi. Atau mungkin karenas saya terlalu lama berada di lingkup itu - itu saja.

  Apalah itu penyebabnya, yang saya tahu saya ingin mengenal banyak orang dengan kepribadian berbeda. Melihat sisi lain dari penduduk bumi. Ya, membuat saya untuk lebih terbuka dengan orang lain.

  Saya ingin menjelajah suatu tempat yang nantinya bisa menjadi tempat kenangan sendiri. Entah kenapa, semakin bertambah umur semakin banyak hal yang menyisakan kenangan. Contohnya, saya seringkali mengunjungi suatu tempat dan mendadak terlinta satu kejadian yang memang pernah saya alami di tempat itu. Seakan tempat itu mampu merekam ulang peristiwa tersebut.

Hm, mungkin saya ingin mengembara karena ...

Saya ingin mengabadikan suatu momen di seluk-beluk hamparan bumi. Hingga nanti, banyak tempat yang akan bercerita kepada saya.


Read More

Jumat, 10 Oktober 2014

Tentang Sisi yang Tak Terjamah

  Siang itu, terik. Matahari rasanya membakar. Mungkin ingin menampakkan amarahnya pada manusia yang tak hentinya melubangi atmosfir. Atau, sekedar menyombongkan teriknya pada seluruh jagat raya.

   Teriknya matahari hampir membuat mata ku kabur. Sekedar berteduh dari panasnya. Berdiri di emperan toko. Memandangi lalu-lalang pejalan kaki yang hendak melanjutkan aktivitasnya.

   Apa karena suhu sudah terlalu panas, hingga menguapkan kesadaranku? Pikiran ku pun membumbung jauh. Mungkin hendak menghampiri matahari. Mencaci-maki sang raja siang yang keterlaluan itu.

  Tapi, anggapanku salah. Pikiranku membumbung jauh ke beberapa masa. Beberapa waktu yang lalu. Sebagian lagi menuju beberapa waktu ke depan.

  Pikiranku menuju sebuah sisi perjalanan yang mungkin tak akan ada habisnya. Yang siklusnya selalu sama. Sempat terhenti. Namun, seperti muncul ke permukaan kembali.

   Tentang sisi ini memang tak ada habisnya. Entah sisi ini akan berlabuh dimana. Entah akan berlabuh atau terus mengarungi hingga lelah pun membuncah. Siklusnya membuatku letih. Membuatku takut untuk berbagi dengan seseorang. Dan hanya mampu berbagi dengan "apa".

  Tentang siklus ini, selalu pada "tempat" yang sama. Terhenti. Memulai kembali. Terhenti. Memulai kembali. Dan begitupun seterusnya. Hingga aku pun sudah tak ingin menjamah siklus tersebut. Karena....peduli apa?

  Mindset tentang siklus ini pun sudah terbentuk. Dengan pertanyaan, "untuk apa jika terus berakhir seperti ini?". Pertanyaan ini seakan membentuk bangunan tersendiri. Bangunan yang kokoh, dengan bebatuan yang bertumpuk-tumpuk dan besi yang dingin.

  Tapi...... Bangunan ini diselubungi ketakutan akan siapa yang akan menerobosnya. Menghancurkan semuanya.

  Dan ketakutan ini membentuk diriku. Menjadi dingin seperti besi.

  Seketika, alam bawah sadar ku pun kembali. Tersadar, langit diselubungi awan-awan. Menghalau sinar matahari. Sepertinya, pikiran ku berhasil membujuk sang raja siang.

  Teringat akan apa yang kupikirkan. Untuk saat ini mungkin ketakutan ini akan tetap jadi pertahananku. Hingga suatu saat.

  Dan aku pun pergi meninggalkan emperan toko.

Read More

Minggu, 21 September 2014

Kamis, 11 September 2014

Sabtu, 06 September 2014

Tiba-tiba muncul 1 pertanyaan,



...






"Apa Kabar?"






...

Hm.





-untuk bayangan tak nyata.
Read More

Rabu, 03 September 2014

Random Malam Kamis.

Jadi gini, laptop rusak. Udah lama sih. Terus hape ada virusnya jadi di format karna ga ngerti lagi harus gimana. Terus, akhir - akhir ini baru sadar kalo banyak banget dokumen (re : foto, lagu, data) yang meaning bgt. Terus nyesel. Terus kangen. Terus........... yaudah aja gitu tinggal memori di otak yang tersisa. Huft.
Read More

Sabtu, 30 Agustus 2014

Secangkir Lagu

Lagu bukan hanya sebuah gubahan nada. Tapi juga sebuah ekspresi yang ingin disampaikan oleh penulisnya. Entah bahagia atau sedih.

Lagu juga seringkali dijadikan sebagai media untuk bercerita. Tidak secara langsung. Hanya gambaran melalui nada yang mengalun indah. Liriknya pun terselip sebuah makna. Yang mungkin hanya diketahui si penulis.

Mungkin itu dari sudut pandang si penulis. Bagaimana dari pandangan para pendengarnya?

Bagi pendengar, lagu juga punya cerita tersendiri. Bukan karena dia menciptakan gubahan lagu, tapi karena lagu itu mengiringi kisahnya. Kisah yang akhirnya seakan terekam dalam lagu itu. Yang kemudian jika diputar ulang, potongan - potongan kisahnya akan kembali dalam pikirannya.

Bukan hanya tentang apa, lagu juga seringkali menceritakan siapa. Didedikasikan untuk seseorang. Atau bisa jadi sebuah pesan untuk seseorang. Untuk segelintir orang, lagu disisipkan sebuah pesan bermakna untuk seseorang. Yang ia berharap pesan itu kan terbaca, suatu saat.

Malam ini, saya duduk merenung akan sebuah lagu. Tentang sebuah kisah, tentang seseorang.
Read More

Kamis, 28 Agustus 2014

Minggu, 24 Agustus 2014

Minggu, 24 Agustus 2014

Sore itu langit mendung. Tetes demi tetes air hujan mulai membasahi bumi. Seketika, layaknya air yang ditumpahkan ke bumi, tetesan air hujan itu makin deras. Tidak ada jeda sedikitpun. Seperti tak ingin ada satupun makhluk hidup yang tidak terkena cipratan airnya.

Aku, berlari dengan langkah panjang menerobos tumpahan air hujan. Tetap saja basah kuyup walaupun sudah berlari kencang. Aku pun berhenti sejenak pada sebuah halte. Menunggu hujan reda. Dasarnya si melankolis, menunggu di halte pun malah teringat sepotong bagian novel yang pernah kubaca. Kemudian berandai.

Aku menunggu tak lama, tapi pada saat itu aku melihat sekeliling. Mobil-mobil menembus air hujan, orang - orang berlarian tanpa payung. Seketika, kepalalaku menengadah. Ada yang beda. Langitnya memang mendung. Hujannya memang deras. Anginnya pun kencang. Tapi, awannya membuatku takjub. Merinding memang. Ketika melihat awan bergerak dengan cepat. Berpindah tempat ke satu arah. Awan itu seperti televisi di halte yang memberikan sedikit pertunjukkan untukku. Bagaimana tidak, ketika aku melihat langit sekeliling, langitnya sama. Hanya mendung. Tak ada awan yang begitu jelas.

Sekali lagi aku dibuat takjub keindahan alam. Bukan lagi karena pelangi ataupun gradasi langit senja. Tapi, karena awan hitam di langit yang mendung.

Seakan memberi pelajaran bahwa segelap apapun yang terlihat bukan berarti tak bisa membuat takjub.
Read More

Kamis, 07 Agustus 2014

Merangkai Kisah


Tentang cerita yang selalu berpindah arah...

Terinspirasi dari Manusia Setengah Salmon - nya Raditya Dika, saya merenung tentang jalan hidup yang selalu berpindah. Entah urusan hati ataupun perjalanan hidup. Tak terasa sebentar lagi saya akan menginjak bangku kuliah. Padahal saya merasa sedikit sekali bekal yang saya punya. Tapi, saya tak dapat berhenti karena saya punya mimpi yang harus diwujudkan. Saya punya orang yang harus dibahagiakan.
Via Tumblr

Katanya, yang mengikuti arus hanya ikan yang mati. Analogi ini cukup memecut saya karena seringkali saya berpikir bahwa lebih baik membiarkannya mengalir begitu saja mengikuti takdir. Tapi, sebenarnya tidak seperti itu. Hidup ini berpindah tapi tak selalu mengikuti arus, kadang kita harus melawannya. Menerjang arus tanpa peduli bahaya yang diterima. Karena saya tak ingin menjadi ikan di kolam yang tenang, yang terjamin kehidupannya teteapi terkekang dalam kolam itu. Saya ingin menjadi ikan yang mengarungi samudra dan bertemu banyak hal menakjubkan di dunia ini. Saya ingin berpindah menjadi manusia yang kuat dan kokoh pertahanannya setelah menerang arus itu. 

http://2.bp.blogspot.com/_E0-ywM5WE_c/THfCnC0E0kI/AAAAAAAAAIw/-1eLoPBATV8/s1600/IMG_0118.JPG 
Via Google

