Jumat, 19 Juni 2015

Teman yang Pengertian

Sore itu, saya sedang berjalan menyusuri keramaian kota. Di jalan setapak ini, terdengar bunyi klakson tak henti-hentinya. Semilir angin menemani. Dedaunan kering beterbangan seakan mengiringi langkah saya.

Sejujurnya, saya setengah sadar. Berjalan tak tentu arah. Berkhayal entah kemana. Seketika khayalan pun buyar. Seseorang menepuk pundak saya. Dia, yang menepuk saya.

"Hai."
"Hai. Menuju perjalanan pulang?"
"Oh ya."

Sebegitu terkejutnya saya hingga seluruh kata seakan luruh dihembus angin sore.

"Kalau begitu saya juga. Angin sore ini berhembus terlalu kencang. Tak enak rasanya berjalan sendirian hanya dengan semilir angin memuakkan ini."

Saya hanya mampu tersenyum mendengar keluh kesahnya. Ah, saya tersihir magisnya.

"Bilang saja kau mau menemaniku pulang. Haha. Silakan berbincang dengan saya, mungkin mampu mengusir angin yang memuakkan itu."

Akhirnya dan pada akhirnya saya dapat mengikuti alur percakapan ini.

"Kau memang teman paling pengertian."

Hah. Teman. Ya memang sebatas itu hubungan kita.

...

Perbincangan pun berlanjut hingga akhirnyaa saya tersadar bahwa khayal tetaplah khayal. Sekalipun dirinya datang menghampiri, bukan berarti untuk mengetuk pintu hati. Ia hanya mencari kehangatan dari seseorang yg disebutnya teman. Teman yg pengertian.

Tak lebih.

Tak akan pernah lebih.

0 comments:

Posting Komentar

Jumat, 19 Juni 2015

Teman yang Pengertian

Sore itu, saya sedang berjalan menyusuri keramaian kota. Di jalan setapak ini, terdengar bunyi klakson tak henti-hentinya. Semilir angin menemani. Dedaunan kering beterbangan seakan mengiringi langkah saya.

Sejujurnya, saya setengah sadar. Berjalan tak tentu arah. Berkhayal entah kemana. Seketika khayalan pun buyar. Seseorang menepuk pundak saya. Dia, yang menepuk saya.

"Hai."
"Hai. Menuju perjalanan pulang?"
"Oh ya."

Sebegitu terkejutnya saya hingga seluruh kata seakan luruh dihembus angin sore.

"Kalau begitu saya juga. Angin sore ini berhembus terlalu kencang. Tak enak rasanya berjalan sendirian hanya dengan semilir angin memuakkan ini."

Saya hanya mampu tersenyum mendengar keluh kesahnya. Ah, saya tersihir magisnya.

"Bilang saja kau mau menemaniku pulang. Haha. Silakan berbincang dengan saya, mungkin mampu mengusir angin yang memuakkan itu."

Akhirnya dan pada akhirnya saya dapat mengikuti alur percakapan ini.

"Kau memang teman paling pengertian."

Hah. Teman. Ya memang sebatas itu hubungan kita.

...

Perbincangan pun berlanjut hingga akhirnyaa saya tersadar bahwa khayal tetaplah khayal. Sekalipun dirinya datang menghampiri, bukan berarti untuk mengetuk pintu hati. Ia hanya mencari kehangatan dari seseorang yg disebutnya teman. Teman yg pengertian.

Tak lebih.

Tak akan pernah lebih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Blogger templates

Followers