Rabu, 30 April 2014

Sejenak

Langit senja memang lukisan alam paling indah. Dihiasi gradasi warna yang sempurna. Mengantar raja matahari kembali ke singgasananya. Menjemput raja malam untuk menunaikan tugasnya.

Aku, berbaring beberapa meter di atas permukaan laut, termenung menatapi langit sore hari. Bukan termenung, lebih pada menikmati. Aku tidak sendiri. Aku "ditemani" secangkir teh hangat dan alunan musik lambat. Mungkin, hanya 30 menit ini yang dapat menjadi waktu terbaikku.

Hembusan angin menyusupi jemariku. Menggelitik rambutku. Sekejap, mataku pun terpejam. Layar hitam pun muncul. Kemudian diiringi potongan-potongan kejadian hari ini. Banyak tapi hampa. Seakan ada bagian yang hilang. Kosong. Tak bermakna. 

Hembusan napas berat pun aku keluarkan sebagai tanda keluhan betapa beratnya hari tapi aku tak dapat memaknainya. Aku pun bingung dimana potongan bagian penting itu terjatuh. Hingga semua potongan lainnya menjadi tak bernilai.

Tiba-tiba mataku pun mengerjap. Silau. Cahaya pun melenyapkan layar hitam itu beserta potongan kejadian lainnya. Sejenak pula aku melupakan apa yang telah terjadi. Aku pun teringat tujuanku disini. Sekedar melupakan penat yang ada. Melupakan dunia sebentar.

Waktu memang bukan kawan yang baik untuk saat ini. Gradasi warna langit pun mulai pudar. Digantikan gelapnya langit malam. Raja malam pun mulai tampak. Lebih baik aku pun beranjak. Maafkan aku rembulan, bukan aku tak ingin menikmati keindahan cahayamu. Tapi, aku tak bisa terus disini melupakan semua kepenatanku.

Kaki ini sudah melangkah. Entahlah kemana. Mungkin pada bagian penting itu. 

Oh, bagian penting itu ternyata adalah "ikhlas akan segala hal". Otakku ternyata lancar berjalan senada dengan alunan langkah kakiku. Seirama dengan senyuman yang akhirnya kembali merekah di bibirku.

                                   -untuk siapapun di luar sana yang butuh sedikit sentilan

0 comments:

Posting Komentar

Rabu, 30 April 2014

Sejenak

Langit senja memang lukisan alam paling indah. Dihiasi gradasi warna yang sempurna. Mengantar raja matahari kembali ke singgasananya. Menjemput raja malam untuk menunaikan tugasnya.

Aku, berbaring beberapa meter di atas permukaan laut, termenung menatapi langit sore hari. Bukan termenung, lebih pada menikmati. Aku tidak sendiri. Aku "ditemani" secangkir teh hangat dan alunan musik lambat. Mungkin, hanya 30 menit ini yang dapat menjadi waktu terbaikku.

Hembusan angin menyusupi jemariku. Menggelitik rambutku. Sekejap, mataku pun terpejam. Layar hitam pun muncul. Kemudian diiringi potongan-potongan kejadian hari ini. Banyak tapi hampa. Seakan ada bagian yang hilang. Kosong. Tak bermakna. 

Hembusan napas berat pun aku keluarkan sebagai tanda keluhan betapa beratnya hari tapi aku tak dapat memaknainya. Aku pun bingung dimana potongan bagian penting itu terjatuh. Hingga semua potongan lainnya menjadi tak bernilai.

Tiba-tiba mataku pun mengerjap. Silau. Cahaya pun melenyapkan layar hitam itu beserta potongan kejadian lainnya. Sejenak pula aku melupakan apa yang telah terjadi. Aku pun teringat tujuanku disini. Sekedar melupakan penat yang ada. Melupakan dunia sebentar.

Waktu memang bukan kawan yang baik untuk saat ini. Gradasi warna langit pun mulai pudar. Digantikan gelapnya langit malam. Raja malam pun mulai tampak. Lebih baik aku pun beranjak. Maafkan aku rembulan, bukan aku tak ingin menikmati keindahan cahayamu. Tapi, aku tak bisa terus disini melupakan semua kepenatanku.

Kaki ini sudah melangkah. Entahlah kemana. Mungkin pada bagian penting itu. 

Oh, bagian penting itu ternyata adalah "ikhlas akan segala hal". Otakku ternyata lancar berjalan senada dengan alunan langkah kakiku. Seirama dengan senyuman yang akhirnya kembali merekah di bibirku.

                                   -untuk siapapun di luar sana yang butuh sedikit sentilan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Blogger templates

Followers