Bukan hanya tentang pendewasaan, perpindahan pun terjadi pada hati. Saya kira dengan bertahan pada suatu orang akan membuat saya nyaman. Tapi, kenapa kenyataannya menjadi berbalik? Saya merasa terkungkung pada suatu ruang. Ruang yang tak mampu saya dobrak. Hingga akhirnya saya sadar ruang itu tak kan mampu didobrak jika saya tidak bisa membukanya dengan ikhlas. Menyukai seseorang seharusnya membuat saya bahagia, kan? Jika tidak bahagia mungkin dia bukan orang yang tepat dan berarti saya harus melangkah dan merelakan. Karena perpindahan pada hati itu tentang kerelaan. Bukannya saya berniat menjadi manusia yang brengsek istilah kasarnya, saya hanya tak ingin menjaga hati dengan menutup serapat-raptnya. Saya tidak mau berpikiran sempit dengan berpikir bahwa semua orang berlaku seperti itu. Saya juga ingin bahagia dengan orang yang tepat
 
Via Tumblr

Perpindahan dalam hidup memang tak terasa. Tahu-tahu saja sudah menjadi kenangan. Saya sampai malam ini sudah merangkai kisah yang nantinya mudah-mudahan bisa dikenang dengan manis. Saya punya cerita sendiri yang tentunya berbeda dengan yang lain. Saya ingin bercerita pada orang tersayang tentang kisah saya. juga membuat bangga orang - orang tercinta. Saya juga ingin bertemu seseorang yang menemani seumur hidup saya dalam kisah ini. Doakan saya mampu merangkai kisah yang indah.  
 
Via Tumblr
Read More

Rabu, 14 Mei 2014

Inspiratif.

Jadi, di DKM itu ada tabligh akbar dari penulis yang keren banget. hahaha. Serius, keren banget. Saya juga baru tahu pas Mekah kali ini. Saya juga belum baca bukunya, tapi setelah denger gimana ceritanya, saya bisa ngebayangin gimana penulis ini. Terus liat fotonya di backdrop. Dan langsung 100% yakin kalo dia bener-bener tokoh inspiratif.

 Dan, hari H pun tiba. Huh, sayangnya saya tidak bisa menonton penuh ya karna ada kesibukan lainnya... hahaha tapi sebagian dari yang saya lihat, banyak banget kata-kata keren yang diucapkan beliau. Jadi, dia membicarakn tentang cinta gitu. Tentunya cinta yang sesuai dengan syariat Islam. Dan, benar-benar keren. Bukan hanya dari materinya aja, tapi saya juga suka dengan orangnya. Eits, kagum maksudnya. Beliau sendiri kayak punya kharisma tersendiri. Mukanya tuh kayak memancarkan aura positif. Dan, beliau punya kisah cinta romantisss sama istrinya yang katanya dijadiin novel! AAAAAA hahahahahaha. Ya pokoknya beliau itu keliatan banget penyayang apalagi sama istrinya. AAAAA hhahahahahaha

 Penasaran ga siapa? ituloh penulis buku Tuhan Maha Romantis sama Ja(t)uh. Beliau juga wakil ketua BEM UI hmmmm. Jadi, beliau tuh adalah.. Azhar Nurun Ala.

Terimakasih ya kak sudah bersedia hadir di sekolah saya. Mengisi acara DKM. Dan berbagi kisah inspiratif! Kakak sangat keren! :D

+Foto :)
 
 
Read More

Sosok Ini.

 Pikiran pun memutar ulang kejadian 2 hari yang lalu. Aku hanya dapat tersenyum tipis. Senyuman yang melegakan. Setelah sekian lama aku mempercayai dongeng - dongeng yang tiada henti menyesaki otakku, kini aku bertemu dengan sosok ini. Nyata. Berwujud. Terlihat.

 Aku kira tokoh ini hanya ada dalam dunia dongeng. Dengan pancaran yang memukau. Mampu menghipnotis sejenak. Mampu membuat mulutku menganga. Mampu membuat hatiku berdesir. Tokoh ini ada. Sosok ini nyata. Senyumannya persis yang seperti aku gambarkan selama ini. Tingkahnya dan hobinya....... Apa ini mimpi?

 Dunia seringkali membuat ku tak percaya akan segala sesuatu yang sempurna. Karna memang tak ada yang sempurna, bukan? Tidak, ia tak sempurna. Tapi, sosok ini mampu membuatku membeku. Berdiri layaknya patung. Lidahku kelu. Mataku melebar. Aku....senang.

 Tepat pada hari itu, pikiran ku berubah 180 derajat. Aku percaya bahwa dunia punya sosok ini. Aku percaya sosok ini akan hadir dalam hidupku. Ya, aku harus percaya.

 Sosok ini berhasil memecut diriku untuk lebih "menjaga". Untuk lebih bersabar. Untuk lebih memantaskan diri lagi. Terimakasih, kak :)

"Siapa yang butuh wajah yang tampan jika ada yang berkharisma memancarkan aura positif?"
Read More

Jumat, 02 Mei 2014

Rabu, 30 April 2014

Sejenak

Langit senja memang lukisan alam paling indah. Dihiasi gradasi warna yang sempurna. Mengantar raja matahari kembali ke singgasananya. Menjemput raja malam untuk menunaikan tugasnya.

Aku, berbaring beberapa meter di atas permukaan laut, termenung menatapi langit sore hari. Bukan termenung, lebih pada menikmati. Aku tidak sendiri. Aku "ditemani" secangkir teh hangat dan alunan musik lambat. Mungkin, hanya 30 menit ini yang dapat menjadi waktu terbaikku.

Hembusan angin menyusupi jemariku. Menggelitik rambutku. Sekejap, mataku pun terpejam. Layar hitam pun muncul. Kemudian diiringi potongan-potongan kejadian hari ini. Banyak tapi hampa. Seakan ada bagian yang hilang. Kosong. Tak bermakna. 

Hembusan napas berat pun aku keluarkan sebagai tanda keluhan betapa beratnya hari tapi aku tak dapat memaknainya. Aku pun bingung dimana potongan bagian penting itu terjatuh. Hingga semua potongan lainnya menjadi tak bernilai.

Tiba-tiba mataku pun mengerjap. Silau. Cahaya pun melenyapkan layar hitam itu beserta potongan kejadian lainnya. Sejenak pula aku melupakan apa yang telah terjadi. Aku pun teringat tujuanku disini. Sekedar melupakan penat yang ada. Melupakan dunia sebentar.

Waktu memang bukan kawan yang baik untuk saat ini. Gradasi warna langit pun mulai pudar. Digantikan gelapnya langit malam. Raja malam pun mulai tampak. Lebih baik aku pun beranjak. Maafkan aku rembulan, bukan aku tak ingin menikmati keindahan cahayamu. Tapi, aku tak bisa terus disini melupakan semua kepenatanku.

Kaki ini sudah melangkah. Entahlah kemana. Mungkin pada bagian penting itu. 

Oh, bagian penting itu ternyata adalah "ikhlas akan segala hal". Otakku ternyata lancar berjalan senada dengan alunan langkah kakiku. Seirama dengan senyuman yang akhirnya kembali merekah di bibirku.

                                   -untuk siapapun di luar sana yang butuh sedikit sentilan
Read More

Sabtu, 19 April 2014

Pengen Sendiri

Sampe sekarang masih pengen banget punya rumah yg atapnya bisa dinaiki terus ada kursi santai cuman buat liat langit senja dan malam yang penuh bintang. Atau ga pergi ke bukit gitu. Terus bisa teriak sekenceng-kencengnya. Terus rebahan di rumput hijaunya. Juga pengen banget punya kamar yang kalo di matiin lampunya ada glow in the dark. Hm. Gatau deh pokoknya lagi pengen suasana nyaman tapi sendiri.

Sendiri itu kadang memuakkan. Iya, kalo lagi banyak pikiran yang mulai masuk ke otak. Tapi kadang malah bikin nyaman. Dimana bisa menenangkan diri dari hiruk pikuk dunia.

Sendiri yang bisa buat nenangin diri tentunya ibadah. Tapi selain itu, ada juga kondisi dimana gue sendiri di suatu tempat sepi yang gue bisa teriak kenceng banget. Juga di situasi dimana gue sendiri dan membuang semua pikiran yang terlalu complicated. Atau juga dimana gue sendiri dan bisa melihat atau merasakan sesuatu yang bikin nyaman.

Makanya, tiduran di atap, rebahan di rumput hijau, teriak di bukit, tidur dengan cahaya di langit2 kamar, itu menurut gue situasi yang bisa ngeluarin emosi gue. 

Someday lah ya. 
Read More

Masih Sama.

