Jumat, 10 Oktober 2014

Tentang Sisi yang Tak Terjamah

  Siang itu, terik. Matahari rasanya membakar. Mungkin ingin menampakkan amarahnya pada manusia yang tak hentinya melubangi atmosfir. Atau, sekedar menyombongkan teriknya pada seluruh jagat raya.

   Teriknya matahari hampir membuat mata ku kabur. Sekedar berteduh dari panasnya. Berdiri di emperan toko. Memandangi lalu-lalang pejalan kaki yang hendak melanjutkan aktivitasnya.

   Apa karena suhu sudah terlalu panas, hingga menguapkan kesadaranku? Pikiran ku pun membumbung jauh. Mungkin hendak menghampiri matahari. Mencaci-maki sang raja siang yang keterlaluan itu.

  Tapi, anggapanku salah. Pikiranku membumbung jauh ke beberapa masa. Beberapa waktu yang lalu. Sebagian lagi menuju beberapa waktu ke depan.

  Pikiranku menuju sebuah sisi perjalanan yang mungkin tak akan ada habisnya. Yang siklusnya selalu sama. Sempat terhenti. Namun, seperti muncul ke permukaan kembali.

   Tentang sisi ini memang tak ada habisnya. Entah sisi ini akan berlabuh dimana. Entah akan berlabuh atau terus mengarungi hingga lelah pun membuncah. Siklusnya membuatku letih. Membuatku takut untuk berbagi dengan seseorang. Dan hanya mampu berbagi dengan "apa".

  Tentang siklus ini, selalu pada "tempat" yang sama. Terhenti. Memulai kembali. Terhenti. Memulai kembali. Dan begitupun seterusnya. Hingga aku pun sudah tak ingin menjamah siklus tersebut. Karena....peduli apa?

  Mindset tentang siklus ini pun sudah terbentuk. Dengan pertanyaan, "untuk apa jika terus berakhir seperti ini?". Pertanyaan ini seakan membentuk bangunan tersendiri. Bangunan yang kokoh, dengan bebatuan yang bertumpuk-tumpuk dan besi yang dingin.

  Tapi...... Bangunan ini diselubungi ketakutan akan siapa yang akan menerobosnya. Menghancurkan semuanya.

  Dan ketakutan ini membentuk diriku. Menjadi dingin seperti besi.

  Seketika, alam bawah sadar ku pun kembali. Tersadar, langit diselubungi awan-awan. Menghalau sinar matahari. Sepertinya, pikiran ku berhasil membujuk sang raja siang.

  Teringat akan apa yang kupikirkan. Untuk saat ini mungkin ketakutan ini akan tetap jadi pertahananku. Hingga suatu saat.

  Dan aku pun pergi meninggalkan emperan toko.

0 comments:

Posting Komentar

Jumat, 10 Oktober 2014

Tentang Sisi yang Tak Terjamah

  Siang itu, terik. Matahari rasanya membakar. Mungkin ingin menampakkan amarahnya pada manusia yang tak hentinya melubangi atmosfir. Atau, sekedar menyombongkan teriknya pada seluruh jagat raya.

   Teriknya matahari hampir membuat mata ku kabur. Sekedar berteduh dari panasnya. Berdiri di emperan toko. Memandangi lalu-lalang pejalan kaki yang hendak melanjutkan aktivitasnya.

   Apa karena suhu sudah terlalu panas, hingga menguapkan kesadaranku? Pikiran ku pun membumbung jauh. Mungkin hendak menghampiri matahari. Mencaci-maki sang raja siang yang keterlaluan itu.

  Tapi, anggapanku salah. Pikiranku membumbung jauh ke beberapa masa. Beberapa waktu yang lalu. Sebagian lagi menuju beberapa waktu ke depan.

  Pikiranku menuju sebuah sisi perjalanan yang mungkin tak akan ada habisnya. Yang siklusnya selalu sama. Sempat terhenti. Namun, seperti muncul ke permukaan kembali.

   Tentang sisi ini memang tak ada habisnya. Entah sisi ini akan berlabuh dimana. Entah akan berlabuh atau terus mengarungi hingga lelah pun membuncah. Siklusnya membuatku letih. Membuatku takut untuk berbagi dengan seseorang. Dan hanya mampu berbagi dengan "apa".

  Tentang siklus ini, selalu pada "tempat" yang sama. Terhenti. Memulai kembali. Terhenti. Memulai kembali. Dan begitupun seterusnya. Hingga aku pun sudah tak ingin menjamah siklus tersebut. Karena....peduli apa?

  Mindset tentang siklus ini pun sudah terbentuk. Dengan pertanyaan, "untuk apa jika terus berakhir seperti ini?". Pertanyaan ini seakan membentuk bangunan tersendiri. Bangunan yang kokoh, dengan bebatuan yang bertumpuk-tumpuk dan besi yang dingin.

  Tapi...... Bangunan ini diselubungi ketakutan akan siapa yang akan menerobosnya. Menghancurkan semuanya.

  Dan ketakutan ini membentuk diriku. Menjadi dingin seperti besi.

  Seketika, alam bawah sadar ku pun kembali. Tersadar, langit diselubungi awan-awan. Menghalau sinar matahari. Sepertinya, pikiran ku berhasil membujuk sang raja siang.

  Teringat akan apa yang kupikirkan. Untuk saat ini mungkin ketakutan ini akan tetap jadi pertahananku. Hingga suatu saat.

  Dan aku pun pergi meninggalkan emperan toko.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Blogger templates

Followers