Jumat, 09 November 2018

Jatuh Hati yang Sebenarnya

Jatuh Hati,
Dua kata sarat makna
Tak asing
Dekat dengan sekitar

Saya pun pernah mengalaminya
....
dan, masih takut untuk kembali mengalaminya


...

Jatuh hati bagi saya adalah jatuh sebenar-benarnya. Terlena dan lupa untuk terbangun kembali. Memilih diam adalah satu-satunya pilihan untuk tetap merasakan seperti ini saja. Hingga, akhirnya hati diinginkan pergi; memilih yang lain. Sakit? Ya. Tapi, saya bisa apa.

Mengikhlaskan dan merelakan. Lagi-lagi, selalu mnejadi pilihan terakhir.

Hingga akhirnya, hati ini kebas dan lupa merasa. Sudah berapa lama saya tidak merasa apa itu jatuh hati. Mengagumi. Memendam rasa. Saya benar-benar lupa

...
Lalu mengapa?
Saya takut untuk jatuh lagi)
Saya takut untuk kembali mempercayakan apa yang orang bilang itu "magis"
Saya takut melihatnya pergi; memilih yang lain
dan akhirnya terpisahkan hingga tak ada pilihan lain untuk memilihnya
...

Pada akhirnya, kembali terjebak dalam nostalgia
Terjerat memori
dan tak mampu meraih lagi
apa-apa yang mestinya tak usah dipikirkan
Read More

Sabtu, 01 September 2018

Sampai Kapan?

"Kita bersua, namun bukan berarti bersauh dalam layar yang sama. Kita berjumpa namun bukan berarti terselip pertemuan selanjutnya. Hanya saja, saya kembali memendam asa. Menaruh harap."

Andai waktu mampu diputar, saya memilih untuk kembali pada masa dimana kita hanyalah orang asing. Tak mengenal. Acuh sama sekali. Bahkan, lebih baiknya jarak sejauh apapun tak berasa. Ya, karena dahulu kita sempat menjadi orang asing bagi diri masing-masing.

Andai berbagai pilihan mampu dikembalikan, saya ingin mengambil pilihan lain. Untuk tetap menjaga jarak. Untuk tetap menjaga hati. Namun, seakan sia-sia, karena pada akhirnya saya kembali terperangkap dalam zona masa lalu. Mengulangi siklus yang sama. Bahkan, lebih sakit.

...


Percuma mengelak. Alam bawah sadar seakan terhipnotis. Menginginkan untuk lupa namun yang terjadi malah sebaliknya. Semakin teringat. Mampu kah saya untuk terlepas dari segala memori yang ada?

...

Kamu datang meninggalkan memori. Kemudian, hilang tanpa sepatah kata. Kembali lagi. Mengikat saya dalam dunia maya. Hingga, akhirnya, saya tetap disini. Menunggu. Merindu.

...

Kini, saya tidak akan pernah tahu kapan semua siklus ini akan berakhir. Merindu. Menyesal. Menyibukkan diri. Hingga kembali memutar segala memori. Sejujurnya, saya lelah.
Read More

Jumat, 06 April 2018

Menyerah dengan harap

Ketika jarak terlalu dekat, seringkali luput sebuah kebahagiaan yang baru tersadari ketika jarak semakin merenggang. Sayangnya, manusia seringkali luput, hinga timbullah penyesalan. Sedang saya kini pun merasakan hal demikian. Menyesal menyia-nyiakan dekatnya jarak hingga waktu mulai merenggangkannya, membunuh jarak untuk membunuh asa.

...

Dulu, menjauh adalah sebuah keharusan. Bahkan, wajib hukumnya demi menjaga perasaan yang sempat rampuh di masa lalu. Menjauh terus menjauh. Parahnya, mendorong siapapun untuk pergi; tidak sekalipun mengizinkan untuk sekadar singgah atau mengenal. Pada akhirnya, melewatkan suatu;seseorang; yang mengetuk pintu hati dengan lembut. Sayang, hatinya telah membeku hingga lupa bagaimana cara membuka pintu dan menyambut tamu.