"Masih ngerasa sendiri. Masih gatau harus berpijak dimana. Masih gatau harus menopang pada apa. Masih belum membekas. Masih ngerasa sepi. Masih dengan penyesalan yang tak kunjung henti. Masih takut untuk menghadapi. Masih ga  progress. Sedih."
Read More

Senin, 31 Maret 2014

5W + 1H versi saya

Apa ya? Tapi entah apa yang membuat saya ingin me-reset kehidupan saya dan memulainya dengan semua yang berbeda entah itu orang-orangnya ataupun suasananya. Mungkin apa disini adalah jati diri saya yang semakin abstrak.

Kenapa ya? Entah kenapa saya semakin kesini semakin terlihat samar. Jati diri saya bukannya terbentuk malah semakin abstrak.

Dimana ya? Lalu dimana pula jati diri saya yang sebenarnya ? Terselip dalam bagian diri saya yang manakah?

Bagaimana ya? Dan bagaimana membuat program yang sudah lama ini menjalani arus kehidupan dapat memunculkan jati diri saya yang sebenarnya?

Kapan ya? Lalu kapan saya menemukan jati diri saya?

Siapa ya? Siapa pula yang dapat membantu saya mencari jati diri saya? Yang mau merelakan sebagian waktunya menemani saya.
Read More

Tomat atau Mutiara ?

"Jangan jadi tomat yang dengan mudahnya dipegang-pegang tapi pada akhirnya tidak jadi dibeli. Jadilah mutiara yang terjaga dalam sebuah kotak dan jika dibelipun akan selalu dijaga."

Sepertinya perumpamaan ini sudah tidak asing lagi, bukan? Mutiara dan tomat itu sudah seperti benda yang memiliki sifat bertolak belakang. Mutiara bagaikan barang istimewa sedangkan tomat bagaikan barang yang... ya bisa dilihat dari perumpamaan itu. 
Setiap kali perumpamaan itu diucapkan seakan-akan ada bagian dari diri saya yang tersentil. Bagaimana saya tidak tersentil, perumpamaan ini mengumpamakan seorang wanita sholehah yang mampu menjaga dirinya bagaikan mutiara dan wanita yang kurang mampu menjaga dirinya bagaikan tomat. Hm, seringkali saya berpikir apakah saya sudah menjadi mutiara indah tersebut?

Untuk menjadi mutiara yang utuh saja butuh proses yang lama, bagaimana menjadi mutiara utuh yang tersimpan dalam sebuah kotak permata? Seringkali terbesit dalam pikiran saya kata - kata itu. Tapi semakin lama saya mencari tahu, saya semakin mengerti dan yakin akan jalan yang saya tempuh. Ya, saya memutuskan untuk menjadi sebuah mutiara sesulit apapun prosesnya.

Setidaknya dalam proses menjadi mutiara, saya akan berusaha menjaga diri saya seperti mutiara yang menjaga dirinya dengan kotak kaca. Setidaknya saya hanya bisa dipandang tanpa harus disentuh karena ada perasaan takut merusakinya bagi orang yang ingin menyentuhnya. Setidaknya saya bisa menjadi mutiara untuk masa depan saya nanti. Setidaknya saya sudah berusaha untuk menjadi mutiara yang terjaga agar saya bisa mendapatkan masa depan yang juga menjaga dirinya.

Manusia memang tidak sempurna, tapi siapa juga yang ingin menjadi tomat ? Yang tidak terlindung apapun dan dengan mudahnya disentuh kemudian diabaikan. Yang disentuh dan dicoba banyak orang. Yang bisa ditawar dan didapatkan dengan mudah. Saya tidak ingin seperti itu. 

Saya bersyukur pernah dan seringkali mendengar perumpamaan ini. Setidaknya ini dapat menyentil saya. Jadi, untuk kalian para pembaca yang mungkin terdampar di blog saya, kalian pilih jadi tomat atau mutiara? Saya sih mau jadi mutiara :)
Read More

Minggu, 23 Februari 2014

Mereka Bilang........

 Ini tentang sedikit-banyak nya perkataan orang di luar sana.


"Seharusnya ini Cinta.." 

Ya memang seharusnya begitu bila memberi kebahagiaan. Jika memang cinta tak perlu menyisakan kesedihan, bukan? Mari kita lihat. Cinta kepada Allah. Jangan tanya tentang kesedihan, karena nikmat yang diberikan-Nya tak ada sedikitpun celah. Diri kita saja yang terlalu angkuh untuk mengakuinya. Dan baru tersadar ketika diberikan tamparan. Cinta kepada orang tua. Selalu memberi kebahagiaan. Menerima dan memberi. Menerima kehangatan keluarga. Memberikan prestasi gemilang atas segala jerih payah. Menuai senyuman haru dan tangisan pilu jika memang diluar batasnya. Cinta kepada orang-orang di sekitar. Jika dilakukan dengan ikhlas sudah pasti tak akan ada rasanya sesal atau sakit. Yang dibutuhkan hanya ikhlas.

Jadi ? Tak semua perasaan berdesir tiba-tiba memang dapat dikategorikan seperti itu. Mencintai -apapunitu- jika tetap pada batasannya takkan menyisakan sedikitpun sesal atau sedih. Yang perlu diingat hanyalah ikhlas dan tidak berlebihan. Dan semuanya pun terasa ringan.

"Harusnya di usia segini kamu sudah dewasa"

 Saya remaja tanggung berumur 16 tahun dan hampir menginjak usia ke-17. Jangan harap saya adalah remaja yang sudah mempersiapkan semuanya untuk masa depan saya. Saya sendiri masih dibingungkan dengan berbagai pilihan. Sekali lagi, saya berumur 16 tahun dan masih kekanak-kanakan.

 Sebenarnya dewasa itu relatif. Tidak melihat usia sekalipun dia sudah berkepala 2 ataupun 4 . Dewasa itu tentang sesuatu yang tidak melulu mengedepankan ego sendiri. Dan saya masih dalam bilangan egois. Saya selalu mementingkan diri sendiri dan seringkali mengecewakan orang lain dengan keputusan yang saya ambil.
Jangan ambil pusing tulisan ini karena dituli oleh remaja labil. Tapi saya hanya ingin mengungkapkan pikiran saya bahwa dewasa tidak menuntut usia.

 Dewasa itu pilihan. Kita bisa memilih untuk menjadi dewasa atau tetap seperti anak- anak. Dewasa itu bukan tentang kata tapi tentang perbuatan. Tentang pemikiran yang matang. Tentang hati yang kokoh.

Dewasa itu tidak pernah memandang usia.

Read More

Hujan. Bias. Hampa.

  Mungkin 1 bulan ke belakang, adalah bulan yang paling kosong. Bukan kosong akan kegiatan. Semakin menumpuk malah. Tetapi tentang diri saya.

 Bulan ini hujan tidak henti-hentinya mengguyur kota ini. Kota dengan julukan hujannya. Rintik di pagi maupun malam sudah biasa terlihat. Udara dingin yang seringkali menyusupi seringkali terasa. Saya sudah terbiasa dengan suasana ini. Tapi, tidak dengan hati saya. Begitupun otak saya

 Entah apa yang mengganjal, tapi saya yakin bulan ini terasa tak nyata. Ulangan, rapat ekskul dan sebagainya terasa hambar. Tak ada dorongan apapun. Jika digambarkan, grafiknya akan menujunkan penurunan drastis. Hari demi hari saya jalani dengan datar. Bukan seperti kata orang yang seharusnya naik turun jika dianalogikan sebagai monitor detak jantung.

 Sempat terpikir dalam benak, jika hujanlah penyebabnya. Hujan membiaskan segalanya. Samar. Hingga hati pun tak yakin apakah ini nyata atau tidak. Apa hujan juga menghapus segala memori di bulan ini? Atau memadamkan api semangat yang awalnya membara?

 Naif jika menyalahkan hujan. Tapi, malam ini saya pun masih bingung. Apa yang telah terjadi pada diri saya. Semuanya terasa kosong. Saya mewujudkan mimpi dengan tidak riil. Bagaimana bisa mimpi itu membentuk menjadi suatu yang nyata?

Semuanya terasa hilang. Entah apa. Mungkin, bagian diri saya sudah terpecah dan tersebar entah kemana tepatnya. Semua yang harusnya diprioritaskan menjadi samar. Hampir hilang. Seakan rintik hujan pun mampu membiaskan prioritas yang sudah tertanam dalam otak.

Lalu bagaimana? Aku pun tak tahu. Yang saya tahu hanya hujan, bias,hampa. Dan kata yang kukenal pada bulan ini adalah "nanti". Nanti untuk ini dan itu. Sebegitu lalaikah manusia ini?

 Pada akhirnya, hujan pun memohon agar berhenti disalahkan Saya pun tersenyum maklum. Bukan salah hujan, bukan salah siapapun.

Hanya bisa mengakhiri tulisan ini dengan permintaan maaf untuk orang- orang yang mungkin sempat kecewa dan kesal.

nanti kalau hujan. jangan biarin aku lari sendiri yaa… :)
From google

 
Read More

Diksi. Kata. Nyaman.

