Sabtu, 20 April 2013

Kopi di Malam Hari

Termenung dalam gelapnya malam. Pandangi atap hitam yang lindungi bagian bumi yang kini aku jejaki. Layaknya kepulan asap dari kopi panas ini.. Pikiran ku pun ikut melayang pergi. Melanglang buana menyusuri sebuah skenario. Aku kini sedang berperan menjadi sebuah tokoh nyata. Bukan sekedar khayalan belaka. Skenario ini sangat spesial. Karena Tuhan yang menjadi sutradara dalam skenario ini. Aku lah sang pemeran utama dengan orang-orang di sekelilingku sebagai pemeran sampingan. Skenario maha agung ini disebut kehidupan.

Aku tersenyum kecut. Hidupku masih patut untuk kusyukuri. Tapi sekalipun bersyukur, aku hanya menambahnya dengan keluhan. Lucunya, disaat aku merutuki nasibku, ternyata masih banyak orang yang berangan hidup layak sepertiku. Angkuhkah aku? Akupun kembali tertawa pahit. Aku disini hanyalah sebuah boneka dengan perasaan untuk mencari kebahagiaan dunia akhirat. Mengapa aku hanya menambah beban dengan segala keluhan?

Geli. Skenario ini dipenuhi dengan romantika-melankolisme. Seorang perangkai kata sepertiku harusnya tak usah rasakan sebuah perasaan spesial. Sebab otakku takkan bekerja sama sekali. Semua fungsi otakku akan teralihkan oleh hati. Sekali lagi. Tawa hambar menyusupi mulutku. Telah banyak orang masuki skrip cerita ku. Mereka datang dan pergi tanpa permisi. Meski banyak orang berhasil menyusupi skrip ini, sekalipun tak pernah ada niat untuk jalin sebuah tali dengan mereka. Karna aku tak yakin rasa ini akan tetap bertahan.
Seorang tipikal sepertiku sering merasa asing dengan pindah-hati. Sudah terlalu banyak aku melihat kilasan-kilasan skenario manusia lain. Yang dengan mudah berjanji tetapi akhirnya dengan mudah mengakhiri. Orang menyebutnya cinta. Jujur, kata ini sangat menggelikan. Rasa yang mampu hilangkan beban namun dapat juga menambah beban. Rasa yang mampu ulaskan senyuman namun dapat bocorkan sumur air mata. Ya itulah rasa istimewa itu.

Hidup terlalu banyak benang yang menjuntai. Benang-benang tersebut saling mengikat dan membuat sebuah simpul. Mereka semua bersilangan dan saling mempengaruhi. Aku hanya perlu menjaga benang-benang ini agar tidak kusut. Tapi, aku tetap manusia. Benang ini akan tetap kusut dan harus kuluruskan. Inilah pengibaratan kehidupan. Aku jalani kehidupan dan berusaha agar semua aspek hidup ku selalu baik. Tapi, aku pasti akan terjatuh dan perlu instropeksi. Seperti meluruskan benang, aku harus bersabar hingga semua kembali membaik.

Kesadaranku pun sudah berkumpul dalam otak. Anganku pun sudah buyar. Malam ini aku terlalu banyak merangkai mimpi dan kata. Kusesapi kopi panas sekali lagi. Mungkin aku harus beranjak dari kursi perenungan ini dan wujudkan semua angan agar tidak hanya menjadi sebuah lamunan.

Selamat Malam.

0 comments:

Posting Komentar

Sabtu, 20 April 2013

Kopi di Malam Hari

Termenung dalam gelapnya malam. Pandangi atap hitam yang lindungi bagian bumi yang kini aku jejaki. Layaknya kepulan asap dari kopi panas ini.. Pikiran ku pun ikut melayang pergi. Melanglang buana menyusuri sebuah skenario. Aku kini sedang berperan menjadi sebuah tokoh nyata. Bukan sekedar khayalan belaka. Skenario ini sangat spesial. Karena Tuhan yang menjadi sutradara dalam skenario ini. Aku lah sang pemeran utama dengan orang-orang di sekelilingku sebagai pemeran sampingan. Skenario maha agung ini disebut kehidupan.

Aku tersenyum kecut. Hidupku masih patut untuk kusyukuri. Tapi sekalipun bersyukur, aku hanya menambahnya dengan keluhan. Lucunya, disaat aku merutuki nasibku, ternyata masih banyak orang yang berangan hidup layak sepertiku. Angkuhkah aku? Akupun kembali tertawa pahit. Aku disini hanyalah sebuah boneka dengan perasaan untuk mencari kebahagiaan dunia akhirat. Mengapa aku hanya menambah beban dengan segala keluhan?

Geli. Skenario ini dipenuhi dengan romantika-melankolisme. Seorang perangkai kata sepertiku harusnya tak usah rasakan sebuah perasaan spesial. Sebab otakku takkan bekerja sama sekali. Semua fungsi otakku akan teralihkan oleh hati. Sekali lagi. Tawa hambar menyusupi mulutku. Telah banyak orang masuki skrip cerita ku. Mereka datang dan pergi tanpa permisi. Meski banyak orang berhasil menyusupi skrip ini, sekalipun tak pernah ada niat untuk jalin sebuah tali dengan mereka. Karna aku tak yakin rasa ini akan tetap bertahan.
Seorang tipikal sepertiku sering merasa asing dengan pindah-hati. Sudah terlalu banyak aku melihat kilasan-kilasan skenario manusia lain. Yang dengan mudah berjanji tetapi akhirnya dengan mudah mengakhiri. Orang menyebutnya cinta. Jujur, kata ini sangat menggelikan. Rasa yang mampu hilangkan beban namun dapat juga menambah beban. Rasa yang mampu ulaskan senyuman namun dapat bocorkan sumur air mata. Ya itulah rasa istimewa itu.

Hidup terlalu banyak benang yang menjuntai. Benang-benang tersebut saling mengikat dan membuat sebuah simpul. Mereka semua bersilangan dan saling mempengaruhi. Aku hanya perlu menjaga benang-benang ini agar tidak kusut. Tapi, aku tetap manusia. Benang ini akan tetap kusut dan harus kuluruskan. Inilah pengibaratan kehidupan. Aku jalani kehidupan dan berusaha agar semua aspek hidup ku selalu baik. Tapi, aku pasti akan terjatuh dan perlu instropeksi. Seperti meluruskan benang, aku harus bersabar hingga semua kembali membaik.

Kesadaranku pun sudah berkumpul dalam otak. Anganku pun sudah buyar. Malam ini aku terlalu banyak merangkai mimpi dan kata. Kusesapi kopi panas sekali lagi. Mungkin aku harus beranjak dari kursi perenungan ini dan wujudkan semua angan agar tidak hanya menjadi sebuah lamunan.

Selamat Malam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Blogger templates

Followers