Seseorang itu pun pergi. Menghilang tanpa jejak. Tetapi, meninggalkan kilasan-kilasan memori yang masih membekas bagi si pemilik hati. Selayaknya putaran kaset di radio  atau piringan hitam di turnable yang mengalunkan musik, pun layaknya kamera yang menampilkan kilasan video, memori itu menyatu menjadi sebuah film,memainkan emosi sang pemilik hati, mengalunkan alunan nada indah juga pilu untuk didengar kembali. Mengapa? karena di dalamnya begitu banyak memori manis, hanya saja dilewatkan karena perasaan takut kembali merapuhkan hatinya bagi sang pemilik hati.

...

Awalnya, saya tak ingin merasa menyesal. Memiilih lupa adalah suatu jalan keluar;solusi terbaik. Kita melangkah di jalan masing-masing. Meninggalkan kenangan. Menjalani kehidupan baru. Hingga pada suatu hari, tibalah sebuah pertemuan.

Yang menghancurkan pertahanan diri
Yang meluapkan segala memori
Yang memercikkan api harapan
Yang......melepaskan rasa rindu
dan membuat tersadar
bahwa selama ini
jarak yang ditempuh
waktu yang bergulir
tak pernah berhasil menghapus perasaan ini
tak pernah berhasil meredam rindu
tak pernah sekalipun
mengikis
memori
kau
dan
aku

...

Ini tidak baik
untukmu
untukku

Ini tidak akan pernah berakhir
bila kembali terkoneksi

Dan selamanya tidak akan berujung
bila saya masih mengetahui kabarmu
menunggumu di layar sosial media
hanya sekadar melihat namamu terpampang

---

dan lagi-lagi

tak terelakkan

kita kembali terhubung dalam sebuah media fana

semua jarak seakan tak berarti, karena kehebatan media sosial
Ya, mendekatkan yang jauh
dan mengikat semua memori, harap, dan asa

....

Jujur, saya menyerah
Read More

Jumat, 09 November 2018

Jatuh Hati yang Sebenarnya

Jatuh Hati,
Dua kata sarat makna
Tak asing
Dekat dengan sekitar

Saya pun pernah mengalaminya
....
dan, masih takut untuk kembali mengalaminya


...

Jatuh hati bagi saya adalah jatuh sebenar-benarnya. Terlena dan lupa untuk terbangun kembali. Memilih diam adalah satu-satunya pilihan untuk tetap merasakan seperti ini saja. Hingga, akhirnya hati diinginkan pergi; memilih yang lain. Sakit? Ya. Tapi, saya bisa apa.

Mengikhlaskan dan merelakan. Lagi-lagi, selalu mnejadi pilihan terakhir.

Hingga akhirnya, hati ini kebas dan lupa merasa. Sudah berapa lama saya tidak merasa apa itu jatuh hati. Mengagumi. Memendam rasa. Saya benar-benar lupa

...
Lalu mengapa?
Saya takut untuk jatuh lagi)
Saya takut untuk kembali mempercayakan apa yang orang bilang itu "magis"
Saya takut melihatnya pergi; memilih yang lain
dan akhirnya terpisahkan hingga tak ada pilihan lain untuk memilihnya
...

Pada akhirnya, kembali terjebak dalam nostalgia
Terjerat memori
dan tak mampu meraih lagi
apa-apa yang mestinya tak usah dipikirkan

Sabtu, 01 September 2018

Sampai Kapan?

"Kita bersua, namun bukan berarti bersauh dalam layar yang sama. Kita berjumpa namun bukan berarti terselip pertemuan selanjutnya. Hanya saja, saya kembali memendam asa. Menaruh harap."

Andai waktu mampu diputar, saya memilih untuk kembali pada masa dimana kita hanyalah orang asing. Tak mengenal. Acuh sama sekali. Bahkan, lebih baiknya jarak sejauh apapun tak berasa. Ya, karena dahulu kita sempat menjadi orang asing bagi diri masing-masing.