"Saya bukan seorang yang pandai bersilat lidah. Meluncurkan kata-kata dengan spotanitas. Saya hanya perangkai kata dalam secarik kertas ataupun sebuah layar. Dan saya merasa sangat nyaman."
-Hasna Nabila

Four photographs of the artist’s and models used in the “Viral” edition of Women’s Studies Quarterly.  Model Krystal Garner, Kate Feldman, Jasmine Lord (Photographer), and Veronica Jauriqui.  It is interesting to see the juxtaposition of the models physical profiles and their descriptive word clouds aggregated from their collective experiences and projected onto each unique profile. 
When we think of something as “viral,” we often think of the transit of electronic information at an intensified speed and reach. Viral also refers to indiscriminate exchanges, often linked with notions of bodily contamination, uncontainability, and unwelcome transgression of border and boundaries. In this issue of WSQ, the editors invite a rethinking of institutions of education, family, religion, health, military, media, and law to inaugurate an inventive cultural criticism on topics ranging from social media, hacking, clouding, and financial markets to pollution, genetics, and robotics.
View more portraits here.
Viral:
WSQ Volume 40, Numbers 1&2 Spring/Summer 2012
Edited by Patricia Clough & Jasbir Puar
From tumblr
Read More

Minggu, 16 Februari 2014

"Saya juga punya mimpi."

  Kehidupan di SMA itu benar-benar tentang bagaimana mewujudkan mimpi. 1 setengah tahun saya menjalani masa sma dan terbukti bahwa saya dikelilingi banyak mimpi. Mimpi orang lain ataupun mimpi saya. Sudah tidak asing lagi dengan hal mengejar nilai, belajar terus-terusan, ulangan berturut-turut. Juga tidak asing lagi dengan pertanyaan "Kuliah mau kemana?"
   Seringkali pertanyaan ini terlontar begitu saja entah dari teman ataupun keluarga ataupun siapapun-itu-yang-merasa-ini-adalah-pertanyaan-yang-harusnya-sudah-ada-jawaban. Tapi, entah kenapa setiap kali ditanya, mulut saya selalu refleks menjawab "Masih bingung nih." Dan terkadang ada saja yang mengakhiri percakapan dengan pertanyaan "emangnya lu ga punya mimpi?"

   Dan setiap saat juga hati saya refleks menjawab "Saya juga punya mimpi."

  Banyak orang yang membicarakan mengenai mimpinya dewasa nanti. Saya juga seringkali berangan bagaimana saya dewasa nanti. Menjadi seseorang yang sukses. Singgah ke beberapa negara untuk melanjutkan pendidikan ataupun urusan pekerjaan. Memotivasi dan memberikan inspirasi untuk orang lain. Dan masih banyak lagi. Terbukti bukan bahwa saya juga punya mimpi?
   Memang saatnya untuk memperbaiki kalimat refleks yang seringkali terlontar ini. Saatnya saya bisa meyakinkan orang dengan mimpi saya dan membuktikan bahwa saya bisa mewujudkannya.
   Bismillah. "Saya punya mimpi dan saya bisa mewujudkannya."

Teruntuk, siapapun di luar sana yang ragu dengan mimpinya.
  
    
Read More

Rabu, 31 Desember 2014

Untuk siapapun yang kelak menjadi imam saya, untuk siapapun yang memang ditakdirkan untuk saya, untuk siapapun yang nanti menjaga saya.


Adakah nanti kamu mengatakan hal ini ?

"Izinkan saya meniti surga bersamamu."

Karena jawaban saya tentu akan mengizinkanmu


"izinkan saya meniti surga bersamamu" dikutip dari film Assalamualaikum Beijing









Penghujung 2014

....

Di luar, terdengar suara petasan, candaan anak - anak dan terompet. Sedang saya disini duduk manis dan merutuki orang - orang yang mengganggu pendengaran saya dengan petasannya. Hm, bukan kesukaan saya untuk menghabiskan malam pergantian tahun dengan bersenang - senang. Saya lebih suka mencurahkan apa yang telah saya lakukan di tahun yang akan saya tinggalkan. Tidak. Saya tidak ingin berbangga diri ataupun sok alim. Saya merasa lebih nyaman dan tenang untuk sekedar lebih memahami diri saya selama setahun ke belakang.

2014  bukanlah tahun yang mudah bagi saya. Kelas 11 semester 2, saya harus berkutat dengan semua yang berbau ekstrakurikuler. Kelas 12 semester 1, saya harus visioner mengejar mimpi saya. Siklus SMA tak pernah tidak sulit, bung. Tapi, bukan itu yang membuat semuanya terasa sulit. Di pertengah semester 5 saya merasakan gejolak pikiran yang tiada henti mengenai masa depan saya dan apa yang telah saya berikan untuk orang yang paling saya sayangi, kedua orang tua saya. Gejolak itu semakin tidak terkendali. Saya semakin apatis. Mencoba tidak peduli dengan keadaan. Saya benci diri saya. Saya benci dengan semua orang di lingkungan saya terkecuali keluarga. Dan, saya benci dengan bangunan abu itu,

Pergejolakan yang terjadi telah merubah pribadi saya hingga akhirnya saya menemui bulan di penghunjung tahun, Bulan Desember. Tepat di hari ini saya merasakan sesuatu yang berbeda. Saya merasa awan gelap yang menyelimuti pikiran saya telah sirna. Digantikan dengan hangatnya sebuah sinar yang membakar semangat saya untuk menjadi lebih baik dan memperbaiki semuanya. Tidak ada kata terlambat. bukan?

Kini, saya hanya ingin berdoa untuk diberikan segala yang terbaik di tahun berikutnya. Memberikan kabar bahagia untuk orang yang paling ingin saya bahagiakan. 

...

Dan, untuk pertama kalinya saya melewati malam di tanggal kelahiran saya dengan rasa berbeda. Dengan rasa lega. Sudah 17 tahun menjejaki dunia. Mungkin, banyak yang belum dicapai tapi banyak pula yang akan dicapai. Dan saya tidak ingin menjadi pribadi yang dulu. Saya percaya bahwa apa yang saya pikirkan belum tentu benar.

Selasa, 25 November 2014

Kenapa.........

Masih sama.

Rabu, 12 November 2014

Hujan, Kemarau. Ini Kisah Saya.

Musim penghujan kembali. Saya masih disini. Menanti suatu rasa yang nyata.

Musim kemarau berganti. Keringnya masih tertinggal. Gersangnya tersisakan.

Air hujan membasahi. Tapi tak bisa menghapus jejak yang tertinggal.

Hujan kemarau silih berganti. Kaki saya masih berpijak.

Hujan menghapus gersang. Kemarau menyerap air.

Apalah daya hujan kemarau tak mampu menggapai angan saya.

Menggapainya pun tak bisa. Menghilangkannya apalagi.

Hujan dan kemarau, ini tentang kisah saya.

Kisah tanpa ujung.

Tanpa akhir atau permulaan.

Hujan dan Kemarau,

Adakah daya kalian mampu menyinggungkan dua kisah yang berbeda?

Adakah suatu saat nanti kisah ini bukan sekedar abstraksi belaka?

Hujan,

Mampukah kau menghapus memori ini ? Menghanyutkannya dengan tumpahan airmu yang begitu deras?

Kemarau,

Mampukah kau menggugurkan segala harapan saya layaknya daun yang berguguran ?

Ah, hujan dan kemarau pun hanya terdiam.

Bisu.

Tak ada kuasa.

Karena, memang saya tak tahu diri mempertanyakan jalan saya pada kalian.

Hujan dan Kemarau,

Adakah nanti saya melewatkan kalian dengan harapan saya yang sudah tergapai ?

-------


Harus berapa musim lagi saya menanti disini.

Minggu, 02 November 2014

Saya rasa orang - orang sama saja seperti ombak. Datang menerpa saya dengan tiba - tiba.
Setelah membasahi, pergi meninggalkan saya.

Sabtu, 25 Oktober 2014

Gadis Itu Sendiri

Tentang gadis yang menikmati kesendiriannya...


Gadis ini berjalan seorang diri
Menapaki jalan yang ramai
Berdesakan dengan pejalan kaki lainnya
Kadang terbawa oleh arus manusia
Kadang tersandung berusaha mempertahankan keseimbangannya

Gadis ini sendiri
Menelusuri jalan setapak
Ramainya jalanan tak membuatnya canggung
Sendiri sudah menjadi kesehariannya

Dia bukan seorang anti sosial
Hanya menikmati waktu dimana ia sendiri
Dimana desir angin pun bisa menjadi sebuah lantunan nada
Dimana terik matahari tidak terasa menyengat
Karena kesendirian membuatnya larut dalam pikiran

Banyak orang mempertanyakan kesendiriannya
Gadis ini hanya bereaksi dengan kikuk
Karena dia tidak merasa salah atas keadaannya
Justru, dia merasa benar.

Memangnya sendiri itu nista?

Sekali lagi, gadis ini tidak memandang sendiri sebagai tabu.
Dia menikmatinya.
Lalu untuk apa peduli dengan perkataan orang?

Gadis ini sendiri.
Tanpa merasa sepi.

