Jumat, 24 Oktober 2014

Musim untuk sebuah kerelaan

      Tentang musim yang saya dambakan...

     Ini bukan musim yang indah dengan warna - warni bunga bermekaran. Bukan pula musim yang dinanti karena terika mataharinya. Atau tetang musim dengan hamparan salju yang luas. Ini musim yang mungkin kebanyakan orang menganggapnya suram. Musim yang menggugurkan daun. Musim yang memberi kehangatan.


   Saya selalu berkhayal entah suatu saat atau dimanapun nantinya. Saya berjalan di trotoar dengan pemandangan pohon yang meranggas. Melihat jatuhnya dedaunan mengiringi langkah saya. Daun - daun yang berwarna coklat berserakan dimana-mana. Disusul dengan kekesalan para penyapu jalan. Tapi, entah kenapa saya akan menikmati dedaunan yang jatuh itu. Seakan dedaunan itu adalah sebuah hiburan istimewa.


   Seharusnya, kalian bisa terka musim apa ini. Saya pikir musim ini tentang kehangatan. Warna cokelat yang seringkali mendominasi seakan membius saya masuk pada sebuah lingkar kehangatan. Kehangatan yang memeluk saya hingga saya lupa akan penat yang menggigit pikiran saya. Hah, tapi ini hanya sebuah khayalan. Karena satu detik pun saya tak pernah melewati musim ini.


  Tapi, musim ini seakan memberi saya pelajaran tentang kerelaan dedaunan yang rela jatuh  digugurkan pepohonan. Demi kelangsungan pohon, daun - daun itu rela jatuh dari tempatnya selama ini. Saya teringat dengan sebuah buku karya Tere-Liye. Daun yang jatuh tidak pernah membenci angin. Begitu juga dengan khayalan saya tentang kerendahan hati daun untuk digugurkan demi peranggasan pohon untuk dapat bertahan hidup.

  Dunia terlalu luas untuk dijelajahi tapi tidak untuk memetik ilmu. Musim pun mengajarkan kepada kita tentang kerendah-hatian. Begitupula manusia. Andaikata, manusia memiliki kerelaan seperti dedaunan itu.

...

Tak perlu lah saya sebut musim apa itu. Definisinya hanya cukup digambarkan dengan cokelat, hangat, kerelaan.


0 comments:

Posting Komentar

Jumat, 24 Oktober 2014

Musim untuk sebuah kerelaan

      Tentang musim yang saya dambakan...

     Ini bukan musim yang indah dengan warna - warni bunga bermekaran. Bukan pula musim yang dinanti karena terika mataharinya. Atau tetang musim dengan hamparan salju yang luas. Ini musim yang mungkin kebanyakan orang menganggapnya suram. Musim yang menggugurkan daun. Musim yang memberi kehangatan.


   Saya selalu berkhayal entah suatu saat atau dimanapun nantinya. Saya berjalan di trotoar dengan pemandangan pohon yang meranggas. Melihat jatuhnya dedaunan mengiringi langkah saya. Daun - daun yang berwarna coklat berserakan dimana-mana. Disusul dengan kekesalan para penyapu jalan. Tapi, entah kenapa saya akan menikmati dedaunan yang jatuh itu. Seakan dedaunan itu adalah sebuah hiburan istimewa.


   Seharusnya, kalian bisa terka musim apa ini. Saya pikir musim ini tentang kehangatan. Warna cokelat yang seringkali mendominasi seakan membius saya masuk pada sebuah lingkar kehangatan. Kehangatan yang memeluk saya hingga saya lupa akan penat yang menggigit pikiran saya. Hah, tapi ini hanya sebuah khayalan. Karena satu detik pun saya tak pernah melewati musim ini.


  Tapi, musim ini seakan memberi saya pelajaran tentang kerelaan dedaunan yang rela jatuh  digugurkan pepohonan. Demi kelangsungan pohon, daun - daun itu rela jatuh dari tempatnya selama ini. Saya teringat dengan sebuah buku karya Tere-Liye. Daun yang jatuh tidak pernah membenci angin. Begitu juga dengan khayalan saya tentang kerendahan hati daun untuk digugurkan demi peranggasan pohon untuk dapat bertahan hidup.

  Dunia terlalu luas untuk dijelajahi tapi tidak untuk memetik ilmu. Musim pun mengajarkan kepada kita tentang kerendah-hatian. Begitupula manusia. Andaikata, manusia memiliki kerelaan seperti dedaunan itu.

...

Tak perlu lah saya sebut musim apa itu. Definisinya hanya cukup digambarkan dengan cokelat, hangat, kerelaan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Blogger templates

Followers