Andai berbagai pilihan mampu dikembalikan, saya ingin mengambil pilihan lain. Untuk tetap menjaga jarak. Untuk tetap menjaga hati. Namun, seakan sia-sia, karena pada akhirnya saya kembali terperangkap dalam zona masa lalu. Mengulangi siklus yang sama. Bahkan, lebih sakit.

...


Percuma mengelak. Alam bawah sadar seakan terhipnotis. Menginginkan untuk lupa namun yang terjadi malah sebaliknya. Semakin teringat. Mampu kah saya untuk terlepas dari segala memori yang ada?

...

Kamu datang meninggalkan memori. Kemudian, hilang tanpa sepatah kata. Kembali lagi. Mengikat saya dalam dunia maya. Hingga, akhirnya, saya tetap disini. Menunggu. Merindu.

...

Kini, saya tidak akan pernah tahu kapan semua siklus ini akan berakhir. Merindu. Menyesal. Menyibukkan diri. Hingga kembali memutar segala memori. Sejujurnya, saya lelah.

Jumat, 06 April 2018

Menyerah dengan harap

Ketika jarak terlalu dekat, seringkali luput sebuah kebahagiaan yang baru tersadari ketika jarak semakin merenggang. Sayangnya, manusia seringkali luput, hinga timbullah penyesalan. Sedang saya kini pun merasakan hal demikian. Menyesal menyia-nyiakan dekatnya jarak hingga waktu mulai merenggangkannya, membunuh jarak untuk membunuh asa.

...

Dulu, menjauh adalah sebuah keharusan. Bahkan, wajib hukumnya demi menjaga perasaan yang sempat rampuh di masa lalu. Menjauh terus menjauh. Parahnya, mendorong siapapun untuk pergi; tidak sekalipun mengizinkan untuk sekadar singgah atau mengenal. Pada akhirnya, melewatkan suatu;seseorang; yang mengetuk pintu hati dengan lembut. Sayang, hatinya telah membeku hingga lupa bagaimana cara membuka pintu dan menyambut tamu.

Seseorang itu pun pergi. Menghilang tanpa jejak. Tetapi, meninggalkan kilasan-kilasan memori yang masih membekas bagi si pemilik hati. Selayaknya putaran kaset di radio  atau piringan hitam di turnable yang mengalunkan musik, pun layaknya kamera yang menampilkan kilasan video, memori itu menyatu menjadi sebuah film,memainkan emosi sang pemilik hati, mengalunkan alunan nada indah juga pilu untuk didengar kembali. Mengapa? karena di dalamnya begitu banyak memori manis, hanya saja dilewatkan karena perasaan takut kembali merapuhkan hatinya bagi sang pemilik hati.

...

Awalnya, saya tak ingin merasa menyesal. Memiilih lupa adalah suatu jalan keluar;solusi terbaik. Kita melangkah di jalan masing-masing. Meninggalkan kenangan. Menjalani kehidupan baru. Hingga pada suatu hari, tibalah sebuah pertemuan.

Yang menghancurkan pertahanan diri
Yang meluapkan segala memori
Yang memercikkan api harapan
Yang......melepaskan rasa rindu
dan membuat tersadar
bahwa selama ini
jarak yang ditempuh
waktu yang bergulir
tak pernah berhasil menghapus perasaan ini
tak pernah berhasil meredam rindu
tak pernah sekalipun
mengikis
memori
kau
dan
aku

...

Ini tidak baik
untukmu
untukku

Ini tidak akan pernah berakhir
bila kembali terkoneksi

Dan selamanya tidak akan berujung
bila saya masih mengetahui kabarmu
menunggumu di layar sosial media
hanya sekadar melihat namamu terpampang

---

dan lagi-lagi

tak terelakkan

kita kembali terhubung dalam sebuah media fana

semua jarak seakan tak berarti, karena kehebatan media sosial
Ya, mendekatkan yang jauh
dan mengikat semua memori, harap, dan asa

....

Jujur, saya menyerah
Diberdayakan oleh Blogger.

Blogger templates

Followers