Gadis ini sendiri.
Karena punya alasan kuat yang selama ini menjadi benteng kokohnya.

Alasannya sederhana,
"Untuk apa di keramaian tapi tersiksa?"

Jumat, 24 Oktober 2014

"Karena hati ini bukan untuk dijadikan tempat transit sejenak. Bukan untuk ditinggalkan layaknya ampas. Hati ini untuk bersandar tanpa ada batasan waktu yang mampu pudarkan sebuah rasa.

...Dan, saya hanya memberi ruang pada dia yang tak mengenal batasan waktu."





Selamat Malam.

Musim untuk sebuah kerelaan

      Tentang musim yang saya dambakan...

     Ini bukan musim yang indah dengan warna - warni bunga bermekaran. Bukan pula musim yang dinanti karena terika mataharinya. Atau tetang musim dengan hamparan salju yang luas. Ini musim yang mungkin kebanyakan orang menganggapnya suram. Musim yang menggugurkan daun. Musim yang memberi kehangatan.


   Saya selalu berkhayal entah suatu saat atau dimanapun nantinya. Saya berjalan di trotoar dengan pemandangan pohon yang meranggas. Melihat jatuhnya dedaunan mengiringi langkah saya. Daun - daun yang berwarna coklat berserakan dimana-mana. Disusul dengan kekesalan para penyapu jalan. Tapi, entah kenapa saya akan menikmati dedaunan yang jatuh itu. Seakan dedaunan itu adalah sebuah hiburan istimewa.


   Seharusnya, kalian bisa terka musim apa ini. Saya pikir musim ini tentang kehangatan. Warna cokelat yang seringkali mendominasi seakan membius saya masuk pada sebuah lingkar kehangatan. Kehangatan yang memeluk saya hingga saya lupa akan penat yang menggigit pikiran saya. Hah, tapi ini hanya sebuah khayalan. Karena satu detik pun saya tak pernah melewati musim ini.


  Tapi, musim ini seakan memberi saya pelajaran tentang kerelaan dedaunan yang rela jatuh  digugurkan pepohonan. Demi kelangsungan pohon, daun - daun itu rela jatuh dari tempatnya selama ini. Saya teringat dengan sebuah buku karya Tere-Liye. Daun yang jatuh tidak pernah membenci angin. Begitu juga dengan khayalan saya tentang kerendahan hati daun untuk digugurkan demi peranggasan pohon untuk dapat bertahan hidup.

  Dunia terlalu luas untuk dijelajahi tapi tidak untuk memetik ilmu. Musim pun mengajarkan kepada kita tentang kerendah-hatian. Begitupula manusia. Andaikata, manusia memiliki kerelaan seperti dedaunan itu.

...

Tak perlu lah saya sebut musim apa itu. Definisinya hanya cukup digambarkan dengan cokelat, hangat, kerelaan.


Minggu, 12 Oktober 2014

Teruntuk sosok yang masih saya cari dan mudah-mudahan hadir dalam hidup saya,



"Selamat berjuang untuk membangun mimpi."







Selamat Malam.
Untuk 2 orang yang paling saya sayangi,


Saya sudah 16 tahun lebih di bumi ini.
Sudah banyak yang saya jalani dengan mereka.
Sudah banyak pula pengorbanan mereka untuk saya.
Dan, banyak pula doa dan harapan mereka untuk saya.

Waktu seakan berjalan cepat.
Hingga saya tersentak ketika saya menoleh ke belakang.
Banyak hal yang telah berubah.
Begitu pun mereka.

Garis - garis di raut mukanya mulai terlihat.
Seakan menunjukkan betapa banyak hal yang telah mereka alami.
Tenaga mereka juga tak seperti dulu lagi.
Dan uban mulai menghiasi rambut salah seorangnya.

Dan...
Aku pun merenung.
Sidah berapa banyak harapan mereka yang pupus karena saya?
Sudah berapa banyak air mata yang mereka teteskan karena saya?
Sudah berapa tetes keringat yang mereka korbankan demi saya?
...

Sudah berapa banyak saya memberi untuk mereka ?

...

Teruntuk mama dan bapak,
Tetaplah menjadi orang terhebat yang ada dalam hidup teteh.
Terimakasih atas ketegaran dan pengorbanan yang telah diberikan.
Terimakasih atas doa - doa yang telah dipanjatkan untuk kebahagian teteh.

..,

Mah, Pak, anakmu ini memohon maaf dan akan selalu meminta untuk diiringi setiap langkahnya dalam doa mama dan bapak.

...

dan terakhir tetapi tidak akan menjadi yang benar - benar terakhir,
doakan anakmu untuk mewujudkan harapan terbesarmu,


....................................

Menjelajah. Mengembara.

   Mengembara bertemu orang baru.
.
.
.

   Hari ini biasa saja. Hanya, dipaksa atau dituntut untuk mengikuti psikotest yang agak susah buat tubuh kembali memulai aktivitas. Hari ini ya normal - normal saja. Sampai akhirnya, saya di angkutan publik itu lagi.

  Entah kenapa setiap saya di sana saya selalu berpikir untuk meng-eksplor suatu tempat baru. Bertemu orang - orang baru. Berkenalan dengan budaya baru. Bukan, ini bukan tentang travelling. Saya hanya ingin berkenalan dengan orang baru. Mengenal dunia dengan lingkup yang lebih luas.

  Mengembara terlihat seperti kata yang menggambarkan bahwa saya ingin berpergian jauh. Sangat jauh. Tapi, lagi-lagi tidak seperti itu. Saya tidak tahu apa sebabnya. Mungkin karena saya sudah berada di titik paling maksimal dimana kejenuhan saya semakin menjadi - menjadi. Atau mungkin karenas saya terlalu lama berada di lingkup itu - itu saja.

  Apalah itu penyebabnya, yang saya tahu saya ingin mengenal banyak orang dengan kepribadian berbeda. Melihat sisi lain dari penduduk bumi. Ya, membuat saya untuk lebih terbuka dengan orang lain.

  Saya ingin menjelajah suatu tempat yang nantinya bisa menjadi tempat kenangan sendiri. Entah kenapa, semakin bertambah umur semakin banyak hal yang menyisakan kenangan. Contohnya, saya seringkali mengunjungi suatu tempat dan mendadak terlinta satu kejadian yang memang pernah saya alami di tempat itu. Seakan tempat itu mampu merekam ulang peristiwa tersebut.

Hm, mungkin saya ingin mengembara karena ...

Saya ingin mengabadikan suatu momen di seluk-beluk hamparan bumi. Hingga nanti, banyak tempat yang akan bercerita kepada saya.


Jumat, 10 Oktober 2014

Tentang Sisi yang Tak Terjamah

  Siang itu, terik. Matahari rasanya membakar. Mungkin ingin menampakkan amarahnya pada manusia yang tak hentinya melubangi atmosfir. Atau, sekedar menyombongkan teriknya pada seluruh jagat raya.

   Teriknya matahari hampir membuat mata ku kabur. Sekedar berteduh dari panasnya. Berdiri di emperan toko. Memandangi lalu-lalang pejalan kaki yang hendak melanjutkan aktivitasnya.

   Apa karena suhu sudah terlalu panas, hingga menguapkan kesadaranku? Pikiran ku pun membumbung jauh. Mungkin hendak menghampiri matahari. Mencaci-maki sang raja siang yang keterlaluan itu.

  Tapi, anggapanku salah. Pikiranku membumbung jauh ke beberapa masa. Beberapa waktu yang lalu. Sebagian lagi menuju beberapa waktu ke depan.

  Pikiranku menuju sebuah sisi perjalanan yang mungkin tak akan ada habisnya. Yang siklusnya selalu sama. Sempat terhenti. Namun, seperti muncul ke permukaan kembali.

   Tentang sisi ini memang tak ada habisnya. Entah sisi ini akan berlabuh dimana. Entah akan berlabuh atau terus mengarungi hingga lelah pun membuncah. Siklusnya membuatku letih. Membuatku takut untuk berbagi dengan seseorang. Dan hanya mampu berbagi dengan "apa".

  Tentang siklus ini, selalu pada "tempat" yang sama. Terhenti. Memulai kembali. Terhenti. Memulai kembali. Dan begitupun seterusnya. Hingga aku pun sudah tak ingin menjamah siklus tersebut. Karena....peduli apa?

  Mindset tentang siklus ini pun sudah terbentuk. Dengan pertanyaan, "untuk apa jika terus berakhir seperti ini?". Pertanyaan ini seakan membentuk bangunan tersendiri. Bangunan yang kokoh, dengan bebatuan yang bertumpuk-tumpuk dan besi yang dingin.

  Tapi...... Bangunan ini diselubungi ketakutan akan siapa yang akan menerobosnya. Menghancurkan semuanya.

  Dan ketakutan ini membentuk diriku. Menjadi dingin seperti besi.

  Seketika, alam bawah sadar ku pun kembali. Tersadar, langit diselubungi awan-awan. Menghalau sinar matahari. Sepertinya, pikiran ku berhasil membujuk sang raja siang.

  Teringat akan apa yang kupikirkan. Untuk saat ini mungkin ketakutan ini akan tetap jadi pertahananku. Hingga suatu saat.

  Dan aku pun pergi meninggalkan emperan toko.

Minggu, 21 September 2014

Selamat Malam.

"....Semoga semakin menjadi sosok yang hebat ya. Sukses."

....

Hari ke-21 di bulan September.

Kamis, 11 September 2014

"Lagi-lagi, September menyisakan cerita."

Sabtu, 06 September 2014

Tiba-tiba muncul 1 pertanyaan,



...






"Apa Kabar?"






...

Hm.





-untuk bayangan tak nyata.

Rabu, 03 September 2014

Random Malam Kamis.

Jadi gini, laptop rusak. Udah lama sih. Terus hape ada virusnya jadi di format karna ga ngerti lagi harus gimana. Terus, akhir - akhir ini baru sadar kalo banyak banget dokumen (re : foto, lagu, data) yang meaning bgt. Terus nyesel. Terus kangen. Terus........... yaudah aja gitu tinggal memori di otak yang tersisa. Huft.

Sabtu, 30 Agustus 2014

Secangkir Lagu

Lagu bukan hanya sebuah gubahan nada. Tapi juga sebuah ekspresi yang ingin disampaikan oleh penulisnya. Entah bahagia atau sedih.

Lagu juga seringkali dijadikan sebagai media untuk bercerita. Tidak secara langsung. Hanya gambaran melalui nada yang mengalun indah. Liriknya pun terselip sebuah makna. Yang mungkin hanya diketahui si penulis.

Mungkin itu dari sudut pandang si penulis. Bagaimana dari pandangan para pendengarnya?

Bagi pendengar, lagu juga punya cerita tersendiri. Bukan karena dia menciptakan gubahan lagu, tapi karena lagu itu mengiringi kisahnya. Kisah yang akhirnya seakan terekam dalam lagu itu. Yang kemudian jika diputar ulang, potongan - potongan kisahnya akan kembali dalam pikirannya.

Bukan hanya tentang apa, lagu juga seringkali menceritakan siapa. Didedikasikan untuk seseorang. Atau bisa jadi sebuah pesan untuk seseorang. Untuk segelintir orang, lagu disisipkan sebuah pesan bermakna untuk seseorang. Yang ia berharap pesan itu kan terbaca, suatu saat.

Malam ini, saya duduk merenung akan sebuah lagu. Tentang sebuah kisah, tentang seseorang.

Kamis, 28 Agustus 2014

Revert to draft. Done.

Minggu, 24 Agustus 2014

Minggu, 24 Agustus 2014

Sore itu langit mendung. Tetes demi tetes air hujan mulai membasahi bumi. Seketika, layaknya air yang ditumpahkan ke bumi, tetesan air hujan itu makin deras. Tidak ada jeda sedikitpun. Seperti tak ingin ada satupun makhluk hidup yang tidak terkena cipratan airnya.

Aku, berlari dengan langkah panjang menerobos tumpahan air hujan. Tetap saja basah kuyup walaupun sudah berlari kencang. Aku pun berhenti sejenak pada sebuah halte. Menunggu hujan reda. Dasarnya si melankolis, menunggu di halte pun malah teringat sepotong bagian novel yang pernah kubaca. Kemudian berandai.

Aku menunggu tak lama, tapi pada saat itu aku melihat sekeliling. Mobil-mobil menembus air hujan, orang - orang berlarian tanpa payung. Seketika, kepalalaku menengadah. Ada yang beda. Langitnya memang mendung. Hujannya memang deras. Anginnya pun kencang. Tapi, awannya membuatku takjub. Merinding memang. Ketika melihat awan bergerak dengan cepat. Berpindah tempat ke satu arah. Awan itu seperti televisi di halte yang memberikan sedikit pertunjukkan untukku. Bagaimana tidak, ketika aku melihat langit sekeliling, langitnya sama. Hanya mendung. Tak ada awan yang begitu jelas.

Sekali lagi aku dibuat takjub keindahan alam. Bukan lagi karena pelangi ataupun gradasi langit senja. Tapi, karena awan hitam di langit yang mendung.

Seakan memberi pelajaran bahwa segelap apapun yang terlihat bukan berarti tak bisa membuat takjub.

Kamis, 07 Agustus 2014

"Sedang menerka banyak hal."
 

Merangkai Kisah


Tentang cerita yang selalu berpindah arah...

Terinspirasi dari Manusia Setengah Salmon - nya Raditya Dika, saya merenung tentang jalan hidup yang selalu berpindah. Entah urusan hati ataupun perjalanan hidup. Tak terasa sebentar lagi saya akan menginjak bangku kuliah. Padahal saya merasa sedikit sekali bekal yang saya punya. Tapi, saya tak dapat berhenti karena saya punya mimpi yang harus diwujudkan. Saya punya orang yang harus dibahagiakan.
Via Tumblr

Katanya, yang mengikuti arus hanya ikan yang mati. Analogi ini cukup memecut saya karena seringkali saya berpikir bahwa lebih baik membiarkannya mengalir begitu saja mengikuti takdir. Tapi, sebenarnya tidak seperti itu. Hidup ini berpindah tapi tak selalu mengikuti arus, kadang kita harus melawannya. Menerjang arus tanpa peduli bahaya yang diterima. Karena saya tak ingin menjadi ikan di kolam yang tenang, yang terjamin kehidupannya teteapi terkekang dalam kolam itu. Saya ingin menjadi ikan yang mengarungi samudra dan bertemu banyak hal menakjubkan di dunia ini. Saya ingin berpindah menjadi manusia yang kuat dan kokoh pertahanannya setelah menerang arus itu. 

http://2.bp.blogspot.com/_E0-ywM5WE_c/THfCnC0E0kI/AAAAAAAAAIw/-1eLoPBATV8/s1600/IMG_0118.JPG 
Via Google

Bukan hanya tentang pendewasaan, perpindahan pun terjadi pada hati. Saya kira dengan bertahan pada suatu orang akan membuat saya nyaman. Tapi, kenapa kenyataannya menjadi berbalik? Saya merasa terkungkung pada suatu ruang. Ruang yang tak mampu saya dobrak. Hingga akhirnya saya sadar ruang itu tak kan mampu didobrak jika saya tidak bisa membukanya dengan ikhlas. Menyukai seseorang seharusnya membuat saya bahagia, kan? Jika tidak bahagia mungkin dia bukan orang yang tepat dan berarti saya harus melangkah dan merelakan. Karena perpindahan pada hati itu tentang kerelaan. Bukannya saya berniat menjadi manusia yang brengsek istilah kasarnya, saya hanya tak ingin menjaga hati dengan menutup serapat-raptnya. Saya tidak mau berpikiran sempit dengan berpikir bahwa semua orang berlaku seperti itu. Saya juga ingin bahagia dengan orang yang tepat
 
Via Tumblr

Perpindahan dalam hidup memang tak terasa. Tahu-tahu saja sudah menjadi kenangan. Saya sampai malam ini sudah merangkai kisah yang nantinya mudah-mudahan bisa dikenang dengan manis. Saya punya cerita sendiri yang tentunya berbeda dengan yang lain. Saya ingin bercerita pada orang tersayang tentang kisah saya. juga membuat bangga orang - orang tercinta. Saya juga ingin bertemu seseorang yang menemani seumur hidup saya dalam kisah ini. Doakan saya mampu merangkai kisah yang indah.  
 
Via Tumblr

Rabu, 14 Mei 2014

Inspiratif.

Jadi, di DKM itu ada tabligh akbar dari penulis yang keren banget. hahaha. Serius, keren banget. Saya juga baru tahu pas Mekah kali ini. Saya juga belum baca bukunya, tapi setelah denger gimana ceritanya, saya bisa ngebayangin gimana penulis ini. Terus liat fotonya di backdrop. Dan langsung 100% yakin kalo dia bener-bener tokoh inspiratif.

 Dan, hari H pun tiba. Huh, sayangnya saya tidak bisa menonton penuh ya karna ada kesibukan lainnya... hahaha tapi sebagian dari yang saya lihat, banyak banget kata-kata keren yang diucapkan beliau. Jadi, dia membicarakn tentang cinta gitu. Tentunya cinta yang sesuai dengan syariat Islam. Dan, benar-benar keren. Bukan hanya dari materinya aja, tapi saya juga suka dengan orangnya. Eits, kagum maksudnya. Beliau sendiri kayak punya kharisma tersendiri. Mukanya tuh kayak memancarkan aura positif. Dan, beliau punya kisah cinta romantisss sama istrinya yang katanya dijadiin novel! AAAAAA hahahahahaha. Ya pokoknya beliau itu keliatan banget penyayang apalagi sama istrinya. AAAAA hhahahahahaha

 Penasaran ga siapa? ituloh penulis buku Tuhan Maha Romantis sama Ja(t)uh. Beliau juga wakil ketua BEM UI hmmmm. Jadi, beliau tuh adalah.. Azhar Nurun Ala.

Terimakasih ya kak sudah bersedia hadir di sekolah saya. Mengisi acara DKM. Dan berbagi kisah inspiratif! Kakak sangat keren! :D

+Foto :)
 
 

Alhamdulillah

"Akhirnya, semuanya terbayar sudah. Terimakasih untuk panitia-panitia tersayang! :D"

Sosok Ini.

 Pikiran pun memutar ulang kejadian 2 hari yang lalu. Aku hanya dapat tersenyum tipis. Senyuman yang melegakan. Setelah sekian lama aku mempercayai dongeng - dongeng yang tiada henti menyesaki otakku, kini aku bertemu dengan sosok ini. Nyata. Berwujud. Terlihat.

 Aku kira tokoh ini hanya ada dalam dunia dongeng. Dengan pancaran yang memukau. Mampu menghipnotis sejenak. Mampu membuat mulutku menganga. Mampu membuat hatiku berdesir. Tokoh ini ada. Sosok ini nyata. Senyumannya persis yang seperti aku gambarkan selama ini. Tingkahnya dan hobinya....... Apa ini mimpi?

 Dunia seringkali membuat ku tak percaya akan segala sesuatu yang sempurna. Karna memang tak ada yang sempurna, bukan? Tidak, ia tak sempurna. Tapi, sosok ini mampu membuatku membeku. Berdiri layaknya patung. Lidahku kelu. Mataku melebar. Aku....senang.

 Tepat pada hari itu, pikiran ku berubah 180 derajat. Aku percaya bahwa dunia punya sosok ini. Aku percaya sosok ini akan hadir dalam hidupku. Ya, aku harus percaya.

 Sosok ini berhasil memecut diriku untuk lebih "menjaga". Untuk lebih bersabar. Untuk lebih memantaskan diri lagi. Terimakasih, kak :)

"Siapa yang butuh wajah yang tampan jika ada yang berkharisma memancarkan aura positif?"

Jumat, 02 Mei 2014

"Setengah-setengah. Raga disini, hatinya dimana."
"Setengah-setengah. Raga disini, hatinya dimana."

Rabu, 30 April 2014

Sejenak

Langit senja memang lukisan alam paling indah. Dihiasi gradasi warna yang sempurna. Mengantar raja matahari kembali ke singgasananya. Menjemput raja malam untuk menunaikan tugasnya.

Aku, berbaring beberapa meter di atas permukaan laut, termenung menatapi langit sore hari. Bukan termenung, lebih pada menikmati. Aku tidak sendiri. Aku "ditemani" secangkir teh hangat dan alunan musik lambat. Mungkin, hanya 30 menit ini yang dapat menjadi waktu terbaikku.

Hembusan angin menyusupi jemariku. Menggelitik rambutku. Sekejap, mataku pun terpejam. Layar hitam pun muncul. Kemudian diiringi potongan-potongan kejadian hari ini. Banyak tapi hampa. Seakan ada bagian yang hilang. Kosong. Tak bermakna. 

Hembusan napas berat pun aku keluarkan sebagai tanda keluhan betapa beratnya hari tapi aku tak dapat memaknainya. Aku pun bingung dimana potongan bagian penting itu terjatuh. Hingga semua potongan lainnya menjadi tak bernilai.

Tiba-tiba mataku pun mengerjap. Silau. Cahaya pun melenyapkan layar hitam itu beserta potongan kejadian lainnya. Sejenak pula aku melupakan apa yang telah terjadi. Aku pun teringat tujuanku disini. Sekedar melupakan penat yang ada. Melupakan dunia sebentar.

Waktu memang bukan kawan yang baik untuk saat ini. Gradasi warna langit pun mulai pudar. Digantikan gelapnya langit malam. Raja malam pun mulai tampak. Lebih baik aku pun beranjak. Maafkan aku rembulan, bukan aku tak ingin menikmati keindahan cahayamu. Tapi, aku tak bisa terus disini melupakan semua kepenatanku.

Kaki ini sudah melangkah. Entahlah kemana. Mungkin pada bagian penting itu. 

Oh, bagian penting itu ternyata adalah "ikhlas akan segala hal". Otakku ternyata lancar berjalan senada dengan alunan langkah kakiku. Seirama dengan senyuman yang akhirnya kembali merekah di bibirku.

                                   -untuk siapapun di luar sana yang butuh sedikit sentilan

Sabtu, 19 April 2014

Pengen Sendiri

Sampe sekarang masih pengen banget punya rumah yg atapnya bisa dinaiki terus ada kursi santai cuman buat liat langit senja dan malam yang penuh bintang. Atau ga pergi ke bukit gitu. Terus bisa teriak sekenceng-kencengnya. Terus rebahan di rumput hijaunya. Juga pengen banget punya kamar yang kalo di matiin lampunya ada glow in the dark. Hm. Gatau deh pokoknya lagi pengen suasana nyaman tapi sendiri.

Sendiri itu kadang memuakkan. Iya, kalo lagi banyak pikiran yang mulai masuk ke otak. Tapi kadang malah bikin nyaman. Dimana bisa menenangkan diri dari hiruk pikuk dunia.

Sendiri yang bisa buat nenangin diri tentunya ibadah. Tapi selain itu, ada juga kondisi dimana gue sendiri di suatu tempat sepi yang gue bisa teriak kenceng banget. Juga di situasi dimana gue sendiri dan membuang semua pikiran yang terlalu complicated. Atau juga dimana gue sendiri dan bisa melihat atau merasakan sesuatu yang bikin nyaman.

Makanya, tiduran di atap, rebahan di rumput hijau, teriak di bukit, tidur dengan cahaya di langit2 kamar, itu menurut gue situasi yang bisa ngeluarin emosi gue. 

Someday lah ya. 

Masih Sama.

"Masih ngerasa sendiri. Masih gatau harus berpijak dimana. Masih gatau harus menopang pada apa. Masih belum membekas. Masih ngerasa sepi. Masih dengan penyesalan yang tak kunjung henti. Masih takut untuk menghadapi. Masih ga  progress. Sedih."

Senin, 31 Maret 2014

5W + 1H versi saya

Apa ya? Tapi entah apa yang membuat saya ingin me-reset kehidupan saya dan memulainya dengan semua yang berbeda entah itu orang-orangnya ataupun suasananya. Mungkin apa disini adalah jati diri saya yang semakin abstrak.

Kenapa ya? Entah kenapa saya semakin kesini semakin terlihat samar. Jati diri saya bukannya terbentuk malah semakin abstrak.

Dimana ya? Lalu dimana pula jati diri saya yang sebenarnya ? Terselip dalam bagian diri saya yang manakah?

Bagaimana ya? Dan bagaimana membuat program yang sudah lama ini menjalani arus kehidupan dapat memunculkan jati diri saya yang sebenarnya?

Kapan ya? Lalu kapan saya menemukan jati diri saya?

Siapa ya? Siapa pula yang dapat membantu saya mencari jati diri saya? Yang mau merelakan sebagian waktunya menemani saya.

Tomat atau Mutiara ?

"Jangan jadi tomat yang dengan mudahnya dipegang-pegang tapi pada akhirnya tidak jadi dibeli. Jadilah mutiara yang terjaga dalam sebuah kotak dan jika dibelipun akan selalu dijaga."

Sepertinya perumpamaan ini sudah tidak asing lagi, bukan? Mutiara dan tomat itu sudah seperti benda yang memiliki sifat bertolak belakang. Mutiara bagaikan barang istimewa sedangkan tomat bagaikan barang yang... ya bisa dilihat dari perumpamaan itu. 
Setiap kali perumpamaan itu diucapkan seakan-akan ada bagian dari diri saya yang tersentil. Bagaimana saya tidak tersentil, perumpamaan ini mengumpamakan seorang wanita sholehah yang mampu menjaga dirinya bagaikan mutiara dan wanita yang kurang mampu menjaga dirinya bagaikan tomat. Hm, seringkali saya berpikir apakah saya sudah menjadi mutiara indah tersebut?

Untuk menjadi mutiara yang utuh saja butuh proses yang lama, bagaimana menjadi mutiara utuh yang tersimpan dalam sebuah kotak permata? Seringkali terbesit dalam pikiran saya kata - kata itu. Tapi semakin lama saya mencari tahu, saya semakin mengerti dan yakin akan jalan yang saya tempuh. Ya, saya memutuskan untuk menjadi sebuah mutiara sesulit apapun prosesnya.

Setidaknya dalam proses menjadi mutiara, saya akan berusaha menjaga diri saya seperti mutiara yang menjaga dirinya dengan kotak kaca. Setidaknya saya hanya bisa dipandang tanpa harus disentuh karena ada perasaan takut merusakinya bagi orang yang ingin menyentuhnya. Setidaknya saya bisa menjadi mutiara untuk masa depan saya nanti. Setidaknya saya sudah berusaha untuk menjadi mutiara yang terjaga agar saya bisa mendapatkan masa depan yang juga menjaga dirinya.

Manusia memang tidak sempurna, tapi siapa juga yang ingin menjadi tomat ? Yang tidak terlindung apapun dan dengan mudahnya disentuh kemudian diabaikan. Yang disentuh dan dicoba banyak orang. Yang bisa ditawar dan didapatkan dengan mudah. Saya tidak ingin seperti itu. 

Saya bersyukur pernah dan seringkali mendengar perumpamaan ini. Setidaknya ini dapat menyentil saya. Jadi, untuk kalian para pembaca yang mungkin terdampar di blog saya, kalian pilih jadi tomat atau mutiara? Saya sih mau jadi mutiara :)

Minggu, 23 Februari 2014

Mereka Bilang........

 Ini tentang sedikit-banyak nya perkataan orang di luar sana.


"Seharusnya ini Cinta.." 

Ya memang seharusnya begitu bila memberi kebahagiaan. Jika memang cinta tak perlu menyisakan kesedihan, bukan? Mari kita lihat. Cinta kepada Allah. Jangan tanya tentang kesedihan, karena nikmat yang diberikan-Nya tak ada sedikitpun celah. Diri kita saja yang terlalu angkuh untuk mengakuinya. Dan baru tersadar ketika diberikan tamparan. Cinta kepada orang tua. Selalu memberi kebahagiaan. Menerima dan memberi. Menerima kehangatan keluarga. Memberikan prestasi gemilang atas segala jerih payah. Menuai senyuman haru dan tangisan pilu jika memang diluar batasnya. Cinta kepada orang-orang di sekitar. Jika dilakukan dengan ikhlas sudah pasti tak akan ada rasanya sesal atau sakit. Yang dibutuhkan hanya ikhlas.

Jadi ? Tak semua perasaan berdesir tiba-tiba memang dapat dikategorikan seperti itu. Mencintai -apapunitu- jika tetap pada batasannya takkan menyisakan sedikitpun sesal atau sedih. Yang perlu diingat hanyalah ikhlas dan tidak berlebihan. Dan semuanya pun terasa ringan.

"Harusnya di usia segini kamu sudah dewasa"

 Saya remaja tanggung berumur 16 tahun dan hampir menginjak usia ke-17. Jangan harap saya adalah remaja yang sudah mempersiapkan semuanya untuk masa depan saya. Saya sendiri masih dibingungkan dengan berbagai pilihan. Sekali lagi, saya berumur 16 tahun dan masih kekanak-kanakan.

 Sebenarnya dewasa itu relatif. Tidak melihat usia sekalipun dia sudah berkepala 2 ataupun 4 . Dewasa itu tentang sesuatu yang tidak melulu mengedepankan ego sendiri. Dan saya masih dalam bilangan egois. Saya selalu mementingkan diri sendiri dan seringkali mengecewakan orang lain dengan keputusan yang saya ambil.
Jangan ambil pusing tulisan ini karena dituli oleh remaja labil. Tapi saya hanya ingin mengungkapkan pikiran saya bahwa dewasa tidak menuntut usia.

 Dewasa itu pilihan. Kita bisa memilih untuk menjadi dewasa atau tetap seperti anak- anak. Dewasa itu bukan tentang kata tapi tentang perbuatan. Tentang pemikiran yang matang. Tentang hati yang kokoh.

Dewasa itu tidak pernah memandang usia.

Hujan. Bias. Hampa.

  Mungkin 1 bulan ke belakang, adalah bulan yang paling kosong. Bukan kosong akan kegiatan. Semakin menumpuk malah. Tetapi tentang diri saya.

 Bulan ini hujan tidak henti-hentinya mengguyur kota ini. Kota dengan julukan hujannya. Rintik di pagi maupun malam sudah biasa terlihat. Udara dingin yang seringkali menyusupi seringkali terasa. Saya sudah terbiasa dengan suasana ini. Tapi, tidak dengan hati saya. Begitupun otak saya

 Entah apa yang mengganjal, tapi saya yakin bulan ini terasa tak nyata. Ulangan, rapat ekskul dan sebagainya terasa hambar. Tak ada dorongan apapun. Jika digambarkan, grafiknya akan menujunkan penurunan drastis. Hari demi hari saya jalani dengan datar. Bukan seperti kata orang yang seharusnya naik turun jika dianalogikan sebagai monitor detak jantung.

 Sempat terpikir dalam benak, jika hujanlah penyebabnya. Hujan membiaskan segalanya. Samar. Hingga hati pun tak yakin apakah ini nyata atau tidak. Apa hujan juga menghapus segala memori di bulan ini? Atau memadamkan api semangat yang awalnya membara?

 Naif jika menyalahkan hujan. Tapi, malam ini saya pun masih bingung. Apa yang telah terjadi pada diri saya. Semuanya terasa kosong. Saya mewujudkan mimpi dengan tidak riil. Bagaimana bisa mimpi itu membentuk menjadi suatu yang nyata?

Semuanya terasa hilang. Entah apa. Mungkin, bagian diri saya sudah terpecah dan tersebar entah kemana tepatnya. Semua yang harusnya diprioritaskan menjadi samar. Hampir hilang. Seakan rintik hujan pun mampu membiaskan prioritas yang sudah tertanam dalam otak.

Lalu bagaimana? Aku pun tak tahu. Yang saya tahu hanya hujan, bias,hampa. Dan kata yang kukenal pada bulan ini adalah "nanti". Nanti untuk ini dan itu. Sebegitu lalaikah manusia ini?

 Pada akhirnya, hujan pun memohon agar berhenti disalahkan Saya pun tersenyum maklum. Bukan salah hujan, bukan salah siapapun.

Hanya bisa mengakhiri tulisan ini dengan permintaan maaf untuk orang- orang yang mungkin sempat kecewa dan kesal.

nanti kalau hujan. jangan biarin aku lari sendiri yaa… :)
From google

 

Diksi. Kata. Nyaman.

"Saya bukan seorang yang pandai bersilat lidah. Meluncurkan kata-kata dengan spotanitas. Saya hanya perangkai kata dalam secarik kertas ataupun sebuah layar. Dan saya merasa sangat nyaman."
-Hasna Nabila

Four photographs of the artist’s and models used in the “Viral” edition of Women’s Studies Quarterly.  Model Krystal Garner, Kate Feldman, Jasmine Lord (Photographer), and Veronica Jauriqui.  It is interesting to see the juxtaposition of the models physical profiles and their descriptive word clouds aggregated from their collective experiences and projected onto each unique profile. 
When we think of something as “viral,” we often think of the transit of electronic information at an intensified speed and reach. Viral also refers to indiscriminate exchanges, often linked with notions of bodily contamination, uncontainability, and unwelcome transgression of border and boundaries. In this issue of WSQ, the editors invite a rethinking of institutions of education, family, religion, health, military, media, and law to inaugurate an inventive cultural criticism on topics ranging from social media, hacking, clouding, and financial markets to pollution, genetics, and robotics.
View more portraits here.
Viral:
WSQ Volume 40, Numbers 1&2 Spring/Summer 2012
Edited by Patricia Clough & Jasbir Puar
From tumblr

Minggu, 16 Februari 2014

"Saya juga punya mimpi."

  Kehidupan di SMA itu benar-benar tentang bagaimana mewujudkan mimpi. 1 setengah tahun saya menjalani masa sma dan terbukti bahwa saya dikelilingi banyak mimpi. Mimpi orang lain ataupun mimpi saya. Sudah tidak asing lagi dengan hal mengejar nilai, belajar terus-terusan, ulangan berturut-turut. Juga tidak asing lagi dengan pertanyaan "Kuliah mau kemana?"
   Seringkali pertanyaan ini terlontar begitu saja entah dari teman ataupun keluarga ataupun siapapun-itu-yang-merasa-ini-adalah-pertanyaan-yang-harusnya-sudah-ada-jawaban. Tapi, entah kenapa setiap kali ditanya, mulut saya selalu refleks menjawab "Masih bingung nih." Dan terkadang ada saja yang mengakhiri percakapan dengan pertanyaan "emangnya lu ga punya mimpi?"

   Dan setiap saat juga hati saya refleks menjawab "Saya juga punya mimpi."

  Banyak orang yang membicarakan mengenai mimpinya dewasa nanti. Saya juga seringkali berangan bagaimana saya dewasa nanti. Menjadi seseorang yang sukses. Singgah ke beberapa negara untuk melanjutkan pendidikan ataupun urusan pekerjaan. Memotivasi dan memberikan inspirasi untuk orang lain. Dan masih banyak lagi. Terbukti bukan bahwa saya juga punya mimpi?
   Memang saatnya untuk memperbaiki kalimat refleks yang seringkali terlontar ini. Saatnya saya bisa meyakinkan orang dengan mimpi saya dan membuktikan bahwa saya bisa mewujudkannya.
   Bismillah. "Saya punya mimpi dan saya bisa mewujudkannya."

Teruntuk, siapapun di luar sana yang ragu dengan mimpinya.
  
    
Diberdayakan oleh Blogger.

Blogger templates

Followers